Menurut perkiraan cuaca, hari ini akan menjadi cuaca yang sangat cerah seperti suasana hati Soka beberapa waktu lalu ketika berkencan dengan Renjana. Namun, siapa yang menyangka langit yang terang benderang menjadi gelap seketika. Tak mungkin karena perasaan hati Soka yang sedang kesal pada lelaki yang memboncengnya. Soka bukanlah pengendali cuaca."Langit, ngebut! Mau ujan," pinta Soka.
Gadis itu sedikit sensitif dengan air hujan. Bukan mencoba bersikap manja pada lelaki kurang ajar yang menyabotase kencannya, tapi tubuh Soka memang selemah itu pada air hujan. Padahal dulu waktu kecil ia tak begitu atau mungkin karena Ph air hujan tak seramah dulu.
"Lo pegangan aja kayak jijik gitu sama gue. Gimana mau ngebut. Kalo gue ngebut lo jatuh Asoka!" Apa pun keadaannya modus adalah yang paling utama.
"Aku udah pegangan nih!" Senyum Langit terkembang, meskipun penuh intrik dia akhirnya bisa membuat Soka memeluknya. Untuk sekarang dia melakukannya dengan sedikit kelicikan, tapi lain kali ia akan bisa membuat Soka memeluknya secara suka rela. Setidaknya biarkan Langit berharap.
"Langit! Ujan! Tepi-tepi!" Langit menuruti keinginan Soka, lagi pula terjebak hujan dengan Soka tak ada ruginya.
Soka turun lebih dulu dari motor kemudian duduk di emperan toko yang sudah tutup kemudian di susul Langit yang tak canggung untuk duduk di samping Soka. Sementara Soka sendiri sibuk membuka hpnya berniat memesan grabcar. Namun, baru saja jarinya menyentuh tombol di hpnya suara petir mengagetkannya hingga ponsel pintarnya terjatuh.
"Matiin hpnya kalo nggak mau kesamber petir."
"Nggak usah nga—Mama!" Petir seolah memberi peringatan pada Soka untuk mematikan ponselnya dan kini gadis itu benar mematikan ponselnya. Langit juga ikut mematikan ponselnya.
"Kalo aja kamu nggak maksa aku mending naik mobil Mas Ren!" Soka kesal pada Langit.
"Ye, gue nggak maksa. Lo yang suka rela milih gue." Soka kesal karena Langit benar. Ia yang mudah tergoda pada ucapan langit.
"Ya udah kamu cepet bilang apa yang Rumi omongin ke kamu!" suruh Soka dengan tangan yang memeluk dirinya sendiri. Dia alergi dingin dan hujan angin yang sedang terjadi cukup mengganggu.
"Sabar sih." Langit melepaskan jaketnya dan memakaikannya pada Soka. Setidaknya meskipun menyebalkan Langit memiliki sisi gentlemen.
"Makasih." Langit menahan tawanya melihat Soka yang berterima kasih, tapi dengan wajah kesal miliknya.
"Jadi, apa yang Rumi bilang ke kamu?" tanya Soka lagi dan entah kenapa Langit ingin terus menggoda gadis itu.
"Kok udah jadi? Kan baru mulai belum ada kesimpulan. Jangan jadi dong." Tangan Soka bergerak mencubit pinggang Langit. Lelaki itu lama-lama menjadi master menyebalkan.
"Ampun. Ampun Ka." Karena kegiatan penyiksaan yang dilakukan Soka tak berhenti begitu saja, Langit memegang tangan gadis itu.
"Tangan lo dingin bang—"
"Langit! Cepetan." Sepertinya Langit tak bisa bermain-main terlalu lama, gadis imut di sampingnya ini mungkin akan memukulnya jika ia terus menggodanya.
"Pas gue mau pulang dari kosan lo, Rumi tiba-tiba nyamperin gue." Ya, semuanya berawal dari ini hingga Langit berhasil membuat Soka memilihnya. Langit berbisik bahwa Rumi mengajak Langit bekerja sama. Dan, voila Soka terpancing.
"Terus?"
"Dia bilang dia tau kalo gue suka sama lo. Lo tau nggak?" tanya Langit, ia ingin tau apakah Soka tau.
"Emang kamu suka sama aku?" tanya Soka bertingkah seolah tak tau apa pun.
"Iya," jawab Langit, tapi Soka tak tau apakah Langit bercanda atau sedang bersungguh-sungguh.