Eleven | Pretenders

215 79 16
                                    

Paradis Tahun 857
.
.
.

Mikasa telah kembali ke Wall Sheena dan langsung pergi ke markas Pasukan Pengintai begitu berpisah dengan Levi di tangga menuju Kota Bawah Tanah.

Tujuan Mikasa hanya satu, melaporkan kejadian yang dialaminya disaat hari liburnya kemarin.

Di depan pintu ruangan Erwin, komandan Pasukan Pengintai, Mikasa baru saja hendak mengetuk pintu saat daun pintu itu terbuka sendiri yang membuat Mikasa mundur selangkah.

Ekspresi wajah Mikasa mengeras melihat siapa yang keluar dari ruangan komandan. Begitu juga dengan orang tersebut, wajahnya tak kalah terkejut melihat Mikasa ada di sana.

Selama beberapa saat waktu diantara mereka berdua seolah berhenti.

Atau tidak.

Waktu bukannya berhenti. Mikasa salah mengintepretasikannya karena dia merasakan detakan jantungnya berdegup kencang tidak karuan, semakin cepat, dan kian cepat saja sejak pertama kali bertatap mata dengan orang tersebut disini.

"Ada apa Eren, kenapa kau berhenti ditengah jalan?"

Seolah waktu yang bergerak dengan cepat diatur kembali secara paksa untuk kembali berjalan seperti semula, Mikasa ditarik kembali pada kenyataan bahwa orang yang ada dihadapannya sekarang ini bukan lagi miliknya.

Orang yang baru saja datang ke tengah mereka itu adalah wanita 'beruntung' yang sudah merebut hati manusia paling dicintai Mikasa.

Sekarang situasinya menjadi canggung diantara ketiga makhluk ciptaan Tuhan itu.

Wanita yang baru datang itu, Historia, tersenyum canggung ke arah Mikasa

"Mikasa, lama tidak bertemu," sapa Historia berusaha untuk dapat seramah mungkin. Historia tidak bermaksud mencari muka, dia tahu kalau dirinya sendirilah yang membuat renggang tali hubungan diantara mereka.

Eren sedikit tegang menunggu reaksi Mikasa. Dia sangat tahu seberapa besar marah dan kecewanya Mikasa saat dirinya memutuskan untuk memilih Historia.

"Ahh ... ya, Lama tidak bertemu," sahut Mikasa setelah sangat lama diam. Hanya kata itu, dia tidak menambahkan kalimat basa-basi apapun lagi dibelakangnya.

Yah, paling tidak dia membalasnya daripada tidak sama sekali.

"Apa kau mau bertemu Komandan Erwin juga? Kebetulan urusan kami sudah selesai jadi kau bisa langsung menemuinya."

"Begitu."

"Ya, kalau kami boleh tahu kenapa kau ingin menemui Komandan Erwin? Apakah itu ada kaitannya dengan penyusupan di Gudang senjata tempo hari?"

Mikasa benar-benar kurang nyaman dengan Historia yang terus berusaha membuat topik pembicaraan dengannya seperti ini.

Karena itu, meskipun Mikasa tahu siapa Historia dengan latar belakang keluarganya, Mikasa tetap menjawab tak acuh pada Historia dengan mengatakan, "aku tidak punya apa-apa untuk dibicarakan denganmu. Aku permisi."

Dan Mikasa berjalan melewati Eren dan Historia yang membeku ditempatnya sebab kalimat dingin yang baru saja Mikasa lontarkan.

Mikasa menutup pintu. Dia tidak ingin lagi melihat dua sejoli itu di depan matanya karena hal itu hanya akan membuka kembali lukanya yang bahkan belum pulih.

Suasana hatinya berubah suram sekarang.

Timing mereka bertemu sangat tidak tepat.

Pada dasarnya memang tidak akan ada waktu yang tepat antara Mikasa dengan Eren dan Historia untuk bertemu sebenarnya, kapanpun itu sejak kejadian tiga tahun yang lalu.

Who are You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang