Third wheel

419 112 41
                                    

Soka banyak menemui lelaki di luar sana, banyak diantaranya yang memiliki sikap baik dan lembut seperti Renjana. Hal itu kadang yang membuat Soka bertanya-tanya. Kenapa Soka memilih Renjana dibanding banyak lelaki itu?

Apa karena Renjana tampan? Soka rasa tidak, gadis itu sudah mendapatkan vaksin anti tampan setelah hidup bersama orang tampan selama 17 tahun.

Apa karena Renjana memperlakukannya dengan baik? Soka juga meragukan hal itu. Banyak di luar sana yang memperlakukan Soka dengan sangat baik. Seperti Pram misalnya.

Jika bukan kedua itu lalu apa? Apa yang membuat Soka tertarik? Apa karena rasa nyaman yang ditawarkan Renjana padanya? Soka belum bisa memastikan.

"Silahkan Mbak, Mas." Soka sedikit terkejut dengan kedatangan bubur pesanan mereka.

"Lagi mikir sesuatu?" tanya Renjana sambil memberikan sendok yang sudah ia lap pada Soka. Lelaki itu selalu memperhatikan setiap detail.

"Makasih." Renjana tersenyum kecil.

"You're welcome," katanya sambil terus memperhatikan wajah Soka.

"Ada yang aneh sama wajah aku?" tanya Soka.

"Nggak. Masih sama. Cantik." Soka rasanya ingin membalik meja karena pujian dari Renjana yang kini dengan santai mulai makan.

"Oh," gumam Soka begitu mendapat telpon dari mamanya.

"Aku angkat telpon dulu ya Mas." Soka meminta ijin pada Renjana untuk mengangkat telpon yang tentu saja lelaki itu akan mengijinkannya. Lagi pula Soka tetap berada di depannya tak pergi darinya.

Layaknya percakapan antara ibu dan anak yang sedang diperantauan, mama Soka hanya menanyakan keadaan Soka, mulai dari kesehatan, kuliah, keuangan sampai ke masalah asmara yang dijawab Soka dengan jawaban diplomatis. Tak mungkin juga Soka mengatakan bahwa ia sudah berhasil mengajak jalan gebetan bisa habis harva diri Soka, padahal pembicaraan Soka dan mamanya menggunakan bahasa jawa krama yang tentu sulit dimengerti oleh anak betawi.

"Udah?" tanya Renjana dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya ketika berhadapan dengan Soka.

"Udah." Soka kini mulai memegang sendoknya sebelum mulai adegan makan.

"Soka," panggil Renjana.

"Dalem? Ah maaf abis ngomong sama Mama jadi kebawa bahasa jawanya." Soka merasa tak enak.

"Dalem artinya apa?" tanya Renjana penasaran karena sejauh ini bahasa jawa yang diajarkan Randy—teman kuliah asal semarang—hanyalah asu, ndes dan mangan mas.

"Itu kayak iya, tapi cuma dipake pas dipanggil orang. Jadi, kalo ada yang manggil baru jawab dalem."

"Oke paham. Coba kamu panggil aku."

"Mau nyoba?" tanya Soka dengan tawa kecil, merasa lucu dengan permintaan Renjana.

"Iya."

"Mas Ren," panggil Soka dengan suara lembutnya.

"Dalem, Dek Soka." Soka menahan diri untuk tak tersenyum, rasanya seperti dipanggil suami sendiri.

"Bener gitu?" tanya Renjana.

"Iya bener." Senyum bangga Renjana terkembang seolah dia baru saja menjadi master dalam mengatakan "dalem".

"Kamu sering ngomong bahasa jawa ke mama kamu?" tanya Renjana penasaran.

"Iya. Bahkan aku sering remidi ngomong bahasa jawa kalo sama Mama. Tata bahasanya harus bener." Renjana mengangguk, dia sedikit paham karena awal Soka datang ke Jakarta dan menjadi anak kos ibunya dia mendengar bahwa ibu Soka adalah guru bahasa jawa.

"Kalo gitu kamu mau nggak ajarin aku bahasa jawa?" Alis Soka naik sebelah. Ia penasaran kenapa Renjana tiba-tiba ingin belajar bahasa Jawa.

"Kenapa? Kenapa Mas tiba-tiba pengen belajar bahasa jawa?"

"Karena calon mertua aku jago bahasa jawa." Soka mencerna ucapan Renjana, dan pemikiran bahwa Renjana mungkin merujuk pada orang tua Soka yang mana artinya Renjana sedang memberikan lampu  hijau padanya.

"Soka, kamu mau kan?" Tentu saja Soka mau mengajari calon suami untuk belajar bahasa jawa.

-o0o-

"Panas ya?" tanya Renjana pada Soka yang mulai mengernyit saat melihat ke arah langit yang panas.

"Iya. Sayang banget tadi lupa nggak bawa topi." Soka mengeluh karena melupakan topi. Ia terlalu semangat dengan kata date dengan Renjana dan melupakan fakta bahwa mereka akan bermain layangan.

"Eh." Tangan besar Renjana memayungi kepala Soka agar tak langsung terkena sengatan sinar matahari.

"Masih panas?" tanya Renjana tak paham bahwa Soka sekatang sedang senam janting.

"Nggak terlalu, tapi Mas nggak capek? Lagian layangan Mas bisa putus kalo ditinggal gitu aja." Soka merasa tak enak walaupun dalam hati sedang berguna-guna.

"It's okay." Renjana bisa mencium aroma mawar dari rambut Soka. Jika saja ia tak punya pengendalian diri mungkin dia sudah mencium langsung ubun-ubun Soka.

"Mas, layangannya oleng. Ini gimana?" Layangan biru milik Soka mulai oleng berkat angin yang datang tanpa diundang membuat sang pemilik panik.

"Tenang aja." Renjana memang menyuruh tenang dan harusnya Soka juga tenang karena tangan Renjana mampu membuat layangan itu tak oleng. Namun, jantung Soka tak bosa tenang karena secara tak langsung dia berada di kungkungan Renjana yang kini juga ikut memegang benang layangannya. Bahkan mungkin orang lain akan berpikir bahwa Renjana sedang memeluk Soka dari belakang.

"Kalo layangannya kayak gitu lagi, tarik aja. Anginnya lumayan kenceng tadi." Soka tak bisa berpikir tentang layangan ketika harum sandalwood khas Renjana begitu dekat dengannya, hingga—

"Panas, pake topi." Langit datang dan tanpa ragu memakaikan topi pada kepala Soka.

"What are you doing here?" tanya Soka kaget, sementara Renjana mundur dari posisinya yang terlalu dekat dengan Soka.

"Gue tadi bikin konten, terus liat lo ya gue samperin." Bohong Langit, dia bahkan tak membawa kamera apa pun.

"Ngapain di samperin? Kita nggak kenal." Renjana agak bingung dengan hubungan Langit dan Soka. Jika Soka mengatakan tak kenal kenapa keduanya tampak begitu akrab.

"Gitu amat lo sama gue. BTW lo nggak mau ngenalin gue ke dia?" tanya Langit sambil menolehkan kepalanya pada Renjana yang tersenyum kikuk.

"Hai, gue Langit." Langit dengan inisiatif penuh mengajak Renjana berkenalan.

"Renjana." Beruntung Renjana adalah lelaki baik yang mau membalas uluran tangan Langit.

"Jangan deket-deket sama dia Mas. Dia nggak beres orangnya," bisik Soka pada Renjana.

"Gue bisa denger lo Soka," sergah Langit.

"Oh nggak apa-apa bukan rahasia juga." Langit melotot tak terima.

"Udah sore, pulang yuk Ka." Renjana sebisa mungkin menghindarkan interaksi antara Soka dan Langit.

"Ayo." Soka dengan senang hati menerima ajakan Renjana bahkan kini dia dengan sedikit tergesa-gesa mulai menarik layangan agar segera turun demi cepat-cepat pulang.

"Soka pulang sama gue." Ucapan Langit membuat Renjana dan Soka kaget terutama Soka. Gadis itu tahu bahwa Langit suka menggoda anak perempuan, tapi ia tak pernah melihat Langit menggoda pacar orang. Tunggu, Soka bukan pacar orang.

"Soka berangkat sama aku, jadi pulangnya sama aku." Soka mengangguk, tapi Langit belum menyerah. Dia mendekati Soka dan membisikan sesuatu yang lelaki itu harap akan membuat Soka memilihnya.

"Gimana? Pulang sama gue apa masih sana dia?" tanya Langit dengan penuh percaya diri.

"Soka, kamu pulang bareng siapa?" Jika begini Soka ingin melebur bersama Senja saja.

-o0o-

Kira-kira apa yang dibisikin Langit ya?

Terus siapa yang bakal dipilih Soka buat pulang bareng?

Girl Like HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang