6

281 22 0
                                    

Sejak kejadian dimana Al menjadi sensitif malam itu, Eci dan Al belum sempat bertemu lagi. Eci sendiri bingung. Ia cukup sibuk dengan EO nya dan pria itu tidak menghubunginya sama sekali. Entah pria itu memang sibuk juga atau memang menghindarinya. Ia juga gengsi juga untuk menghubunginya, tapi dilubuk hatinya terdalam ia merasa ada yang kurang. Al terbiasa berkeliaran di hidupnya.

Hari ini adalah hari ulangtahun mama Bima, jadi ia cukup sibuk. Intensitasnya dalam berkomunikasi dengan Bima juga semakin sering, entah untuk membahas masalah even ini ataupun membahas yang lain, seperti mengajaknya nonton kemarin malam. Eci juga mengiyakan, toh untuk sedikit melepas penat.

Krunya sudah datang ke lokasi sejak tadi, sedangkan acaranya akan di mulai pukul tujuh. Ini sudah hampir pukul enam jadi Eci mulai bergegas menuju mobil dan segera menuju ke kediaman Bima. Hari ini ia cukup mengenakan celana kain berwarna maroon dan kemeja warna hitam. Dengan menggerai rambutnya, ia ingin terlihat santai tapi juga terlihat sopan sekaligus. Selama di perjalanan Anjani sudah menelfonnya selama dua kali, tapi ia tidak mengangkatnya karna sedang berkendara dan toh ia juga hampir sampai. Sepertinya acaranya akan dimulai.

Tak lama ia sampai. Sudah cukup ramai memang. Bima bercerita jika mamanya hari ini sengaja di ajak kakak keduanya pergi seharian, agar bisa di labui untuk acara malam ini. Eci turun dari mobil dan belum sampai lima langkah ponselnya berbunyi lagi, sekarang giliran nama Al yang tertera di ponselnya.

"Halo Al, aku lagi sibuk. Nanti aku hubungin balik. Oke"
Eci menutup sambungan teleponnya karna nyatanya ia memang tergesa-gesa, bahkan ia tak menunggu jawaban dari pria itu.

Eci melanjutkan langkahnya menuju ke ruang dimana acara akan di adakan. Ternyata disana sudah ramai. Yang Eci tebak adalah sanak saudara yang memang Bima undang. Eci mendekati Anjani yang berdiri di samping meja kue, "Gimana? Lancar?"

Anjani menoleh ke arahnya, "Oh lancar kok Mbak"

"Tadi lagi nyetir jadi nggak bisa angkat telepon kamu. Ada apa?"

"Sebenarnya nggak ada apa-apa sih Mbak, cuma Mas Bima daritadi nanyain dan nyuruh supaya Mbak cepet kesini gitu"

Eci mengerutkan keningnya, sebenarnya ia sedikit salah tingkah. "Terus sekarang dia dimana?"

"Kurang tau Mbak, tadi habis dari sini sih"

Ia mengangguk mengiyakan lalu mulai mengontrol mulai dari dekorasi dan makanan, ya semuanya sudah sesuai tema.

"Aku pikir kamu nggak datang" ia dikejutkan dengan suara di belakangnya, dan benar saja sesuai tebakannya. Setelah berbalik badan ia menemukan Bima berdiri di depannya dengan kemeja navy yang membalut tubuhnya.

"Datanglah. Nanti ada yang kecewa lagi kalau aku nggak datang" ejeknya sambil terkikik. Sedangakan Bima mengulum senyumnya.

Mereka berdua segera bergegas menata ini itu yang dirasa masih kurang hingga Bima mendapat telfon kalau sebentar lagi mamanya akan tiba di rumah. Segera bersiap di bagiannya masing-masing.

Lalu tak lama kemudian terdengar suara mobil yang memasuki pekarangan rumah, yang bisa dipastikan itu mama Bima beserta kakak-kakaknya. Begitu masuk dan menyalakan lampu, mama Bima tampak terkejut sekaligus berbinar melihat dekorasi ruangan yang dihiasi sedemikian rupa, juga keberadaan orang-orang terdekatnya, termasuk keluarga.

Dari tempatnya berdiri, Eci melihat Bima yang tampak antusias dengan menuntun mamanya menuju meja utama yang disana terdapat kue ulangtahun. Dan selanjutnya, acara berlangsung dengan lancar dan sesuai rancangan.

***

Akhirnya acara selesai digelar, dengan memuaskan tentunya. Mama Bima juga sudah mengobrol dengan sanak saudaranya dengan asyik, pegawai nya juga tampak mulai berkemas.

Eci berniat untuk pulang terlebih dahulu mengingat ini juga sudah lumayan larut, jadi ia mencoba mencari keadaan Bima agar ia bisa berpamitan. Di teras depan, akhirnya ia menemui Bima yang sedang mengobrol di telepon, Eci memilih menunggu sebentar sampai akhirnya Bima mematikan telepon dan menyadari keberadaannya.

"Loh Ci? Mau pulang?"

Eci mengangguk, "Iya nih, makanya aku cariin kamu. Mau pamit"

"Pulang sendirian? Berani? Ini udah cukup larut lho Ci"

"Berani dong, lagipula nggak terlalu jauh juga Bim" mendengar jawabannya, Bima mengangguk.

"Yuk, ikut aku ke mama dulu. Sekalian aku kenalin"

Bima melangkah masuk kedalam rumah dan ia mengikutinya berjalan menuju ruang tengah dimana mama Bima sedang berada di sana.

"Ma, kenalin ini Eci, pemilik EO yang ngurusin event ulang tahun Mama hari ini" Eci tersenyum sembari mengulurkan telapak tangannya untuk salim.

Sementara itu, mama Bima tampak tersenyum senang, "Wah, nggak nyangka kalau yang punya masih muda sekali, cantik lagi. Tante suka sama keseluruhannya"

"Terimakasih banyak Tante, lain kali bisa kok hubungi saya lagi"

Mereka semua tertawa mendengarnya, sampai Eci berpamitan. "Tante, berhubung acara sudah selesai saya permisi mau pulang dulu, masih ada beberapa karyawan saya yang berada disini"

"Loh kamu pulang sendirian? Udah malam lho, Nak"

Eci mengangguk, "Iya Tan, jarak rumah saya juga nggak terlalu jauh. Terimakasih sekali lagi"

Bima mengantarkannya hingga keluar rumah, bahkan sampai ia masuk ke dalam mobil. Begitu duduk di balik kemudi, Eci kembali melihat ponselnya yang mana terdapat banyak panggilan tak terjawab dari si Al sejak tiga jam yang lalu. Melihat itu membuatnya menghubungi balik si pemilik nomor itu namun belum mendapat jawaban bahkan sampai panggilan ketiga.

Eci yang merasa ada yang tidak beres memilih untuk melajukan mobilnya menuju ke apartemen Al berada, meskipun malam makin larut.

Setelah melewati jalanan Bandung yang masih cukup ramai dihampir tengah malam seperti ini, ia akhirnya tiba di apartemen Al. Ia buru-buru menuju ke dalam lift setelah memarkir mobilnya. Hingga lift berhenti di lantai lima belas, lantai dimana unit Al berada.

Eci selalu tau apa kata sandi unit apartemen Al, meski pria itu sudah berpuluh kali mengganti kata sandinya, tapi ia selalu memberi tahu Eci, katanya untuk berjaga-jaga.  Jadi seperti sekarang, ia sudah masuk dengan mudah ke dalam unit apartemen Al.

Ruangannya tampak gelap karena lampu yang memang tidak dihidupkan, hanya ada pencahayaan dari dapur yang bahkan cukup remang.

"Al?" Panggil Eci karena ruangan terasa sepi.

Karena tidak mendengar jawaban, maka ia memilih menuju ke kamar Al, ia memilih langsung masuk karena pintu kamar yang tidak dikunci oleh pemiliknya.

Sama seperti di luar, hanya lampu tidur yang menyala sehingga menimbulkan kesan sunyi. Hingga akhirnya ia melihat Al yang terbaring dengan selimut di atas ranjangnya. Eci mencoba mendekat dan mengguncang tubuh Al, berusaha membangunkannya, hingga ia hanya mendengar gumaman dari pria itu.

Merasa ada yang tidak beres, ia memegang dahi Al yang membuatnya terhenyak karena suhu tubuh pria itu sangat panas.

"Al, kamu demam?”

***

Jangan lupa vote :*

Seribu PurnamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang