Ketika Mereka... You Know... (Part 1)

961 124 29
                                    

Author's Note:
Kali ini beneran... (Almost) NSFW...

***

Butuh berapa lama bagi Gilang dan Tama untuk akhirnya "do the deeds"?

Jawabannya: Setahun setelah mereka official.

Tepatnya kapan? Setelah Tama diterima bekerja di salah satu perusahaan swasta. Sebagai pacar idaman, tentu saja Gilang membuat selebrasi kecil-kecilan.

Dinner di Mulia. Menghadiahi Tama jam merk Tag Heuer (yang ori ya, bukan KW Ambas).

Awalnya, Gilang nggak kepikiran kalau hari itu adalah hari di mana dia akan say goodbye ke keperjakaannya.

Tama menanyakan sebuah pertanyaan yang muncul secara random saat mereka sedang menikmati syahdunya makan malam di Mulia: "Lang, kapan lu mau eksekusi gue?"

Sebuah pertanyaan yang sangat membagongkan.

Eksekusi katanya. Gilang sampai lupa ngunyah steak yang ada di mulut.

"Eksekusi banget, Tam?" Gilang memasang tampang cool.

Tama mengangkat bahu. "Eksekusi. Having sex. Meniduri. Menggagahi. Penetra—"

Gilang: "Stop! Stop! I get it! I will do you tonight. So, stop!"

Tama tertawa sementara wajah Gilang merah padam.

Change of plan: Instead of pulang ke kosan, Gilang malah buka kamar di Mulia.

***

Sekonyol-konyolnya mereka, sekoplak-koplaknya hubungan mereka, ketika dihadapkan pada urusan "ehem", mau tidak mau, salah tingkah juga.

Bukan berarti selama setahun mereka cuma pelukan. They've seen each other naked. They've jerked each other off. Giving each other head. Tapi tidak pernah sampai ke tahap akhir.

Jadi... setelah mandi, Tama cuma berdiri kagok di depan cermin kamar mandi, menggunakan bathrobe warna putih dan rambut basah habis keramas, bingung harus keluar sekarang atau tunggu dipanggil Gilang.

Satu menit... Dua menit... Di menit kelima, akhirnya Gilang masuk.

"Tam? Sudah selesai mandi?"

Tama menatap pantulan sosok Gilang di cermin. Pacar gue ganteng banget, batin Tama.

Gilang juga menggunakan bathrobe yang sama. Rambutnya juga sama-sama basah. Tanpa kacamata. Hidungnya mancung. Garis rahangnya tegas. Pas kuliah rambutnya sebahu, sejak bekerja jadi pendek dan rapi. Malah makin ganteng.

Tama berdeham.

Gilang menyadari betapa merahnya wajah Tama, dalam hati berkata: Yang grogi bukan lu doang, ini detak jantung gue udah kedengeran sampai kuping.

Sok cuek, Gilang mengambil handuk di gantungan dan menutupi kepala Tama.

"Mau keringin rambut dulu atau...?" tanya Gilang.

Atau... apa?

Mereka berdua mematung, saling tatap. Tama seperti kelinci lucu dengan handuk di kepala. Tanpa bisa ditahan, Gilang mencubit pipi kekasihnya.

"You're so cute when you're nervous," ujar Gilang.

"Ngomong ama kaca," sahut Tama.

Well... Okay, they're both cute when they're nervous (brb author mau tebalikin meja dulu nulis kelakuan orang berdua ini bisa bikin senewen).

Gilang tertawa renyah. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Tama, memperhatikan betapa panjangnya bulu mata Tama, betapa bangirnya hidung Tama, bahwa mata Tama ada semburat coklat, bahwa pipi Tama bersemu merah, dan bahwa bibir Tama penuh menggemaskan.

"I love you, Tam. Thank you for being my boyfriend," bisik Gilang sambil menempelkan dahinya ke dahi Tama.

Tama memejamkan mata. Ia mengalungkan lengannya ke leher Gilang. They fit each other perfectly. Seperti Tama menemukan the last missing puzzle of his life.

"I love you more, Gilang," balas Tama.

Mereka saling tatap, sebelum bibir mereka bertemu...

***

Author's Note:

Lanjut Part 2. Pemirsa yang budiman, mohon jangan marah. Udah 500 kata ini.

Let Us Tell You a StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang