Umpan

35 22 116
                                    

Aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah Raina. Seperti biasa, aku masuk begitu saja tanpa permisi atau pun menunggu perintah masuk dari sang pemilik rumah.

Tatapan mataku langsung tertuju pada seorang perempuan paruh baya yang sedang menyapu di depan televisi. Perempuan paruh baya itu adalah Rika. Atau sering aku panggil dengan sebutan Bibi.

Perempuan itu adalah asisten rumah tangga keluarga Raina. Ya bisa dibilang penghuni baru di rumah ini. Wanita itu baru bekerja beberapa hari yang lalu. Dan menurutku secara pribadi, pekerjaan perempuan itu cukup memuaskan. Masih dalam kalimat cukup. Yang artinya masih ada kekurangan pada setiap pekerjaan yang wanita itu kerjakan. Tetapi karena itu bukan urusanku, aku tidak mau terlalu ikut campur. Dan kalau pun suatu saat nanti, Reina bertanya tentang bagaimana pekerjaan Rika, maka aku akan menyuruh Reina untuk menilainya sendiri. Aku tidak mau ikut dalam penilaian pekerjaan. Karena saat aku berkata buruk tentang Rika, pasti Reina tidak akan segan-segan memecat Rika saat itu juga.

Reina memang sudah memberikanku wewenang terhadap para pekerja yang ada di rumahnya. Yang artinya kalau aku tidak suka atau pun ada masalah, maka aku bisa memecat para pekerja tanpa harus berunding terlebih dahulu dengan Reina. Tetapi aku rasa aku tidak akan menggunakan wewenang itu, karena saat aku menggunakannya sama saja aku memutus rezeki orang.

Saat aku masih sibuk mengamati Rika. Tiba-tiba aku mendengar ada suara langkah kaki dari arah tangga. Mataku yang tadinya tertuju pada Rika, sekarang mulai beralih mengamati seorang perempuan yang sedang menuruni tangga. Seorang perempuan muda menggunakan seragam sekolah itu adalah Raina. Dan dari penampilannya, sepertinya perempuan itu masih dalam keadaan yang setengah sadar. Yang artinya perempuan itu pasti akan tidur saat perjalanan berangkat sekolah.

"Oh, Calvin. Udah sampai? Kenapa nggak langsung masuk ke kamarku aja? Atau duduk di sofa" tanya Raina saat menyadari keberadaanku.

"Udah. Nggak usah banyak nanya. Mending lo ke meja makan terus makan," jawabku.

Raina hanya mengangguk pelan. Anggukan itu tanda bahwa Raina akan berjalan menuju meja makan dan memakan masakan yang sudah dimasak oleh Rika.

Menunggu Raina makan. Itu adalah aktivitas yang membosankan. Dan aku adalah orang yang paling tidak suka dengan hal yang membosankan. Jadi aku bingung harus melakukan apa untuk membuang rasa bosan itu.

Pandanganku tertuju pada televisi. Benda itu seharusnya bisa menampilkan sesuatu yang bisa menghilangkan rasa bosanku. Tetapi aku baru ingat, bahwa kebanyakan suara televisi di pagi hari kebanyakan berisi berita. Sebenarnya aku tidak masalah dengan sebuah berita. Tetapi kalau berita itu adalah berita yang memang penting. Bukan berita yang menceritakan tentang masalah atau pun kehidupan para aktris ataupun aktor televisi.

Karena aku tidak tau harus melakukan apa. Pandanganku pun kembali menatap ke arah Raina. Memastikan bahwa perempuan itu memakan makanannya dengan benar. Dan betapa terkejutnya aku saat melihat perempuan itu tertidur dengan kondisi kepala yang tergeletak di atas meja makan.

Tanpa pikir panjang, aku pun langsung berjalan ke arah meja makan. Mencoba membangunkan perempuan itu dengan cara menggoyangkan bagian tubuhnya. Dan seperti kebanyakan orang, perempuan itu memerlukan waktu yang cukup lama untuk membuka kembali matanya.

Saat mata perempuan itu sudah kembali terbuka, perempuan itu langsung bersandar pada punggung kursi sambil menatap piringnya yang masih dalam keadaan kosong.

"Aku lapar," ujarnya dengan wajah polos.

"Kalau lapar ngapain lo tadi tidur? Otak lo udah nggak bisa mikir dengan benar atau gimana?" tanyaku dengan perasaan kesal.

"Aku ngantuk."

Aku diam. Menanggapi kemalasan Raina hanya akan membuang energiku. Jadi aku pun memilih untuk mengambil nasi dan lauk pauk lalu menaruhnya ke atas piring Raina.

Hujan dan PeluknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang