Tatapannya itu lohhh 😍😍😍 tapi mata tante lebih salfok ke bokongnya yg perkiiii 🤤🤤🤤
hayooo yg seserver ma tante unjuk tangannn 🙌🏼😆Tina POV
"Jadi elu dari kemarinan gak mikirin dia bakalan tinggal di mana Tin?!" Irma menepuk keningnya setelah memberikan tatapan aneh seakan otakku ini tidak bisa berpikir panjang.
Bagaimana aku bisa memikirkan hal tersebut? Otakku sudah penuh memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang untuk membeli tiket Philipp ke Jakarta bersama kami.
"Ya mustinya elu dong yg mikirin, jatah gue kan kemarin mikirin minjem uang buat beli tiketnya dia" Jawabku ketus.
"Lah kenapa jadi gue yang mikirin, dia saudaranya siapa?" Irma tidak mau di salahkan dengan mata mendelik-delik kepadaku.
"Yang ngasih ide ngajak dia kerja sama kita siapa?" Aku tidak mau kalah dengan berkacak pinggang.
"Yang CEO, direktur, owner, founder di sini siapa?" Irma ikutan berkacak pinggang, perkataannya membuatku terdiam.
"Ya gue, tapi kalau semua tugas-tugas gue juga yang mikirin dan ngurusin, terus kerjaan elu apa?" Dadaku membusung dengan niat mengintimidasi Irma karena tersulut emosi.
Kali ini Irma diam tidak membalas.
Kami berdua berdiri bersisian dengan tangan masing-masing bersedekap melihat sosok pria yang sudah tiga puluh menit tertidur pulas di sofa sempit yang berada di ruang kerja kami.
Sebenarnya ini adalah kamar kos milik bibinya Irma yang kami sewa dan kami sulap menjadi tempat kerja.
Bibinya Irma mempunyai usaha kos kecil-kecilan, beliau mempunyai tiga kamar yang di sewakan, satu kamar di sewa Irma, satu kamar di sewa kami untuk jadi tempat usaha dan satu lagi di sewa oleh seorang mahasiwa perantauan yang bayar sewanya selalu menunggak.
Sebenarnya kalau bisa di bilang, tiga kamar kos ini tidak dapat menghasilkan uang.
Uang sewa ruang kerja ini dan uang sewa kamar Irma dan uang sewa kamar sisanya tidak lancar di terima oleh bibi nya Irma.
Yah, kalau di ceritakan sedih deh. Syukur bibi nya Irma baik hati tidak terlalu menekan kami untuk membayar uang sewa asal kami tidak mengundang orang lain untuk tinggal di tempat ini."Terus dia tinggal di mana?" Tanya Irma setelah kami lama terdiam.
Pikiranku kali ini terkuras mencari jalan keluar untuk memberi Philipp tumpangan tempat tinggal sementara waktu.
Aku menyesali keputusanku menyetujui ide Irma tanpa berpikir panjang, otakku hanya memikirkan cara untuk membantunya walaupun aku tidak menginginkan hal tersebut.
Tetapi sisi kemanusiaanku lebih banyak sehingga tidak tega membiarkan mantan saudara tiri ku hidup mengenaskan di Bali.Philipp sudah dewasa, seharusnya aku tidak perlu memikirkan masa depannya, masa depan aku dan Irma saja tidak menentu seperti ini.
"Sementara waktu dia tinggal di sini dulu lah" Jawabku lelah dengan tangan memijat pangkal hidung.
"Ha? Gila lu, gue sih gak rela ruang usaha kita ini bakalan jadi kandang babi kedua setelah liat kamar hotelnya" Irma meringis ngeri.
"Gimana kalau dia ngebikin lantai ini kotor sama sampah?"
"Nyuci aja gak bisa, gue rasa dia juga gak tau fungsinya sapu" Lanjut Irma.
"Lagian bibi gue gak bakalan ngijinin"
"Ya terus mau gimana lagi? Elu mau nampung dia tidur di kamar elu dulu, terus elu tidur di sini?" Aku sudah tidak bisa berpikir secara jernih lagi. Menukar kamar yang akan di tempati oleh Philipp dan Irma mungkin bisa mengelabui bibi nya Irma untuk sementara waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ex Step Bro
HumorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 20/2/22 -