19

137 15 1
                                    

"Iya Bim, tunggu bentar aku ngunci ruangan aku dulu. Okey" Setelahnya Eci mematikan ponselnya dan tergesa-gesa berjalan keluar karena Bima mengabari jika sudah berada di depan. Sesuai janji mereka tadi jika akan bertemu malam ini.

Dan benar saja begitu Eci sampai di depan mobil Bima sudah terparkir disana, ia pun segera bergegas menghampirinya dan masuk ke dalam mobil. Begitu masuk ke dalam mobil ia langsung disambut senyuman Bima yang lebar yang mau tak mau membuatnya tersenyum juga. Ia terkejut ketika Bima tiba-tiba menariknya kemudian melumat bibirnya. "Aku kangen banget sama kamu" bisiknya.

Eci yang masih dilanda kebingungan hanya berdehem sembari membenarkan posisi duduknya. Jujur saja dia merasa kebingungan dengan keadaanya sekarang terlebih dengan sikap Bima yang begitu baik padanya. Ia merasa begitu bersalah begitu mengingat apa yang telah ia lakukan bersama Al yang menurutnya sudah jauh diluar nalarnya. Tanpa sadar ia menghembuskan nafas kasar yang mana hal itu disadari oleh Bima.

"Kenapa Ci? Kamu capek banget ya kok keliatan lesu gitu aku perhatiin?"

Sedangkan yang ditanya sedikit tergagap karena tidak menyangka jika ia sedang diperhatikan, "Iya lumayan, hari ini banyak yang aku handle Bim. Maaf ya kalau aku malah keliatan nggak bersemangat"

Bima menggenggam tangannya, "Gapapa Sayang, kamu mau makan dulu? Kamu pengen apa?"

Mendengarnya membuat Eci ingin menangis saja. Ia benar-benar merasa Bimbang. Selama menjalin hubungan dengan Bima tentu membuatnya juga merasakan kasih sayang dan ia pun juga mengakui menyayangi Bima, ia merasa begitu dijaga dan dihargai dari cara Bima memperlakukannya. Ia merasa tidak pantas bersama Bima, namun ia juga belum sanggup jika harus mengakhiri hubungan mereka yang masih terbilang sebentar.

"Apa ya Bim aku bingung. Aku ngikut kamu aja deh ya"

"Aku lagi pengen nasi goreng langganan aku dulu sih, kamu mau?" Tanya Bima memastikan apakah Eci merasa keberatan atau tidak dengan pilihannya.

Eci mengangguk. Tentu saja ia tidak merasa keberatan. "Boleh Bim, siapatau aku ngerasa cocok juga sama pilihan kamu"

Setelah beberapa saat diperjalanan dengan diisi obrolan ringan dan sedikit candaan mereka berdua sampai disalah satu warung nasi goreng yang memang sangat ramai disini. Mereka bergegas kesana dengan Bima yang menggandeng tangannya, yang nyatanya makin membuatnya bertambah sesak.

Eci duduk disalah satu meja yang sedang kosong sementara Bima memesankan makanan untuk mereka berdua dan bergegas duduk di depannya.

"Rame banget ya Bim?" Tanya Eci sembari mengamati sekitar yang memang benar-benar penuh.

"Iya sini nggak pernah sepi. Dulu aku sering banget kesini sama anak-anak motor, Al juga lumayan sering ikut kesini dulu"

Begitu mendengar nama itu disebut membuatnya sedikit merasa tidak nyaman dan Eci hanya manggut-manggut saja, bingung menanggapi. "Oh ya? Kalian masih sering ya kumpul-kumpul gitu?"

"Lumayan sih Sayang, kemaren lusa kita abis kumpul juga cuman ya dadakan sih enggak yang di rencanain kayak sebelum-sebelumnya gitu"

Kemarin lusa? Itu artinya Al dan Bima baru saja bertemu bahkan setelah kejadian antara dirinya dan Al. Bagaimana pria itu merasa biasa saja setelah jelas-jelas mereka melakukan hal yang tidak sepantasnya dilakukan. Ia bertanya-tanya bagaimana iteraksi Al ketika bertemu dengan Bima, namun tentu ia tidak berani menanyakan hal tersebut pada kekasihnya.

"Kamu udah jarang ya Ci ketemu sama Al?"

Mendengar pertanyaan tersebut dilontarkan padanya membuatnya sedikit gelagapan namun ia berusaha untuk setenang mungkin, "Iya, kayanya dia juga sibuk"

Bima hendak menjawab lagi namun bersamaan dengan pesanan mereka yang telah datang dan disajikan di meja mereka sehingga mereka memilih untuk makan terlebih dahulu dan benar ternyata rasanya sesuai yang di ceritakan oleh Bima.

***

Eci memandang keluar jendela begitu mobil mulai dikemudikan meninggalkan warung tempat makan mereka tadi. Sekuat tenaga ia mencoba bersikap seperti biasa pada Bima namun terasa susah, sehingga tanpa disadari ia jauh lebih banyak diam daripada biasanya.

"Kamu ngantuk Ci?"

"Enggak kok Al" jawabnya masih dengan memandang keluar jendela, tanpa sadar apa yang diucapkannya barusan.

Mendengarnya membuat Bima menoleh yang mana yang dipandang masih belum berpindah posisi. "Al?"

Eci terkejut. Lalu langsung menoleh begitu menyadari jika tadi ia memanggil nama Al, bukan Bima. Buru-buru ia menegakkan posisi. "Bim, sorry aku nggak bermaksud git-"

"Kamu lagi kepikiran sama Al?" Tanya Bima tanpa memandangnya.

Mulai tergagap Eci sedikit keteteran. Karena sungguh sejak tadi pikirannya memang bercabang, namun tidak mungkin juga ia menjawab dengan jujur pada Bima. "Enggak kok Bim, sorry aku lagi kurang fokus aja"

Bima enggan menjawab. Ia memilih diam dengan pandangan fokus ke depan. Eci mulai salah tingkah dengan suasana diantara mereka, ia yakin jika Bima merasa tersinggung atau bahkan marah padanya. Berkali-kali ia merutuki kebodohannya dalam hati yang membuatnya makin merasa bersalah. Ia mengelus lengan Bima perlahan yang masih nampak di acuhkan.

"Bima sorry kalau bikin kamu ngerasa sakit hati dengernya, tapi beneran aku nggak bermaksud kayak gitu. Maafin aku ya Bim?"

"Yaudah lupain aja, tapi moodku tiba-tiba kurang enak. Aku harap kamu ngertiin" Eci memandang Bima dengan nelangsa. Ia tidak bisa menyalahkannya karena memang ia yang memulai kesalahan. Ternyata Bima jika sedang marah tampak menakutkan juga, sama seperti Al. Ia berdecak, lagi-lagi tanpa ia sadari ia malah menyamakan dengan Al seolah nama itu tidak bisa lepas darinya.

Sepanjang perjalanan Eci memilih diam, ia tidak berani mengusik Bima berlebihan karena moodnya yang sedang buruk sehingga hanya ada keheningan diantara mereka sampai akhirnya mobil berhenti di depan rumahnya. Eci memandang Al yang sepertinya masih marah padanya, tampak dari posisi pria itu yang enggan menoleh padanya.

"Kamu gamau mampir dulu Bim?"

Bima menyenderkan punggungnya di kursi sembari menatapnya, tatapan yang berbeda dari biasanya selama mereka bertemu. "Keburu malem, kayaknya kamu harus buruan istirahat biar bisa lebih fokus. Terutama saat bareng aku"

Ucapannya yang tenang malah membuat Eci merasa tersentil hatinya karena ia merasa jika Bima sedang sarkas. Sekuat tenaga ia berusaha agar tidak menangis karena perasaannya yang begitu campur aduk. Ia pun hanya bisa mengangguk mengiyakan sebelum akhirnya turun dari mobil. Begitu mobil mulai melaju kembali, ia bergegas masuk ke dalam rumah.

Ia langsung membanting tubuhnya di ranjang dengan membenamkan kepalanya di bantal, lalu mulai terisak. Harus bagaimana ia sekarang? Ia tidak sanggup jika harus seperti ini terus-terusan, ia merasa bersalah sekaligus kesal dengan keadaannya. Ia tidak akan merasa tenang jika harus melanjutkan hubungan dengan Bima, namun ia juga merasa tidak rela jika hubungan mereka harus berakhir.

Drtt..Drt...

Mendengar ponselnya berbunyi Eci mengangkat kepalanya lalu merogoh tasnya guna mengambil ponsel, dengan masih sesenggukan. Begitu tau siapa yang menelponnya ia malah tambah terisak kemudian melemparkan ponselnya, enggan menjawab panggilan dari sahabatnya yang entah masih bisa dipanggil sahabat atau tidak.

****

Jangan lupa vote dan komen man teman

Seribu PurnamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang