4

329 21 0
                                    

Eci keluar dari kantor dan langsung melihat mobil Al terparkir di depan, jadi ia langsung menghampiri dan masuk ke dalam mobil, dimana Al sedang merokok. Al meliriknya ketika ia duduk lalu membuang putung rokoknya yang memang sudah habis.

"Ada masalah apa?" Tanya Eci. Ia tau betul jika Al sudah berani merokok di hadapannya, berarti lelaki itu sedang banyak pikiran. Al memang perokok, namun ia akan berusaha menjauhi benda itu saat bersama Eci. Karna Eci akan marah marah kalau sampai Al merokok di depannya. Seperti saat dulu. Eci pernah mogok bicara padanya setelah ia merokok di depan gadis itu dan menghabiskan satu bungkus rokok dalam semalam saja.

"Mau makan dulu?" Tawar Al, tidak menanggapi pertanyaan Eci.

Menggerakkan kepalanya, Eci mengangguk, "Aku pengin gulai kambing di deket sekolah kita, mau nggak kesana?"

"Oke kita kesana"

Eci sudah hafal kebiasaan lelaki di sampingnya ini saat sedang marah maupun terkena masalah, lelaki itu akan lebih banyak diam. Itulah sebabnya ia tak heran jika selama di perjalanan Al hanya menanggapi ceritanya dengan gumaman. Bahkan sampai mereka tiba di tempat tujuan. Eci memilih mencari tempat duduk sementara Al memesan makanan, sebelum akhirnya duduk di sampinya.

"Jadi gimana Al? Kamu ada masalah apa lagi?"

Al mulai menceritakan masalah yang terjadi di bengkelnya secara mendetail. Tentang kerugian yang cukup besar, siapa yang melakukannya, dan apa alasan pegawainya melakukan itu semua. Sedangkan Eci hanya manggut manggut saja mendengarkan.

"Terus enaknya gimana Ci? Aku bingung. Bengkel rugi, tapi ini Bang Opi yang nglakuin. Kerjanya selama ini bagus dan alasan dibalik dia melakukan itu yang kepepet"

"Aku juga bingung sih dengerinnya aja. Tapi ya namanya orang salah kan musti dapat sanksi Al, supaya dia jera, ya walau alasannya kepepet karna anaknya sakit sih. Kamu udah coba ngobrol sama dia?"

Al menggeleng lemah, "Besuk rencananya aku manggil dia buat bicarain masalah ini"

"Ya gimana. Aduh aku juga bingung nih. Atau kalau kamu emang nggak mau ngurus ini sama pihak berwajib, ataupun nggak mau mecat dia, seenggaknya dia harus mengakui kesalahannya gitu"

"Aku nggak tega nglaporin, buat mecat juga kayaknya enggak. Tapi kalau aku diem aja, pegawai yang lain pasti mikir yang enggak-enggak"

Pesanan mereka datang, menunda Eci untuk bicara dan mengucapkan terimakasih pada pelayan disini.
"Kamu mungkin bisa kasih sedikit hukuman Al, ya semacam potong gaji atau skors gitu sih"

Al mengangkat satu alisnya mendengar usul dari sahabatnya itu. "Boleh deh, besok aku pikir lagi. Btw, udah ketemu Bima?"

"Udah, dan tebak coba. Dia ngajakin aku makan siang lho,Al"

Ditempatnya, Al memandang memicing, "Ngapain ngajakin makan siang segala?"

"Ya mana aku tau, dia tiba-tiba nawarin gitu, aku pikir yaudahlah dia kan klien dan temen kamu juga. Bima asyik juga ya diajak ngobrol, besok aku mau ke rumahnya buat survey lokasi pesta" jelasnya panjang lebar, tanpa menyadari perubahan raut wajah sahabatnya.

"Besok aku anter"

Mendengar tawaran Al, Eci memandangnya dengan selidik, "Ngapain? Nggak usahlah, kamu kan lagi mau ngurus bengkel kamu da-"

"Gapapa aku anter aja"

"Bima mau jemput aku Al, kamu nggak usah repot"

Hening. Al diam belum menjawabnya sehingga menghembuskan nafas kasar, "Oke kalau gitu"

***

"Oh oke, aku keluar sekarang Bim" Eci bergegas keluar kantor karna Bima sudah menelfon jika pria itu sudah sampai di depan.

Eci masuk ke dalam mobil lalu menyapa Bima yang hari ini santai sekali dengan celana selututnya, "Kamu nggak ada jam ngajar ya? Santai banget"

"Haha. Enggak, hari ini aku emang off"

Pandangan Eci kembali meneliti penampilan Bima, "Pasti mahasiswa kamu pada jerit jerit liat kamu kayak gini" pasalnya, dihari mereka pertama bertemu , penampilan Bima sangat rapi, mungkin dia hendak ke kampus atau memang dari kampus. Dan hari ini penampilan Bima berubah seratus delapan puluh derajat, yang menurutnya terlihat lebih menarik dengan rambut yang sedikit acak-acakan.

"Banyak kali mahasiswaku yang klepek-klepek sama pesonaku" Bima mulai jumawa yang membuat Eci tertawa, tak menyangka jika Bima tak jauh beda dengan Al.

"Ternyata kamu nggak jauh beda sama Al ya, suka banget kepedean deh"

Mereka berdua tertawa, "Kamu hati-hati aja, kalau kamu jatuh hati nanti sama aku"

***

Dari awal bertemu, Eci sudah yakin jika Bima itu bukan sembarangan orang. Maksutnya, dia kan teman club motor Al, yang Eci pikir akan sedikit berandal. Tapi dugaannya salah. Sejak tiba di rumah pria itu, ia bisa menebak jika keluarga Bima merupakan keluarga terpandang. Rumah pria itu sangat luas, halamannya saja bisa menampung beberapa mobil sekaligus.

"Yuk masuk" ajak Bima sehingga Eci mengikutinya dengan berjalan di samping Bima. Pria itu masuk begitu saja dan Eci memutuskan duduk di ruang tamu. Rumah ini nampak sepi karna Bima memang menyengaja, saat mamanya tidak ada di rumah. Ya memang rencana ini dibuat sebagai kejutan. Jadi mamanya tidak mengetahui hal ini.Ia mau membagikan lokasinya saat ini kepada Anjani, sebagai leader even ini, dia sebentar lagi akan kesini dengan beberapa anggota timnya.

"Team kamu udah berangkat?" Tanya Bima setelah kembali bersama Eci dan duduk di sampingnya.

Eci mengangguk, "Udah mau sampai malah"

"Kamu berapa bersaudara sih Bim? Rumah kamu sepi banget"

"Aku anak ketiga, kakakku cewek semua, dan udah pada nikah dan ikut suaminya Ci, tinggal aku yang tinggal disini sama orangtua"

Di rumah sebesar ini memang hanya Bima dan orangtuanya saja yang menempati, satu asisten rumah tangga dan satu tukang kebun sekaligus merangkap menjadi sopir. Jadi bisa dibayangkan betapa sunyinya rumah ini.

Ternyata Bima anak terakir, yang biasanya memang di cap sebagai anak yang mendapat kasih sayang lebih banyak sehingga julukan manja sering melekat padanya, "Wah, paling di manja dong kamu"

"Dimanja apanya sih Ci. Justru karna aku anak cowok satu-satunya, mau nggak mau aku harus bisa jadi perisai terutama buat kakak-kakak aku" Eci terpengarah mendengarnya. Bima tampak seperti calon yang ideal untuk dijadikan teman hidup. Wajah yang rupawan, sukses, dan sayang keluarga. Lihat saja, ia sampai memberikan suprise untuk mamanya, yang di kebanyakan pria di usianya lebih masa bodoh terhadap hal seperti ini.

Bima yang merasa di perhatikan, menoleh menghadap Eci dimana gadis itu melamun sambil menatapnya, yang membuatnya berkerut kening, "Kenapa Ci?"

Sedang yang ditanya malah tersenyum simpul, "Idaman ya" gumamnya lirih walaupun telinga Bima menangkapnya dengan jelas, hingga membuatnya menaikkan satu alis sambil tersenyum miring.

"Maksud kamu aku idaman?"

Spontan saja Eci membulatkan matanya, ia merasa begitu conge ditatap Bima seperti itu terlebih dengan kata-katanya. Idaman? Ya Tuhan apakah ia barusaja mengutarakan isi pikirannya saat ini di depan objeknya secara langsung? Ia masih salah tingkah saat tiba-tiba Bima menambah ucapannya, "Kamu juga idaman.  Jadi gimana kalau kita, coba jalin hubungan?"

***

SeeU,

Seribu PurnamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang