"Nanti kalo Naren turun, jangan bahas soal kemarin ya? Kita hargai dia. Kita bantu dukung dia, bagaimana pun juga Naren itu anaknya paling lemah, walau luarnya dia urak-urakan, tapi aslinya dia gampang tersinggung terus berujung overthinking." Ujar Papa Winata. Keenam orang yang sedang melaksanakan sarapan di meja makan pada kediaman Maheswara harus mengangguk menyetujui perintah Winata.
Galih yang masih berkutat dengan handphonenya untuk memberi kabar tentang kondisi rumah Naren kepada Jevano pun harus menoleh kearah tangga. Terlihat Naren sedang menuruni tangga sembari menggunakan seragam sekolah beserta tasnya. Galih menatap mata kekasihnya, masih sangat terlihat rasa amarah pada mata Rendy.
Tangannya menggenggam tangan Rendy, lalu berbisik, "Kita udah sepakat tentang ini semalem kan? Papa kamu juga udah nyuruh buat lupain kejadian semalem." Ucap Galih.
"Tapi dia bohong sama aku, Ay! Aku gak suka. Aku marah banget sama dia." Jawab Rendy.
"Yaudah lupain aja, lagi juga kemarin Naren udah minta maaf ke kamu kan? Udahan marahnya ah."
Rendy menghembuskan nafasnya. Ia juga menyadari akan raut wajah Naren yang berantakan. Contohnya saja kantung matanya membengkak dan menghitam. Oh, jangan lupakan goresan pada bibir Naren juga, Rendy sangat hafal ulah adiknya itu kalau sedang merasa sedih. Kalau tidak memasukan benda tajam berukuran kecil ke dalam mulutnya, menghisapnya kuat-kuat sampai melukai lidah pemuda itu, ya dia akan menggigit bibirnya sampai berdarah.
Melihat kondisi adiknya, Rendy menjadi sedikit khawatir dan tersentuh untuk memendam amarahnya. Rendy jadi ikut merasakan betapa sedihnya Naren karena merasa bersalah tentang kasus ini.
"Kamu mau makan pake apa? Aku ambilin. Naren juga lo mau makan apa? Biar sekalian gue ambilin." Tanya Rendy pada Galih dan Naren.
"Pake soto aja ay, tapi ga usah pake bihun."
"Lagi ga ada mood makan nasi, mau makan apel aja."
Rendy pun langsung mengambil semangkuk kuah soto beserta isinya dan jangan lupakan nasi putih yang masih hangat. Setelah selesai mengambil makanan untuk Galih, Rendy beralih untuk memotong 3 buah apel menjadi potongan yang lebih kecil agar Naren tidak tersedak nantinya.
Acara sarapan pun dinikmati dengan hikmat. Tidak bertahan lama, Yudha bersuara hingga membuat beberapa orang di sana cukup merinding mendengar tuturan katanya.
"Minggu depan kamu homeschooling, Na. Om Jeff udah siapin rumah buat kamu sama Jevano nanti kalo udah nikah. Hari Minggu kamu ke sana sama Jevano, kamu liat-liat desain rumahnya suka apa nggak. Kalo nggak, bilang ke Daddy, biar Daddy cariin rumah yang lain."
Shit, homeschooling?
Jadi Naren benar-benar akan kehilangan kesenangan pada masa mudanya? Naren harus bersembunyi dari teman-temannya dan juga ia harus fokus mengurus bayi serta Jevano saja? Sial, sial, sial!
Naren tidak mungkin memberitahu hal ini pada sahabatnya karena pasti ia akan mengecewakan beberapa orang terdekatnya lagi. Ia tidak mau Jessica atau Haekal akan merasa kecewa jika mengetahui hal ini.
Naren tidak bisa membayangkan bagaimana masa depannya nanti. Penampilan Naren yang sekarang dan di masa depan pasti sangat berbeda. Apalagi pernikahan ini tidak berlandaskan rasa cinta sama sekali. Bagaimana jika Jevano hanya bertanggung jawab di awal saja dan meninggalkannya di detik-detik ingin melahirkan?
Pikiran Naren berkecamuk ribut. Kepalanya jadi pusing.
"Na? Kok diem aja?"
Lamunan Naren tersadar saat Daddy kembali memanggil namanya. Deran yang melihat itu sangat paham sehingga ia memindah kursi makannya di sebelah Naren dan menyuruh Andika untuk bergeser.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Challenge || NOMIN [End] ✓
Fiksi Penggemar⚠️MATURE STORY⚠️ Local Story Jevano dan Naren adalah sepasang musuh bebuyutan. Sifatnya yang bertolak belakang mengundang pandangan sengit di antara mereka. Pada akhirnya, keduanya sepakat untuk mengakhiri permusuhannya dengan cara memainkan permai...