Suno menatap pintu kamar tidurnya yang tertutup dengan tangan terlipat di dada dan alisnya berkerut karena marah. Kakinya menggantung di atas sisi tempat tidur dan mengayunkan tendangan pendek ke kasur yang malang.Suno sedang dalam mood yang buruk karena dia tidak diizinkan masuk ke kamar Omma dan Appanya pagi ini. Suno telah berusaha memutar kenop pintu kamar tidur mereka dan tetap terkunci. Tega sekali mereka mengunci pintu dan tidak megijinkannya masuk! Suno telah mencoba mengetuk pintu, tetapi mereka hanya menyuruhnya menunggu beberapa menit dan kembali lagi nanti. Mereka bahkan sempat tertawa kecil tapi tidak juga datang ke pintu untuk menyuruhnya pergi!
Secara singkatnya, Kim Suno sedang tidak dalam suasana hati yang baik. Yang ingin dia lakukan hanyalah mengucapkan selamat pagi kepada Omma dan Appa dan memberi mereka pelukan dan ciuman tapi mereka tidak mengizinkannya masuk ke kamar. Yah, mereka hanyalah sekelompok kepala kotoran.
Suno melompat dari tempat tidur dan meraih Luna dari tempatnya di lantai. Tekad-nya nyaris tidak terkendali, dia meraih kenop pintu dan membuka pintu kamarnya. Bocah itu melangkah ke ruang tamu dan berjalan menuju telepon. Dia harus segera berbicara dengan Halamoni.
Jisoo telah mengajari Suno cara menggunakan telepon dalam keadaan darurat. Omma telah memberitahunya dengan sangat spesifik bahwa Suno hanya dapat menggunakannya untuk menelepon Haramoni jika dalam keadaan darurat saja. Ini adalah keadaan darurat dan Suno hanya perlu berbicara dengan Haramoni.
Suno mengangkat gagang telepon dan melihat tombol nomor. Suno menekan nomor yang tepat dalam urutan yang benar dan menunggu saat nada berbunyi. Satu deringan. Dua deringan. Tiga deringan.
"Halo?" Suara Son Ye Jin terdengar melalui gagang telepon.
"Halamoni?" suara Suno tertahan, matanya mulai membara karena air mata marah.
"Suno, sayang, apakah semuanya baik-baik saja?" Nada panik Son Ye Jin terlihat jelas.
"Tidak, Halamoni. Aku sangat, sangat, sangat marah!" kata Suno sambil mendengus.
"Dan apa yang membuatmu marah?" tanya Son Ye Jin lega. Dirinya cukup terbiasa dengan melodrama para pria Kim. Son Ye Jin telah menahan penderitaan itu selama bertahun-tahun.
"Omma dan Appa mengunci pintu, dan mereka tidak mengizinkanku masuk ke kamar mereka, dan aku hanya ingin mengucapkan selamat pagi, dan memeluk dan memberi mereka banyak ciuman, dan mereka tidak mengizinkanku untuk masuk dan... dan... "
Pada saat itu, Suno mulai menangis di telepon." Aku sangat marah pada Omma dan Appa! "
"Oh, Tuhan tolong," Son Ye Jin menarik napas di ujung telepon. "Haramoni mohon hapus air matamu dan jangan sedih, darling. Haramoni tahu kau merasa sangat sedih dan marah pada Omma dan Appa, tapi Haramoni ingin kau menjadi anak yang baik dan mendengarkan ini sebentar, oke?"
Suno menganggukkan kepalanya, langkah yang sia-sia karena Haramoni jelas tidak bisa melihatnya.
"Suno, orang tuamu sangat mencintaimu. Terkadang Omma dan Appa perlu menghabiskan waktu bersama tanpa anak. Sekarang, seperti yang Haramoni bilang, mereka masih mencintaimu dengan sepenuh hati dan kau tidak boleh melupakan itu. Kau harus bersikap seperti anak besar dan mengerti bahwa mereka terkadang perlu memiliki privasi. "
"Tapi... tapi, apa yang mereka lakukan berdua saja?" Suno bertanya.
"Mereka hanya menghabiskan waktu bersama," kata Son Ye Jin, berdehem untuk menutupi sesuatu yang diucapkan oleh suaminya.
"Apakah itu suara Haraboji?" Tanya Suno, mendengar bariton Hyunbin tertawa di latar belakang.
"Ya, itu Haraboji yang bertingkah sangat konyol," jawab Son Ye Jin menahan kesal. "Kembali ke apa yang Haramoni katakan padamu, Suno, apa kau mengerti apa yang Haramoni katakan tentang orang tuamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Amazing Fake Wedding (JinSoo) (Complete)
RomanceKim Seokjin mencintai putranya lebih dari apapun di dunia ini. Jadi, ketika mantan istrinya berencana untuk membawa putranya pergi, Kim Seokjin meminta bantuan orang yang paling tidak mungkin, musuh yang sangat ia benci di Sekolah dulu. Kim Jisoo ha...