Paradis, Tahun 857
.
.
.Mikasa bergeming.
Tidak bisa melogika tentang misi yang baru mereka terima.
Meski bukan pasukan yang paling populer diantara tiga cabang militer yang ada di Paradis, Pasukan Pengintai tetap memiliki anggota yang cukup untuk dapat dibagi lagi menjadi beberapa kelompok.
Lalu diantara beberapa kelompok yang ada di dalam Pasukan Pengintai, kenapa justru kelompok merekalah yang mendapat tugas untuk menjalankan misi semacam ini?
Apa karena mereka masih muda dan berada usia mereka sangat tepat untuk misi ini?
Oh ayolah, Mikasa yakin kalau ada banyak yang dengan sukarela menawarkan dirinya untuk misi penyusupan ke tempat penuh dosa seperti ini. Terutama jika dia adalah seorang yang mata keranjang dan suka mabuk. Jadi tidak mutlak hanya tim mereka yang bisa melakukan misi ini.
Jika saja ini bukan perintah Erwin langsung, Mikasa benar-benar menolak untuk menginjakan kakinya di sana.
"Kau sangat tidak suka berada disini ya, Mikasa?" Sasha bertanyaa. Sejak tadi dia mendengar helaan napas kasar Mikasa yang berulang-ulang. Sebagai sesama perempuan, dia juga merasa kurang nyaman terlebih pendengarannya yang super tajam itu membuatnya dapat mendengar suara-suara aneh dari ruangan sebelah yang tidak ingin didengarnya sama sekali sebab hanya akan membuatnya merasa malu.
Ditanyai seperti tadi oleh Sasha, Mikasa hanya menghela napasnya dan tidak menyahut. Dia mengambil minuman yang tersedia di atas meja, menghabiskannya dalam sekali teguk.
Teman-teman tim Mikasa yang lain yaitu Eren, Armin, Jean, dan Connie juga ada disana. Tapi mereka hanya bisa terduduk kaku di tempat sebab tak biasa, malah sebenarnya mereka tak pernah datang ke tempat seperti ini. Kentara sekali wajah Armin yang memerah sejak mereka baru masuk.
"Apa Nifa-san sungguh melihat Annie datang ke tempat ini?" Jean dengan suara berbisik menyampaikan keraguannya. "Maksudku, lihat tempat seperti ini tidak mungkin didatangi oleh perempuan tak acuh seperti Annie, bukan?"
"Huh! Siapa yang bisa tahu isi kepala seseorang yang sesungguhnya, Jean?" Connie menyahut dengan sindiran membuat Armin yang duduk di seberangnya menundukan kepala.
"Oi, Connie kenapa kau berkata seperti itu? Bisa saja kan ada alasan lain jadi Annie datang kesini." Eren mencoba untuk membuat situasinya tidak terlalu buruk.
"Eh, itu mungkin saja." Armin menyahut dengan penuh pengharapan. Jauh di dalam hatinya berharap kalau sungguh ada kesalahpahaman yang bisa dijelaskan disini.
Semuanya terdiam. Saling tatap melalui mata mereka masing-masing.
Lalu pintu ruang tunggu tempat mereka berada sekarang terbuka. Dua orang wanita muda cantik dengan pakaian terbuka masuk kesana dengan tersenyum genit.
Jean meneguk ludah. Untuk sesaat dia melirik ke arah Mikasa yang acuh tak acuh di tempatnya tanpa memperhatikan dua wanita yang baru masuk tadi.
"Maaf sudah membuat kalian menunggu," kata seorang wanita yang memiliki rambut pirang sambil mengedipkan matanya.
Dalam hatinya, Eren terus melafalkan nama Historia. Meski ia ke sini untuk misi mereka, dia tidak ingin melakukan apapun yang dapat menimbulkan kesalahpahaman yang bisa membuat hubungannya dengan Historia merenggang.
Karena itu, dia akan menyerahkan urusan ini kepada teman-temannya dan hanya akan terlibat jika itu benar-benar diperlukan.
Armin pun demikian, dia yang tidak terbiasa berhadapan dengan wanita menjadi kebingungan harus bereaksi seperti apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who are You (Tamat)
Fiksi PenggemarPerang antara Marley dan Paradis telah berakhir empat tahun yang lalu. Kedamaian telah diraih. Atau mungkin begitulah yang ada didalam pikiran kebanyakan orang sekarang ini. Sayangnya, pikiran-pikiran seperti itulah yang menjadikan seseorang dengan...