21 - Pisah

13.2K 1K 75
                                    

Suara nada dering serta getaran lembut dari handphone Jevano membangunkan pemuda tersebut untuk mengangkat panggilan dari Jessica. Hari masih sangat pagi, hawa dingin dan juga cahaya redup dari lampu kamar hotelnya menghiasi pagi pemuda itu. Jevano mendecak kesal karena mendapat panggilan telepon dipukul 5 pagi hingga mengganggu aktivitas tidur seraya memeluk suaminya.

Matanya mencoba menyesuaikan cahaya layar handphone tersebut, lalu menekan ikon telepon dan digeser ke atas sebagai tanda ia ingin mengangkat telepon dari Jessica.

"Ganggu."

"Wedehhhh santai bos. Sorry kalo gue ganggu. Kata Erik, kesiswaan ngasih info bakal ada Olimpiade antar sekolah perjurusan. Anak IPA atau IPS yang udah dipilih buat seleksi wajib ikut. Nah, lo sama gue nih mewakili jurusan kepilih seleksi. Hari ini jam 5 sore kita disuruh hadir di aula sekolah, makanya gue mau ngajak lo pulang ntar siang."  Jelas Jessica dengan suara khas bangun tidur.

Jevano mendengus. Haruskah Jevano membatalkan acara jalan-jalannya dengan Naren hari ini? Jevano yakin Naren akan kecewa jika mendengar hal menyebalkan tersebut.

"Wajib banget? Gue pengen skip. Ga mungkin juga gue ninggalin Naren. Bisa ngamuk dia yang ada."

"Ga bisa skip. Soalnya lo aset sekolah. Penerus seorang Marka Adiputra. Bawa aja suami lo balik juga dah. Ini urusan sekolah bener - bener ga bisa skip. Lagian hadiahnya lumayan, Jev. Bakal ada dua piala emas asli sama uang 2 juta buat lo bawa pulang kalo lo juara satu. Kalo lo menang, uangnya bisa buat tambahan jajan Naren tanpa minta bokap lo."

"Ck! Ya udah ntar gue bilang dulu sama Bubu. Gue juga perlu diskusi sama Naren."

Tak lama setelah itu telepon pun terputus. Lenguhan kecil dari si manis terdengar, tetapi Jevano hanya cuek karena pusing meminta izin kepada kedua orang tuanya sepagi ini. Mau atau tidak mau Jevano harus pulang hari ini juga. Ia pikir hadiah tersebut juga lumayan untuk mendapat penghasilan dan jajan Naren, ya walaupun uangnya juga cukup untuk menafkahi Naren sih.

Jevano hendak bangkit untuk mandi. Namun, tiba-tiba saja langkahnya terhenti karena sebuah tangan mulus menarik jari jemari Jevano dengan lemas. Pemuda itu menoleh, melihat sosok manis yang terbaring seraya memejamkan mata dan mengerucutkan bibirnya lucu diam-diam melarangnya pergi.

"Hngg tadi siapa yang telfon?" Ujar Naren lemas.

"Jessica. Dia nyuruh gue pulang hari ini bareng dia ntar siang, soalnya sekolah daftarin gue seleksi olimpiade wakilin anak IPA kelas 12. Jam 5 sore disuruh kumpul di aula sekolah buat bimbingan seleksi. Lo mau ikut gue pulang apa mau gue tinggal?" Ucap Jevano pada poinnya.

Reflek Naren bangkit dengan cepat walau nyawanya belum kembali sempurna karena tidur semalaman. Wajahnya memandang marah pada suaminya itu hingga siap-siap ingin menyemprot segala kata kasar, tetapi kembali lagi, Naren ingat ia sedang hamil dan ia tidak ingin anaknya punya figur menyebalkan seperti Jevano.

"Sumpah ya, Jev. Kita baru nikah kemaren. Lo juga udah bilang udah ambil izin buat libur 2 Minggu. Maksa amat sekolah buat lo masuk anjir. Sepenting itukah lo sampe-sampe sekolah ga punya orang lain buat gantiin lo ikut olimpiade? Gue bukannya mau larang atau apa, tapi lo ngertiin kondisi gue lah."

"Ya gue juga ga bisa nolak?! Gue udah konfirmasi soal surat izin gue seminggu lalu sama wali kelas. Gue juga udah chat kesiswaan buat cari pengganti gue. Tapi alasan mereka apa? Mereka bilang gue aset sekolah, penerus Marka Adiputra! Gue tau banyak list jadwal honey moon yang udah lo bikin, kita bisa lakuin itu lain waktu, Na. Ini urusan sekolah, poin prestasi yang gue dapet penting buat kelulusan gue nanti dan peluang buat dapet kampus favorit. Buat masa depan kita juga. Emang lo ga bangga punya suami berprestasi?"

Crazy Challenge || NOMIN [End] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang