27. pusing

2.2K 416 135
                                    

mau buka celananya? sini di bantuin, klo sama tante mah bisa lsg kebuka sama kolor2nya 😂😅

Tina POV

"Kamu mau pindah kemana Phil?" Tanya ibu karena melihat Philipp mengepak pakaiannya ke dalam ransel besar yang kemarin dia beli.

"Saya sudah ngerepotin mutter sama Tina" Jawabnya setelah berhenti memasukkan kaus ke dalam ransel, Philipp menoleh padaku yang sedang bersender di dinding dengan pundak menahan tirai agar tidak terjatuh menutupi pandanganku.

Sebenarnya aku bukan mau ikut masuk ke dalam percakapan antara ibu dan Philipp, rencananya mau nonton TV tapi malah melihat Philipp sedang berkemas.

"Kenapa pindah? Tin, kamu galak sih sama Philipp, dia mau pindah kemana coba? Nanti vati nyariin, ibu jawabnya apa?" Ibu melayangkan pandangan menyalahkan aku.

"Informan vati pasti bakalan ngikutin kemana dia pergi, lagian kenapa sih kalau Philipp pindah bu? Kita kan jadi enak, bayar air sama listrik berkurang"

"Terus jatah makanan juga berkurang banyak" Lanjutku dengan nada suara yang ku buat senormal mungkin, padahal berkata demikian dadaku terasa nyeri.

Kenapa Philipp pindah? Apakah dia juga akan pindah kerja mencari kerjaan yang lebih baik dan menjanjikan?
Atau Philipp berubah pikiran dan akan meneruskan bisnis vati?
Yang artinya Philipp kembali ke Bali dong?

Dadaku semakin berdenyut nyeri aku rasakan. Aku menunduk dengan tangan menekan dada kiriku.

"Hushh... gak boleh ngomong begitu sama saudara sendiri Tin" Kata ibu mengingatkan.

"Mantan saudara tiri buuu" Aku mendongak lalu mengedikkan bahu, memang tidak sopan, tetapi aku tidak tahu menanggapi perkataan ibu seperti apa.
Nyeri di dadaku ini lebih menyita perhatianku.

Philipp menoleh padaku sekilas dengan pandangan mata yang...
Sedih?
Aku tidak salah lihat, kan?

Kenapa dia sedih, lagian ngapain pindah kalau dia sedih meninggalkan rumah ini?

Ah tidak mungkin aku salah lihat, mata Philipp kan sayu jadi wajar kalau terlihat seperti itu.

"Kamu memangnya udah nemu rumah buat di tinggalin, Phil?" Tanya ibu dengan wajah khawatir.

"Udah" Jawab Philipp singkat.

"Di mana? Biayanya berapa? Memangnya kamu punya uang? Nanti makan gimana?" Ibu bertanya dengan wajah semakin khawatir.

"Hehehe... mutter gak usah cemas" Philipp menepuk punggung tangan ibu dengan terkekeh.

Aku tahu Philipp berusaha tidak terlihat sedih agar ibu tidak mengkhawatirkannya.

"Gimana gak cemas, kamu kan belum bisa ngebersihin rumah, nyuci juga belum bisa, cuma bisa jajan sama makan doang"

"Nah sekarang gimana kamu makan kalau gak tinggal lagi sama ibu? Uang kamu nanti habis cuma buat jajan sama makan aja, belum lagi buat bayar..."

"Bu, biarin aja sih, dengan begini dia bakalan cepat mandiri, kalau semua-semua masih kita urusin, kapan dia bisa mandiri?" Aku memotong perkataan ibu.

"Ya kan mandiri bisa tetap tinggal sama kita" Sahut ibu dengan menatapku kesal.

"Kamu bukannya bantuin bujuk Philipp biar gak pindah malah ngomong kaya ngomporin dia biar cepat-cepat keluar dari rumah ini sih Tin" Sungut ibu.
Kalau saja tatapan ibu yang tajam itu seperti adegan di dalam cerita bergambar, mungkin tubuhku ini sudah terbelah jadi beberapa bagian.

"Tapi kamu tetap kerja sama Tina kan Phil?" Tanya ibu kemudian lalu padangannya beralih kepada Philipp, nada suaranya langsung berubah lembut.

Aku lega karena pertanyaan ibu mewakilkanku.

My Ex Step BroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang