Hi-!!
Call me 'Iya'♡
Happy Reading....._____
Seorang gadis tengah terisak di kamarnya. Air matanya seakan berhamburan keluar seperti tak ada yang mencegahnya. Jangan tanyakan kondisi wajahnya, yang pasti sangat jelek. Apalagi dengan mata sembab, hidung berair dan wajah yang memerah.Lea, gadis itu masih menangis. Sengaja ia memendam tangisannya di bantal birunya, agar tangisannya tidak terdengar. Pikirannya kembali melayang kejadian yang dimana sang Papah tidak ingin mengakui kalau ia anaknya.
Menyakitkan bukan kalau orang yang kita sayangi berbicara seperti itu? Jika ditanya apakah ia kecewa? Maka jawabannya iya. Memang, sedari dulu sang Papah selalu kasar padanya. Pukulan yang diberikan oleh pria itu seakan sudah terbiasa untuknya. Tapi tak pernah sama sekali Pria itu berbicara kasar seperti tadi.
Memang benar, terkadang ucapan dari orang terdekat yang paling menyakiti. Jangan tanyakan perasaan nya saat ini, yang pastinya sangat sakit. Bahkan pukulan itu tidak terasa apa-apa, tapi ucapan pria itu seakan seperti pedang api yang menghunus relung hatinya.
Setelah puas menangis. Lea jatuh tertidur di bantal yang basah akibat air matanya sendiri.
••🍌🍌🍌••
Sinar matahari masuk melalui celah-celah jendela yang membuat sang empu pemilik kamar terganggu. Mata gadis itu mengerjab, rasanya matanya itu seakan tidak bisa terbuka. Mungkin karena semalaman menangis.
Dengan wajah mata sembab, hidung merah, dan rambut yang berantakan. Semakin terlihat mengenaskan, bahkan ia belum mengganti bajunya dari kemarin. Jangankan ganti baju, mandi saja belum.
Seakan masa bodo dengan penampilannya, ia mulai berjalan keluar kamar dan menuruni tangga untuk ke dapur. Tangannya berpegangan pada tembok saat hendak melewati ruang keluarga, dan! Alangkah terkejutnya ia melihat dua orang pria serta satu orang wanita yang tengah duduk bersama dengan kedua orangtuanya.
Matanya membulat! Itu Leo. Untuk apa cowok itu berada di rumahnya pagi-pagi seperti ini? Dan untuk apa juga cowok itu datang bersama kedua orangtuanya?
Lea, gadis itu hendak pergi menuju kamarnya kembali. Tapi tak berselang lama tangannya ditarik oleh seorang cewek berambut hitam legam. Cewek itu Rachel Weisz Ryszad, adiknya.
"Sini Lo!" Ujar Rachel sembari menarik tangan Lea menuju ruang keluarga.
Kompak saja seluruh orang yang berada di ruang keluarga melihat keduanya, em mungkin lebih mengarah ke Lea yang tengah tersenyum kaku.
Lea hanya tersenyum kaku atau lebih tepatnya terpaksa. Duh! Hancur sudah reputasi nya mana sekarang penampilan nya jauh dari kata sempurna. Apalagi dengan wajahnya ini, jangan lupakan juga dengan hidungnya yang sudah mengeluarkan cairan akibat semalaman menangis.
Hans mendekat kearah dirinya yang masih berdiri di tembok pemisah antar ruang keluarga dan dapur bersih. "Ganti baju kamu, jangan malu-maluin Papah!" ucapnya seakan memerintah. "Rachel, antar kakakmu itu."
Rachel mengangguk, gadis itu menarik lengan sang kakak menuju kamar. "Ganti baju yang bagus, jangan malu-maluin Papah sama Mama."
Lea hanya mendengus, tanpa berkata lagi ia mulai masuk kedalam kamar mandi dengan wajah ditekuk. Tak berselang lama ia keluar dengan handuk putih yang membungkus tubuhnya yang polos.
Di tangannya sudah memegang satu setel baju yang akan ia pakai sekarang, setelah di rasa tak ada yang kurang ia mulai masuk kembali kedalam walk in closet.
Setelah di rasa cukup Lea keluar dan kakinya melangkah kearah cermin besar yang ada di kamarnya.
"Lo dekil banget sih?" sarkas Rachel keras. Kalau di bandingkan dengan Rachel, jelas ia kalah karena hobi cewek itu berdandan.
Lagi-lagi Lea hanya mendengus mendengarnya.
Tangan putih Rachel menarik tangan sang kakak dan mendudukkan tubuh kakaknya di kursi rias. Ia mulai menempelkan wajah Lea dengan bedak padat ditangannya.
Lea memalingkan wajahnya saat tangan Rachel ingin menempelkan blush on ke wajahnya. "Gue gak mau pake itu!" tolaknya sarkas.
Rachel mendengus. "Udah deh diem aja! Kan tadi gue udah bilang jangan malu-maluin Papah, seharusnya lo terima kasih sama gue karena gue udah makeup in lo," sahutnya.
Pasrah, itulah yang Lea lakukan. Pasrah saat wajahnya sudah ditempeli oleh makeup tebal oleh sang adik. Matanya tak berhenti menatap cermin yang berada digenggaman nya. Ha, ia rasa wajahnya sudah seperti badut atau ondel-ondel.
"Nah, kalo gini kan cakep. Jadi gak bakal malu-maluin Papah,"
••🍌🍌🍌••
"Kedatangan saya disini ingin mewakili anak saya untuk melamar putri bapak yang bernama Lea," tutur Reno lembut.
Sontak saja tubuh seorang gadis tiba-tiba membeku seperti disiram air es yang sangat banyak. Gadis itu menggeleng, mungkin saja ia salah dengar.
"Maksudnya apa?" tanya gadis itu dengan suara pelan namun mampu didengar seluruh orang di ruang keluarga ini.
Semua pasang mata menatap kearah seorang gadis berbaju biru. Gadis itu ternyata Lea, tanpa berkata lagi Lea berjalan mendekat kearah mereka.
"Maksudnya apa? Coba jelasin!" gertak Lea kencang yang dihadiahi tatapan mematikan dari sang Papah.
"Lea sini duduk," ujar Tania lembut sambil menepuk kursi di sebelah kirinya, karena di sebelah kanan ada Rachel.
"Lea gak mau!" percayalah saat ini perasaannya sedang tak karuan, tanpa banyak bicara Lea hendak melangkah namun tangannya ditarik oleh sang Papah dan memaksanya duduk.
"Atas kejadian tidak mengenakan tempo hari, saya berniat mewakili anak saya untuk melamar putri bapak agar tidak menimbulkan fitnah," kata Reno memperjelas.
"Tapi Om-" baru saja ia membuka mulutnya tapi sudah di selah oleh Hans.
"Saya setuju, dari pada menimbulkan fitnah lebih baik kita nikahkan mereka," ujar Hans dengan suara dingin.
Jangan tanyakan ekspresi Lea. Gadis itu melotot dengan kedua tangan terkepal erat, wajahnya yang sudah di polesi oleh makeup tidak menutupi wajah kekagetannya ini. Gadis itu mendengus,bahkan Papahnya sampai terhasut omongan Pak RT sialan itu!
"Tapi Pa..." jelas Lea sambil memegang tangan besar sang Papa agar tidak menyetujui lamaran mendadak ini.
Hans menoleh. "Lea dengarkan Papa! Setuju atau tidak setuju Papa akan tetap menikahkan kalian!" katanya tidak ingin dibantah sedikitpun.
Lea menggeleng sampai kapanpun ia tak akan mau menikah dengan cowok modelan seperti Leo. Entah kesialan apa yang akan terjadi kalau ia menikah dengan cowok seperti Leo. Sudah menyebalkan,mengesalkan pula, jangan lupakan juga wajah datar nya yang membuat dirinya ingin mencakar-cakar wajah sok cool cowok itu.
"Jangan membantah! Keputusan Papa sudah bulat!"
Lea mendengus Papa ini sangat keras kepala padahal sudah ia jelaskan berkali-kali ia tidak melakukan apapun dengan cowok itu. Matanya berkeliaran hingga menangkap seorang cowok berbaju hitam, itu Leo. Ia menghela nafasnya kalau sudah seperti ini ia tak bisa lagi mengelak, mungkin ia harus pasrah menikah dengan cowok berbaju hitam itu.
••🍌🍌🍌••
Seorang cowok tengah merenung di balkon kamarnya, pikirannya kembali melayang-layang kejadian tadi. Ia menghela nafasnya, entah ia harus menerima atau menolak pernikahan ini.
Kalau ia menolak pasti Papa nya itu akan semakin bersikeras untuk melanjutkan pernikahan ini. Kalau bisa diberikan pilihan maka ia akan memilih membatalkan pernikahan ini.
"Aaarrghhhhh..."
Leo, cowok itu mengacak-acak rambutnya frustasi memikirkan masalah ini. Huh lebih baik ia tidur saja, tidak perduli jam baru menunjukkan pukul sepuluh.
><><><
TBC...
Smoga sukak hehe<3
Jnlp tekan vote😖🙏🏻Byee...
📍Jawa Barat, Indonesia♡
KAMU SEDANG MEMBACA
DOUBLE L [Dalam Proses]
Teen Fiction"Kita nikahkan saja mereka," Bagaikan disambar petir disiang bolong, mata Lea terbelalak, menikah? What. Lea menggeleng, gila saja! Ia menikah dengan cowok dingin plus menyebalkan itu? "Saya gak mau pak nikah sama dia!" Kata Lea sembari menunjuk wa...