duh rahangnya 😍
Philipp POV
"Gak, ulang lagi, posenya kalau bisa lebih menantang dari yang ini"
Aku dan Irma saling memandang satu sama lain setelah mendengar ucapan Tina.
"Mau pose menantang kaya gimana lagi sih Tin? Ini udah retake sepuluh kali loh, lagian cuma motoin kaus doang masa posenya menantang" Irma mengeluh untuk kesekian kalinya.
Aku sih tidak ada masalah karena aku senang di photo. Bagiku tidak terlalu merepotkan dan tidak membuang banyak energi.
"Posenya yang lain, jangan cuma mau buka baju doang, pose itu kan udah pernah, coba kausnya di buka aja, terus elu megangin kausnya kaya mau ngejemur gitu" Tina berkata panjang tetapi matanya tidak melihat padaku.
Perempuan itu berdiri di dekat meja kerja sambil bertolak pinggang.
"Ha? Philipp buka baju gitu? Gak pake kausnya? Beneran? Lah aneh, elu sendiri pernah bilang kalau ngambil photo jangan pose aneh-aneh yang nunjukin perutnya Philipp" Mata Irma melebar.
"Inget omongan elu sendiri woiii... kita jualan pakaian bukan jualan yang lain" Lanjut Irma lalu berdiri.
Aku berjongkok lalu menghempaskan bokong dengan kedua tangan bertaut melingkar lutut.
Irma mendekatiku lalu berjongkok.
"Dia kenapa sih? Dari Sabtu kemarin kaya orang uring-uringan gitu, kalian berantem lagi? Apa jangan-jangan elu bikin salah di rumah ya?" Tanyanya dengan berbisik.
"Uring-uringan?" Aku mengulang kata yang tidak aku mengerti.
"Ck, uring-uringan ya kaya gitu, dia marah-marah gak jelas tanpa sebab" Irma menoleh ke arah Tina lalu kembali menghadap padaku.
"Elu tau penyebabnya apa gak?" Tanyanya lagi.
Aku terdiam.
"Kayanya dia marah karena saya mau bikin usaha pakaian" Kataku pelan.
"Heh!! Malah ngobrol, buruan photonya, gue mau keluar sebentar, awas aja pas gue balik belum selesai moto, bonus kalian gue potong" Tina melayangkan tatapan tajam pada Irma sebelum melangkah keluar.
"Ancamannya bonus di potong, dasar CEO medit" Irma lalu duduk mengikutiku.
"Lanjutin omongan elu barusan, elu beneran mau bikin usaha kaya gini?" Tanya Irma kemudian.
Aku mengangguk cepat.
"Emangnya elu punya modal?" Tanyanya lagi.
"Vati saya kemarin muncul, saya bisa minta modal untuk usaha" Jawabku yakin.
"Hah? Beneran?" Irma menatapku tidak percaya.
"Sebentar, kalau elu buka usaha, terus elu gak jadi model kita lagi dong?" Tanya Irma lagi.
Aku berpikir.
"Ya masih, memangnya kenapa?" Tanyaku bingung.
"Ck, elu gak mikir ya? Kalau elu buka usaha kaya gini, otomatis elu bakalan jadi saingan Tina sama gue, masa elu masih kerja jadi model kita?" Irma menggaruk kepalanya.
"Saingan?" Tanyaku bingung.
Irma menatapku lama.
"Benar kata Tina, elu ini polos apa oon ya" Irma berkata pelan.
"Kenapa?" Tanyaku karena tidak terlalu mendengar suaranya.
"Gak, gak apa-apa" Irma tampak berpikir.
"Pantesan aja Tina uring-uringan" Lanjut Irma.
"Irma, saya boleh minta tolong gak?" Tanyaku tidak memperdulikan ucapannya barusan.
"Minta tolong apaan? Mau minjem duit? Gak punya gue, kemarinan duit gue abis buat bayar tunggakan kostan" Irma meringis.
"Bukan, bukan minjem duit, saya mau minta tolong cariin kostan" Kataku lalu duduk melipat kedua kaki.
"Elu mau pindah dari rumahnya Tina?" Tanya Irma.
"Iya" Aku kembali mengangguk.
"Kenapa?" Tanya Irma lagi.
"Saya mau mandiri, mau hidup sendiri" Jawabku cepat.
"Lah, selama ini sebelum elu ke Jakarta bukannya hidup sendiri?"
"Iya, itu kan di Bali, saya mau hidup sendiri di Jakarta" Jawabku.
"Tolong cariin kostan yang murah" Lanjutku.
"Ada, deket sini tuh, lima ratus ribu sebulan, mau?" Tanyanya.
"Kamar mandinya di dalam?" Aku balik bertanya.
"Iya kamar mandi di dalam, tidurnya di luar, gila aja lu harga segitu minta kamar mandi di dalam" Irma mendorong lenganku.
"Saya serius" Kataku.
"Ya gue juga serius, kalau mau kamar mandi di dalam harganya gak segitu, ntar deh gue cariin, elu seriusan gak tinggal lagi di rumahnya Tina?"
"Kenapa sih? Ada masalah ya?" Irma tampak penasaran.
"Bukan ada masalah, saya cuma gak mau merepotkan mereka lagi, saya juga berjanji mau bikin usaha dan menghasilkan uang banyak"
"Biar Tina bangga" Lanjutku lagi.
"Ha? Biar Tina kenapa? Bangga? Maksud elu?"
"Gue kalau ngobrol sama elu bingung dah, omongan elu tuh loncat ke sana ke mari, yang ini belum kelar udah ngomong ke yang lain" Irma kembali menggaruk kepalanya.
"Motonya udah kelar?"
Suara Tina terdengar, aku melihatnya berjalan masuk dengan tangan memegang gelas plastik berisikan es kopi yang di blender halus."Sekali pose lagi, barusan gue ngasih unjuk Philipp photo yang tadi di ambil" Irma buru-buru bangkit dari duduknya.
"Alasan aja lu, dari tadi kalian ngobrol, kan?" Tina melayangkan tatapan tajam padaku sambil berjalan ke arah meja kerja.
"Nggak ngobrol kok, ya kan Phil? Coba sekarang buka kaus elu, bentar-bentar, gue ngambil nafas dulu buat jaga-jaga" Irma berdiri lalu menarik nafas.
Tanganku bergerak ke atas kepala lalu menarik kaus yang aku pakai.
"Wah, keren-keren, dapet bagus nih photonya, oke sekarang pose kaya yang di minta Tina" Irma berkata memberikan arahan.
Aku menurut.
"Cakeppp, elu madep belakang Phil, kausnya elu pegang rada ke atas, ahh gila punggungnya senderable banget"
Aku tidak memperdulikan perkataan Irma, kepalaku menoleh ke belakang melewati pundak, melihat ke arah Tina yang fokus menatap layar komputer.
Perempuan itu sepertinya kesal padaku.
Apakah memang karena aku ingin membuka usaha pakaian?Tetapi kenapa dia kesal? Seharusnya dia senang dan memberikan semangat padaku.
Punya usaha seperti a Ifan tidak bisa membuat Tina tertarik padaku.
Tanpa sadar pundakku merosot setelah menghela nafas.Tbc
mending usaha yg lain phil, misalnya usaha bikin tante bahagia 🤭
seperti ngejawab komen tante kek gini 😍😘30/4/22
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ex Step Bro
HumorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 20/2/22 -