7

277 19 0
                                    

Benar saja, beralasan mengikuti instingnya malam ini, Eci akhirnya berhasil tiba di apartemen Al. Dan ia dikejutkan dengan keadaan pemilik apartemen itu yang tampak berbaring lemah di atas ranjang.

Setelah mengetahui jika Al terserang demam ia langsung menuju dapur untuk mengambil air hangat agar bisa mengompres pria itu. Tak lupa menyajikan teh hangat sekaligus. Sedangkang Al hanya bergumam tidak jelas dengan mata terlelap membuat Eci berdecak antara kesal dan kasihan. Eci melirik jam dinding di kamar yang menunjukan pukul setengah dua belas malam, membuatnya ragu untuk pulang atau menginap disini.

Eci kembali ke dapur untuk mengembalikan baskom yang ia pakai untuk mengompres Al, sambil mencari paracetamol agar setidaknya bisa Al minum.

Ia mengguncang tubuh Al bermaksud agar pria itu terbangun dan meminum obat, agar badannya kembali pulih. "Al bangun, minum obat dulu"

Namun yang dibangunkan hanya kembali bergumam sambil merubah posisi tidurnya, membuat Eci dengan kesal menariknya hingga terduduk dan menjejalkan obat dengan paksa, walau keadaan Al setengah sadar.

Karena makin larut, Eci memilih untuk menghubungi ayahnya bermaksud ingin memberitahu jika malam ini ia akan bermalam di apartemen Al, toh pria itu juga sedang sakit jadi ia sedikit tidak tega melihat keadaan Al yang biasanya tengil dan menyebalkan itu sedang lemah tidak berdaya seperti ini. Baru saja ia ingin menelfon ayahnya, malah panggilan masuk dari ayahnya yang ia terima.

"Halo Yah Assalamualaikum?" Sapanya.

"Walaikumsalam, Ci kamu belum selesai acara? Udah berganti hari lho"

Eci meringis mengetahui jika Ayahnya masih terjaga demi menunggunya pulang, "Maaf ya Yah, tadi Eci selesai acara udah cukup larut, terus mampir ke apartemen Al eh taunya dia sakit Yah, aku nggak tega lihatnya"

"Lain kali jangan lupa kabari orang rumah Ci biar nggak pada mikir yang enggak-enggak. Sekarang kamu dimana? Di apartemen Al?"

"Iya Yah, bingung mau pulang tapi udah jam segini kan sepi banget ya"

Terdengar helaan nafas dari Ayahnya, "Sebenarnya Ayah bisa jemput kamu ke sana, tapi kata kamu Al sakit? Dia juga pasti nggak ada yang ngurusin kan, kamu tidur di sana saja. Tapi tetap jaga diri, mau bagaimanapun kalian berteman akrab, kamu tetap harus bisa jaga diri dan kepercayaan Ayah"

Kalau Ayahnya sudah memberi wejangan seperti ini, Eci pasti akan merasa sungkan. Ia akan diam saja karena merasa perkataan Ayahnya memang benar. "Iya Yah, Eci nggak akan ngecewain Ayah kok"

"Iya Ayah percaya kok, yasudah kamu juga istirahat. Ayah mau tidur. Wassalamu'alaikum"

"Iya Yah, walaikumsalam"

Eci berjalan menuju kamar mandi yang terdapat didalam kamar ini untuk mencuci muka. Karena tidak ada baju ganti, jadi ia memilih tidur dengan pakaian yang ia pakai sekarang saja. Dan yang membuatnya kembali bingung adalah dimana ia harus tidur sementara kamar di unit apartemen ini hanya ada satu, yaitu kamar yang dipakai Al sekarang ini. Sedangkan untuk tidur di sofa juga rasanya ia tak mampu. Eci memandang sekeliling dan menghela nafas pasrah karena rasanya ia harus tidur disamping Al.

Ia melangkah ke sisi ranjang yang kosong, mendorong Al agar sedikit berjarak dengannya dan memberi batas dengan menggunakan bantal dan guling. Lalu mulai merebahkan tubuhnya disana, sambil berusaha memejamkan mata dan berharap agar batas yang ia buat masih utuh sampai pagi menjelang.

***

Dengan kepala yang berat dan pusing, Al membuka kelopak matanya sambil sedikit meregangkan otot-ototnya sampai tak sengaja kakinya menendang sesuatu yang tampak asing disebelah kirinya. Ia menoleh dan terkejut mendapati seorang gadis tertidur disisinya, yang dari postur nya ia yakin jika itu Eci, walaupun gadis itu tidur dengan telungkup dan tidak menampakkan wajahnya.

Al tertawa melihatnya. Lalu mulai mengusili gadis itu dengan meniup-niup telinganya hingga Eci merasa terusik, walaupun akhirnya ia tetap melanjutkan tidurnya. Merasa kesal, Al mulai mencubiti pipinya hingga Eci benar-benar terusik dan membuka matanya dan menggeram marah. Sedangkan Al malah tertawa lebar.

"Woy bangun, kebo banget sih udah jam delapan loh Ci" goda Al sambil mengambil ponselnya di nakas.

Eci yang merasa tidurnya terganggu akhirnya menimpuk Al dengan bantal, "Ganggu banget sih, ini juga gara-gara siapa aku kesiangan"

"Kok kamu bisa disini sih Ci?"

Mendengar pertanyaan dari Al membuat Eci memutar kedua bola matanya, "Gatau, aku juga nggak sadar kalau tiba-tiba ada disini. Kayaknya sih aku juga ngimpi kalau sahabat aku lagi demam semalem, terus aku kompres aku kasih obat juga"

Sotak saja Al tertawa terbahak-bahak, badannya sudah mulai lebih nyaman jadi ia bisa menjahili sahabatnya, "Duh beruntung banget sih itu sahabat kamu diperhatiin gitu"

"Bacot banget tau nggak sih kamu Al, udah ah aku mau pulang. Badan kamu udah enakan kan?"

Eci duduk sambil mengikat rambutnya yang mana gerakan itu malah membuat Al menelan ludahnya dengan sulit, bagaimanapun juga ia laki-laki normal yang mana melihat seorang gadis diatas ranjangnya akan merasakan sensasi yang berbeda, walaupun itu sahabat nya sendiri. Jadi ia memilih diam saja sambil mengalihkan pandangannya.

"Heh! Ditanya juga. Badan kamu udah enakan kan?"

Al berdecak, "Iya udah, sana cepet pulang. Nanti aku diamuk sama Om Halim kan bahaya"

"Dasar ya nggak punya rasa berterima kasih, udah di rawat juga masih aja songong. Udah ah, aku mau pulang. Bye"

"Iya hati-hati ya sahabatku"

Selanjutnya Eci mulai bergegas pulang dan mengemasi barang-barang nya, tak lupa memoleskan sedikit lipstik agar tidak terlihat pucat. Ia mengambil ponselnya yang terletak diatas nakas dan ada beberapa panggilan tak terjawab yang herannya adalah berasal dari Bima.

Eci baru saja akan keluar dari kamar Al dan ponselnya berdering kembali yang lagi-lagi panggilan dari Bima.

"Iya Bim?"

"Kamu nggak papa kan Ci? Dari semalem aku chat kamu udah sampai rumah atau belum tapi nggak ada respon, aku telepon juga nggak kamu angkat"

Mendengar nya membuat Eci tersenyum tipis ketika mengetahui jika Bima menghawatirkannya, "Aman kok Bim, aku cuma langsung tidur semalam dan bangun kesiangan"

"Yaudah deh kalau kamu nggak papa, hari ini kerja?" Tanya Bima.

"Nggak sih kayaknya, ada apa Bim?"

"Keberatan kalau aku ajak keluar nanti malam?"

Eci tertawa mengetahui Bima yang terang-terangan mengajaknya keluar malam ini, "Enggak sih kalau keberatan"

"Yaudah, nanti malam aku jemput sepulang ngajar ya Ci, aku mau berangkat ke kampus dulu. See you" ujarnya sebelum menutup panggilan

"Mau ngajak kemana tuh si Bima?" Tanya Al yang sedari tadi diam mencuri dengar percakapan Eci dengan Bima, yang membuat nya ingin tahu lebih lanjut.

Sedangkan Eci malah menjulurkan lidahnya, sambil membuka pintu kamar. "Kepo" sindirnya sebelum benar-benar menutup pintu dan keluar dari apartemen Al.

***

SeeU,

Seribu PurnamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang