Al menggerutu kesal di dalam hati melihat pemandangan didepannya. Bagaimana tidak Eci dan Bima asyik sendiri sejak tadi entah menceritakan hal apa Al sangat muak mendengarnya. Ia seperti orang bodoh duduk di bangku belakang seperti ini sekaligus merasa diabaikan. Ia kesal juga kenapa Eci tidak bilang sedari tadi jika ia sedang bersama Bima, jika tau seperti ini lebih baik ia memesan ojek online saja.
"Motor lo kenapa Al?" Tanya Bima yang membuatnya sedikit terkejut.
"Oh lagi gue servis. Sorry kalo gue ganggu kencan kalian" sebisa mungkin ia bersikap biasa saja saat ini walaupun didalam hatinya sudah begitu kesal dan ingin segera sampai ke apartemen.
"Santai, emang tadi gue mau nganterin Eci pulang abis dari rumah gue"
Mendengar hal itu makin membuat Al berdecak kesal. Berarti mereka baru saja dari rumah Bima. Ia tidak menyangka jika hubungan mereka sudah cukup jauh. Tidak mungkin jika Eci tidak bertemu dengan mamanya Bima tadi. Al yakin jika mereka pasti sudah akrab.
"Emang si Al tuh suka ngerepotin gini lo Bim, ini nggak sekali dua kali lo kayak gini" cibir Eci.
"Si Bima aja nggak masalah loh Ci yang mobilnya ngasih tumpangan. Sewot banget kamu"
"Ya sewotlah kamu tuh ngeganggu kencan kita tau gak"
Bima yang melihat kekesalan Eci tertawa, ia pun mengelus kepala Eci karena gemas lagi. Hal tersebut tidak terlepas dari pandangan Al yang makin panas. Bisa-bisanya mereka bertingkah seperti itu didepan matanya. Kalau saja gengsi nya tidak sebesar ini mungkin ia akan memilih turun daripada melihat hal seperti ini. Al pun bersyukur karena tak berselang lama akhirnya mereka sampai di apartemennya, membuatnya tidak harus duduk lebih lama di dalam sini.
"Thanks banget ya Bim. Kalian mau mampir dulu?" Jujur saja sebenarnya ia sangat malas berbasa basi seperti ini, hanya saja ia masih punya kewarasan untuk mengatakan terimakasih karena sudah diantar.
"Yoi, kita balik dulu"
Setelahnya Al bergegas masuk ke apartemen begitu mobil Bima melaju menjauh. Lagi-lagi ia menggerutu dalam langkahnya mengingat hal yang baru saja terjadi. Katakanlah ia memang pecundang bertingkah seperti, hanya saja ia tidak memiliki pilihan lain. Ia memilih diam saja mengenai perasaannya pada Eci yang nyatanya sudah ia pendam begitu lama.
Awalnya ia juga tidak sadar mengenai perasaannya ini hingga makin lama akhirnya ia paham mengapa ia senang menghabiskan waktu dengan gadis itu, tidak ingin melihat gadis itu terluka dan juga ia begitu kesal jika melihat gadis itu dengan pria lain. Dulu ia mencoba menampik yang ia rasakan, tapi nyatanya makin mereka menghabiskan waktu bersama makin ia paham betapa jatuh cintanya ia. Dan sekarang rasa cemburunya muncul kembali karena Eci berpacaran dengan pria lain, terlebih dengan temannya sendiri. Al sangat kesal sekarang. Tapi kembali lagi, ia tidak punya pilihan lain selain memendamnya.
***
Pagi ini Al memilih untuk joging di sekitar apartemennya. Jika diingat-ingat sudah lama sekali ia tidak berolahraga dan melatih otot-otot miliknya. Ya walaupun orang-orang selalu memuji bentuk tubuhnya yang bagus tetap saja ia harus menjaga kesehatan tubuhnya. Ia juga ingin menyegarkan pikiran dari prasangka-prasangka buruk yang memutar di kepalanya. Kekesalannya masih berlanjut bahkan sampai sekarang.
Ia kesal dengan tingkah sahabatnya, Eci. Sejak kejadian dimana ia diantar ke apartemen oleh Eci dan juga Bima, mereka berdua belum bertemu lagi bahkan sudah hampir satu minggu dari kejadian itu. Bahkan Eci sama sekali tidak menghubunginya padahal dulu hampir setiap hari wanita itu merecokinya entah untuk menjemputnya ataupun hal yang lainnya. Al kesal karena merasa terabaikan. Dan yang jauh membuatnya lebih kesal ialah mengapa ia sekesal ini dengan keadaan sekarang, dimana Eci tidak berlalu lalang di hidupnya dan mulai mengisi harinya bersama Bima.
Al menghentikan langkah di tukang bubur langganannya guna mengisi perut karena memang ia sudah merasa kelaparan. Setelah memesan ia duduk di bangku yang disediakan oleh Pak Rudi. Sembari menunggu pesanan ia menghidupkan ponselnya yang memang sengaja ia matikan sebelum mulai joging tadi.
"Al ya?"
Merasa namanya terpanggil Al pun menoleh ke arah sumber suara dimana didekatnya berdiri seorang wanita dengan pakaian yang juga menggunakan pakaian olahraga. Ia mengernyit merasa kurang mengenal siapa wanita itu.
Melihat Al yang nampak bingung membuat wanita itu kembali bersuara. "Kamu lupa ya sama aku? Aku Rena, kita sempet sekelas dulu waktu waktu SMA"
Al mencoba mengingat-ingat perkataan wanita yang memperkenalkan dirinya sebagai Rena, sampai akhirnya ia sadar.
"Rena Kirana bukan?" Tanyanya memastikan ingatannya.
Wanita itu-Rena pun mengangguk mengiyakan, "Boleh aku duduk sini?"
"Boleh-boleh. Duh sorry ya gue sempet nggak ngenalin. Pangling soalnya"
Rena tertawa ringan, "Gapapa santai aja, emang lama banget ga ketemu kok"
Beriringan dengan itu ternyata pesanan mereka berdua sampai bersamaan hingga mereka mulai menyantap bersamaan.
"Kok lo di daerah sini Ren?"
"Iya aku baru pindah di apartemen LK sebulanan ini, terus gabut aja tadi pengen lari pagi sambil ngeliat suasana sini" jelas Rena sambil mengunyah buburnya.
Mendengar penjelasan Rena membuat Al sedikit membulatkan mata, "Oh ya? Unit berapa? Gue juga tinggal di LK, udah dua tahun terakhir malah"
"Serius Al? Aku di unit D-21 sih, kalau kamu?"
"Gue di E-15, beda lantai doang sih kita" ucapnya sambil tertawa sedikit tidak menyangka jika mereka berdua ternyata tinggal di apartemen yang sama walaupun Rena masih baru-baru saja pindah.
***
"Kegiatan kamu sekarang apa Al?"
Setelah selesai sarapan mereka berdua sama-sama ingin kembali ke apartemen dan memutuskan untuk berjalan bersama sembari mengobrol ringan.
"Oh gue sih cuman buka bengkel gitu Ren, ya buat ngisi kegiatan gitu sih beberapa tahun terakhir ini. Kalau elo sendiri gimana?"
"Wah enak ya punya usaha sendiri, pasti juga sesuai passion kamu kan. Kalo aku ngebantu di klinik mamaku Al, nurutin kepengen orangtua sih sebenernya" jelas Rena.
Al baru ingat jika mamanya Rena memang mempunyai sebuah klinik yang cukup terkenal semasa ia SMA dulu dan nampaknya hingga sekarang kliniknya masih terkenal seperti dulu. Ia juga baru ingat jika Rena dulu mengambil kuliah kedokteran, pantas saja jika ia sekarang bekerja di klinik milik mamanya.
"Wah keren dong, elo dulu ngambil kedokteran kan?" Al memastikan jika ingatannya benar.
Rena tertawa sembari mengangguk, pertanda mengiyakan.
"Udah jadi bu dokter aja elo Ren, keren"
Asyik mengobrol ternyata membuat mereka tak merasakan jika telah sampai di apartemen. Walaupun baru bertemu setelah sekian lama ternyata mereka masih cukup nyambung jika mengobrol, terlebih membahas semasa mereka SMA dulu. Seingat Al dulu Rena adalah tipe orang yang polos dan sopan, tapi ternyata sekarang wanita itu juga cukup asyik jika diajak berbicara. Ia memang pangling dengan penampilan Rena yang sekarang. Rena jauh lebih cantik dengan tubuh dan wajah yang terawat, juga ia terlihat lebih dewasa.
"Al!" Al yang merasa namanya diteriaki terkejut dan menoleh ke arah sumber suara, dimana Eci berjalan sambil melambaikan tangan ke arahnya.
****
Pengen cepet ngelarin cerita ini banget huhu..
SeeU,
KAMU SEDANG MEMBACA
Seribu Purnama
Romance"Brengsek kamu Al," "Satu lagi, jangan pernah nemuin aku setelah ini" -Swastika Eci "Ci, dengerin aku, dengerin perasaanku selama ini,Ci" -Algavian Maheswara _____ Benar kata orang, satu keburukan akan menghilangkan seribu kebaikan. Tak peduli seber...