⸙ 09 . Putus asa, menyerah

1.5K 320 61
                                    

Selamat membaca!

— DEAR SEAN —

— DEAR SEAN —

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




























Sean jalan dengan lemas kearah rumahnya, wajahnya yang tampak tak ada harapan dan ingin menyerah. Iya, Sean sangat lelah dengan semua lika-liku hidupnya.

Di teras rumah ada bibi Nani yang sedang fokus menyapu, namun tak lama dia menyadari kedatangan Sean.

Dengan cepat dia berlari kecil kearahnya, sudah lama Nani tak bertemu Sean. "Den Sean!!" teriak Nani.

Sean tersenyum manis, kemudian menerima pelukan hangat dari Nani. "Aden, bibi khawatir banget, den Sean dari mana saja?" ucapnya sembari mengusap pelan punggung laki-laki itu.

Sean melepas pelukannya, menatap Nani dengan dalam. Setiap ia pulang selalu saja sosok wanita paruh baya itu yang menyambutnya bukan ibu ataupun ayahnya, ini menyakitkan.

"Bibi, apa kabar?" tanyanya sembari tersenyum.

Nani tersenyum balik, mengusap lembut wajah Sean dengan sangat tulus, ia menyayanginya. "Bibi baik den, kalo aden sendiri?"

"Baik bi" jawab Sean.

Oh, baik? Benarkah Sean?

"Syukur den kalo baik-baik saja, ayo masuk" ajak Nani, lalu Sean mengangguk.

Mereka berdua masuk kedalam rumah, di ruang tengah Sean meminta agar Nani pergi dulu, ia ingin bicara penting dengan keluarganya.

Dharma, Sinta, Satya dan Sean duduk di sofa akan membahas suatu hal. Sean yang meminta dengan susah payah tapi akhirnya mereka mau, satu kali ini saja untuknya.

"Ada apa sih?" celetuk Satya, menatap sinis Sean di sisi kanan sofa.

Dharma duduk santai sembari membaca koran, sedangkan Sinta yang masih sibuk memainkan ponsel pasti sedang ghibah online.

Sean menghela napasnya kemudian meletakkan sebuah surat diatas meja. "Aku mau cuci darah"

"?!"

Mereka menoleh kearah Sean secara bersamaan dengan mata yang saling membulat, sontak terkejut.

"Cuci darah?" tanya Sinta.

"Kamu sakit apa?" tanya Dharma.

"Pantes aja, obat-obatan lo ketinggalan waktu itu" ucap Satya.

Sean menatap Satya yang duduk lumayan jauh dengannya. "Iya ka, sekarang obatnya di mana?"

Satya memalingkan tatapannya dari Sean, berdecak kasar seakan tak mau mengaku perbuatan liciknya. "Mana gue tau" ketusnya.

"Tadi katanya kakak lihat? Kok sekarang gak tahu" sergah Sean.

"Iya gue gak tau!!" seru Satya seraya bangkit berdiri, membuat suasana menjadi tegang dan mencekam.

Dear Sean ; Sunoo (✔) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang