10 - Malam

16.5K 1.3K 142
                                    

Jevano baru saja sampai pada rumahnya yang disambut oleh canda tawa dari anggota keluarganya. Senyum Jevano mengembang saat melihat keluarganya dalam kondisi baik-baik saja sekarang, bahkan hingga membuat Jevano melupakan kejadian yang baru saja terjadi beberapa saat lalu.

"Eh anak Bubu udah pulang ternyata. Kenapa diem di situ? Langsung mandi sana, biar bisa makan malem bareng." Ujar Theo yang diangguki oleh Jevano.

"Yaudah, Jevan mandi dulu, nanti kalo udah selesai ikut gabung kalian."

Pemuda berstatus pelajar itu langsung pergi menuju kamarnya dan bersiap untuk mandi.

Karena tubuhnya terasa panas, Jevano memutuskan untuk tidak menggunakan air hangat. Ya, walaupun cuaca saat ini sedang gencar musim dingin, tetapi Jevano tetap memaksa untuk mandi menggunakan shower agar terasa lebih segar setelahnya.

Saat pakaiannya sudah terlepas sepenuhnya, Jevano menikmati acara mandinya dengan tubuh yang terguyur air dingin dari shower. Jantungnya berdebar lebih cepat saat dirinya membayangkan ekspresi kecewa dari anggota keluarganya nanti jika ia memberi tahu tentang ucapan yang dokter sampaikan padanya tadi.

Tuhan memenuhi satu permintaannya agar hidupnya lebih berarti jika berkumpul bersama keluarganya kembali. Namun ia juga merusak semuanya. Bagus, saat ini dirinya benar-benar tidak berguna.

"Jevano bodoh, goblok, tolol!" Ucap Jevano lirih. Tangannya ia gunakan untuk memukul-mukul kepalanya cukup keras sebagai tanda kekecewaan atas perbuatannya.

Dadanya terasa sesak, Jevano tidak bisa menahan tangisnya sekarang.

"Stupid! You're fucking stupid!"

Tok!
Tok!

"Nak, belum selesai mandinya? Udah hampir satu jam kok belum keluar juga? Kamu baik-baik aja kan?"

Suara berat yang dimiliki oleh kepala keluarga Hartawan kini memecah fokus Jevano yang sedari tadi hanya mengguyur tubuhnya dengar air. Ia bahkan belum menyelesaikan ritual mandinya. Jangan heran jika esok hari ia akan terserang demam.

"Jevano gapapa kok, Dad. Emang lagi pengen aja guyur-guyuran pake shower jadinya lama." Jawab Jevano dari dalam kamar mandi.

"Cepetan mandinya, Daddy, Bubu, sama Marka udah laper nungguin kamu ini."

"Sebentar lagi Jevan selesai kok, Dad."

Dirasa Daddynya sudah pergi, Jevano melirik pantulan dirinya pada cermin, betapa berantakan dirinya.

"Gak ada lagi perbuatan gegabah, Jevan. Jangan sampe lo nyesel buat kedua kalinya. Lo harus tanggung jawab atas ulah lo sendiri. Bagaimana pun juga disini bukan cuma lo aja yang stress, tapi lo juga udah rusak masa depan anak orang, dan bahkan bisa aja psikis mental Naren terganggu gara-gara lo.

Iya, lo bener, lo harus tanggung jawab. Langkah pertama lo harus pikirin gimana caranya bilang ke orang tua lo buat secepatnya nikahin Naren. Lo harus terima konsekuensi dapet gebukan dari Daddy. Gapapa bonyok dikit, lo gak tau gimana rasanya di posisi Naren, mungkin aja dia bisa di musuhin sama tetangga-tetangganya kan?" Ucap Jevano pada wujud cerminannya pada kaca.

Setelah dirasa dirinya sudah merasa tenang dan bisa mengendalikan emosinya kembali, Jevano pun menyelesaikan ritual mandinya dan cepat-cepat keluar untuk turut serta makan malam bersama keluarganya.



'Iya, kamu punya rahim, dan sekarang kamu dinyatakan sedang mengandung janin berusia satu minggu, Naren.'

Naren termenung, pandangannya benar-benar kosong dan pikirannya hanya tertuju pada perkataan dokter yang memeriksanya sore tadi. Sampai-sampai ia pun juga tidak menyadari seluruh anggota keluarganya menatap Naren dengan penuh tanya, apalagi ekspresi Daddy Yudha yang duduk tepat di samping Naren.

Crazy Challenge || NOMIN [End] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang