Raina
Aku menatap Ayah dan Bunda dengan perasaan penasaran. Pasalnya malam ini, tiba-tiba kedua orang itu pulang ke rumah tanpa mengabari terlebih dahulu.
Dengan sebuah gelas berisi minuman di tanganku, aku pun berjalan menuju sofa yang ada di depan TV. Aku duduk di sofa itu sambil menatap kedua orang tuaku yang sedang sibuk menaruh barang bawaan mereka di ruang tengah.
"Ada acara apa? Kok tiba-tiba pulang?" tanyaku.
"Loh, emang Ayah nggak bilang ke Raina kalau mau pulang?" tanya Bunda sambil menatap ke arah Ayah.
"Emang belum, ya? Tapi seingat Ayah, Ayah udah bilang ke Calvin dan nyuruh dia ke sini," jawab Ayah dengan polosnya.
Aku terkadang bingung. Sebenarnya siapa anak di keluarga ini. Apakah memang aku atau Calvin? Karena setiap ada informasi, selalu saja Calvin yang lebih utama diberitahu. Padahal sudah jelas-jelas sekali informasi itu bersangkutan denganku. Jadi bagaimana bisa Ayahku itu memberitahu orang yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan informasi itu?
"Permisi. Kayaknya lagi sibuk, nih," ujar Calvin yang baru saja datang.
"Nah ini orangnya baru datang. Dari mana aja kamu? Kan Om tadi udah nyuruh kamu untuk ngasih tau Raina tentang kepulangan Om sama Tante," sahut Ayah saat mengetahui kedatangan Calvin.
"Calvin 'kan baru selesai jaga toko roti. Jadi sekarang baru sempat ke sini. Ya nggak ngira kalau Om sama Tante udah sampai duluan," balas Calvin.
"Udah-udah. Kenapa jadi debat coba? Oh, iya, Vin. Di dalam mobil ada koper warna biru. Ambil bawa sini. Isinya baju sama makanan untuk kamu sama Raina," ujar Bunda yang langsung dijawab anggukan oleh Calvin.
Calvin pun langsung pergi ke garasi untuk mengambil koper yang dimaksudkan oleh Bunda. Sedangkan aku masih setia menonton aktivitas Ayah dan Bunda. Aku sangat ingin membantu mereka. Tetapi rasa malas menghalangi keinginanku itu. Dan kalau pun aku memaksa membantu mereka, pasti aku hanya akan membuat mereka kerepotan. Jadi aku putuskan untuk tetap duduk santai di sofa.
Aku tersenyum kecil saat Calvin membawa koper yang dimaksudkan oleh Bunda. Calvin berjalan mendekat ke arahku sambil menarik koper itu. Saat sudah dekat, Calvin membuka koper itu, lalu melepaskan sebuah jajanan ke arahku.
"Tumben banget, pulang di akhir bulan kayak begini. Emangnya ada rencana apa?" tanya Calvin sambil duduk di sampingku.
"Apa kamu lupa, kalau besok lusa sudah Golden Week. Jadi kami pulang biar besok lusa kita bisa pergi liburan bersama," jawab Ayah tanpa memandang ke arah Calvin.
"Mau liburan ke mana emang, Yah?" tanyaku penasaran dengan destinasi yang akan kami kunjungi bulan depan.
"Rencananya sih keluar negeri. Kalau pun kamu mau yang di dalam negeri sih bisa aja, tapi harus merubah semua rencana yang ada dan mulai dari nol lagi," sahut Bunda.
"Luar negeri? Nggak buruk juga. Lagian aku sudah bosan. Jadi liburan ke luar negeri bisa bikin otakku jadi segar lagi," ujarku lalu memakan jajanan yang tadi diberikan oleh Calvin.
"Loh, kalian mau keluar negeri? Terus nih rumah siapa yang jaga?" tanya Calvin sambil membuka bungkus jajanan.
"Kalian? Maksud kamu itu kita kali. Kamu ikut sama kami," balas Ayah sambil menatap Calvin.
"Lah, Calvin mana bisa. Pas Golden Week, Calvin disuruh jaga toko roti yang ada di cabang lainnya. Jadi Calvin nggak bisa ikut," ujar Calvin dengan polosnya.
Ayah dan Bunda pun langsung menghentikan pekerjaan mereka. Menatap Calvin dengan tatapan serius. Seakan bertanya, apakah laki-laki itu bodoh? Kenapa bisa laki-laki itu menolak liburan gratis hanya karena sebuah pekerjaan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan dan Peluknya
Teen FictionSeandainya Raina tau waktu mereka bersama sangatlah sesingkat itu, pasti Raina akan menikmati waktunya bersama Calvin dengan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, sehingga otaknya penuh dengan kenangan-kenangan yang tak akan pernah bisa ia lupakan s...