[ 11] Bolos Demi Raffa

71 71 33
                                    

                                   ***
                  { Bolos Demi Raffa }
                          ***
(●’3)♡(ε'●) Happy Reading (●’3)♡(ε'●)


"Yah lepas!" bentak Rissa melepaskan tangannya dari tangan Azka.

"Rissa, Sayang. Kamu dari mana aja,  sih? Ibu khawatir tau nggak?” ujar Micha.

"Emangnya, Ibu beneran khawatir sama Rissa? Rissa nggak percaya!"

"Sayang, kok kamu ngomong gitu, sih?"

"Ibu tau nggak tadi Ayah bentak-bentak Rissa terus ditarik. Rissa, ‘kan nggak suka," ucap Rissa kesal.

"Kamu yang bandel. Makannya Ayah gituin kamu biar kamu tau rasa," ucap Azka. Rissa melirik ke arah Azka. Ia menatap kesal Azka.

"Rissa nggak betah di sini. Lebih baik Rissa susul Kak Dilan ke Korea," ujar Rissa  sambil beranjak pergi.

"Rissa!" teriak Micha ketika melihat Rissa pergi ke kamarnya.

"Udah, Bu. Biarin aja biar dia lebih mandiri. Ayah yakin Rissa nggak akan pergi dia ‘kan manja. Nggak bisa  tanpa kita," sahut Azka santai. Micha menatap kesal ke arah Azka.

"Ini semua gara-gara Ayah,” ucap Micha langsung beranjak ke kamar Rissa.

Tok! Tok!

"Rissa, Sayang! Buka pintunya, Ibu mau bicara sama kamu!" teriak Micha dari luar pintu kamar Rissa.

"Nggak Bu! Rissa nggak mau. Biarin aja biar  Rissa mati di sini," balas Rissa dari dalam kamar.

“Rissa,” gumam Micha kecil.

***

Keesokannya, Rissa  kembali sekolah. Ia  berjalan menuju kantin untuk sarapan karena ia tak berani sarapan di rumah.

"Rissa!” panggil seorang gadis berjalan menghampirinya.

"Fany, ada apa?" tanya Rissa sambil menoleh ke arah Fany.

"Kamu mau ke kantin yah?"

"Iya. Kamu mau ikut?" tanya Rissa.

"Iya aku ikut bolehkan?"

"Boleh! Ayo."

"Riss, tunggu!” panggil Reno sambil  berlari menghampiri Rissa dan Fany.

"Apa lo? Mau ngerayu lagi?!” ketus Rissa.

"Lo mau bantuin gue nggak?” tanya Reno.

"Bantuin apa, sih?" tanya Rissa bingung.

"Lo bisa nggak ikut gue pulang sekarang?"

"Ke mana?" tanya Rissa.

"Ke rumah gue  lah. Raffa lagi sakit. Dia ngigau, panggil-panggil nama lo," ujar Reno.

"Tapi masa iya kita bolos?"

"Nggak pa-pa lah sekali-kali. Apa susahnya coba?" balas Reno.

"Tapi...."

"Pleasse, gue mohon. Kasihan Raffa dia nggak ada yang ngurusin. Orang tuanya ‘kan sibuk kerja di luar negri. Pleasse, gue mohon."

"Yaudah deh, di mana alamatnya?" tanya Rissa.

"Nanti gue kirim di  WhatsAapp,” balas Reno.

"Tapi janji ya, lo bakal izinin gue ke guru?” tanya Rissa.

"Oke sip!" ujar Reno. Rissa pun  mulai pergi dari hadapan Reno dan Fany.

"Ehemm.” Deheman Reno membuat Fany melirik ke arahnya. "Kamu mau ke kantin nggak? Kalau mau kita barengan," ujar Reno dengan gaya Playboy-nya. Fany  mengangguk, setelah itu mereka berdua pergi ke kantin.

***

Tok! Tok!

"Permisi!”  seru Rissa sambil mengetuk pintu rumah Raffa. Namun, tidak ada siapa pun yang membuka pintu.

"Oh ya. Raffa ‘kan lagi sakit. Jadi, ngak ada yang buka pintu. Kira-kira pintunya di kunci nggak ya?" Rissa mencoba membuka pintu. Ternyata pintunya tidak di kunci.

"Maaf ya, Raff. Aku masuk, nih.” Rissa  melangkah masuk ke rumah tersebut.

"Lah di mana kamarnya coba?" Rissa terus berkeliling mencari kamar Raffa.

"Mungkin yang itu.” Rissa  mencoba salah satu  membuka pintu kamar. Ternyata itu bukan lah kamar Raffa.

"Issh ... ni rumah besar amat, sih. Sampai-sampai gue susah cari kamar Raffa!” ketus Rissa kerena merasa kesal.

"Permisi kamu siapa?” tanya seorang gadis yang melihat Rissa berada di dalam rumah Raffa.

"Eh. Maaf saya temennya Raffa. Kamu siapa?" tanya Rissa.

"Kenalin namaku Shera pembantu di rumah ini," ujar Shera sambil mengulurkan tangannya.

"Oh. Aku Rissa Kamu sendiri jadi pembantu di sini?”

"Enggak, kok sama ibu. Kebetulan ibuku lagi ke pasar.”

"Oh, kamu tau di mana kamar Raffa?" tanya Rissa.

"Di sana," ucap Shera sambil  menunjukan kamar Raffa.

"Makasih ya.”

"Ya sama-sama.” Setelah itu Rissa segera melangkah menuju kamar Raffa.

Cklek! Rissa perlahan  membuka pintu kamar. Tampak Raffa tengah tidur di selimuti oleh selimut tebal. Rissa segera  melangkah mendekati Raffa.

"Kasian si, Playboy. Bisa juga dia sakit," ucap Rissa duduk di ranjang samping Raffa. Entah kenapa ia merasa sedih melihat Raffa yang sedang berbaring dengan wajah pucat.

"Riss! Rissa!”

"Dia ngigau lagi," ucap Rissa. Setelah itu, ia mengambil kompres dan mengompres Raffa.

"Dia sepertinya dekat sama Den Raffa," gumam Shera  dari kejauhan. Ia mengintip Rissa yang sedang mengompres Raffa. Tidak lama setelah Rissa mengompres Raffa. Akhirnya, Raffa sadar. Perlahan ia membuka matanya.

"Rissa," ucap Raffa kecil ketika melihat Rissa berada di sampingnya.
"Raff? Syukur deh, kamu udah sadar," ujar Rissa.

"Kamu nggak sekolah?”

"Nggak, aku baru selesai ngompres kamu. Gimana sekarang apa kamu udah mendingan?" tanya Rissa.

"Udah, kok. Kalau kamu yang ngompres aku pasti langsung sembuh," jawab Raffa.

"Mulai deh."

"Ternyata kamu mulai peduli sama Cowok Playboy ini," ujar Raffa sambil tersenyum ke arah Rissa.

"Apaan, sih?” ujar Rissa ketus sambil mengalihkan pandangannya.

"Kalo cinta bilang aja jangan malu-malu," ujar Raffa. Rissa berdecak kesal. "Iya aku cinta sama kamu...." sambung Rissa.

"Beneran kamu cinta sama aku?" tanya Raffa penuh dengan harapan.

"Iya aku cinta. Tapi, cinta dari Hongkong," ujar Rissa tertawa puas.

"Kirain beneran," ujar Raffa kecewa.
"Karna lo sudah sadar. Gue mau pulang ini udah siang kayanya."

Tiba-tiba Raffa meringis sambil memegangi kepalanya. Rissa yang hendak keluar menjadi terhenti kerena melihat Raffa yang sedang memegang kepalanya.

"Lo kenapa lagi?" tanya Rissa.

"Kepala gue pusing,” jawab Raffa.

"Lo jangan bohong ya."

"Nggak gue beneran."

"Yaudah lo minum obat aja. Nih, obatnya," ujar Rissa memberikan sebuah obat. Setelah itu Raffa langsung meminumnya.

Cklek!

"Permisi, Den, Ini saya bawakan bubur. Den Raffa  harus makan dulu biar cepet sembuh," ujar Shera sambil membawakan semangkuk bubur dan segelas air putih.

"Yaudah sini," ujar Raffa.

"Nggak apa-apa, Den. Biar saya saja yang nyuapin  ‘kan lagi sakit," ujar Shera.

"Nggak usah lagian ada pacar gue di sini. Biar dia yang nyuapin gue. Lo sana gih kerjakan pekerjaan yang lain," ujar Raffa.

"Yaudah, Den. Saya pamit," ujar Shera sambil melangkah pergi dari kamar Raffa.

"Huh ... ngapain lo bilang kalo gue pacar lo?!” ketus Rissa.

"Ya ‘kan kamu calon pacarnya Raffa Wiliam yang tampan dan keren,” ujar Raffa pecara diri.

"Dihh ...  kepedean siapa juga yang mau jadi pacar playboy cap gorengan kayak lu?!”

"Jangan terlalu benci sama orang nanti ujung-ujungnya cinta," ujar Raffa.

"Huuu males gue cinta sama lo. Kalau  ngayal jangan ketinggian entar jatuh sakit lagi," ujar Rissa. Raffa hanya tersenyum menanggapi ucapan Rissa.

"Ngapain lo senyum?!" ketus Rissa.
"Engak. Gue cuman nggak nyangka aja ternyata lo itu jahat," ujar Raffa.

"Hah?! Maksud lo?"

"Ya, lo jahat karna udah nyuri hati gue.”

"Kriuk! Kriuk! Garing tau gak!" ujar Rissa sambil tertawa puas.

"Dah yah gue pulang," ujar Rissa melangkah pergi.

*"* To be Continued *"*


    


Lika-liku Cinta ( Sudah Terbit ✔️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang