8

379 23 0
                                    

Karena bukan malam minggu, jadi jalanan kali ini cukup lengang. Seperti rencana awal, Bima mengajaknya keluar entah kemana. Pria itu menjemputnya tadi di rumah karena ia sedang tidak berada di kantor hari ini, jadi ia minta agar dijemput saja di rumah. Hingga Mamanya mungkin bertanya-tanya siapa gerangan pria yang menjemputnya ke rumah selain Al malam ini.

Sejauh ini Eci memang hanya Al yang kerap kali bermain ke rumahnya, entah untuk sekedar datang atau menjemputnya. Jadi bisa Eci pastikan jika sepulang dari ini Mamanya pasti akan mendesaknya untuk bercerita mengenai Bima.

"Keberatan kalau kita nonton? Aku lihat ada film yang bagus tadi"

Eci menoleh ke arah Bima yang fokusnya masih pada kemudi, "Nggak papa sih, aku juga udah lama banget nggak nonton"

"Yaudah, kita nonton dulu baru makan ya. Nggak keburu laper kan kamu Ci?" Tanya Bima yang diiringi dengan kekehan.

"Ya ampun ya enggak lah Bim, paling nanti perutku cuma bunyi-bunyi aja"

Mereka banyak mengobrol di sepanjang perjalanan. Banyak hal yang mereka bicarakan dan berkesinambungan, tidak ada yang sadar jika keduanya merasa nyaman untuk saling berbagi cerita, entah itu yang menghasilkan tawa atau obrolan serius. Hingga tidak terasa mereka sudah sampai di tempat tujuan, Eci keluar dari mobil ketika Bima berhasil memarkir mobilnya dan juga segera turun.

"Kamu tunggu sini aja biar aku yang antri tiketnya" setelah mengatakan itu Bima bergegas ke antrian tiket sementara Eci duduk di salah satu kursi yang di sediakan dengan menatap Bima, lalu tersenyum sendirian.

Ternyata Bima cukup peka sebagai laki-laki, ia tidak membiarkan Eci untuk ikut mengantri dan membiarkannya duduk saja sembari menunggu. Tak lama, Bima kembali dengan membawa sebuah popcorn ditangannya dan duduk disampingnya. "Masih nunggu lima belas menit lagi"

Eci mengangguk, "Oke"

Bima ikut duduk disebelah Eci untuk menunggu pintu bioskop dibuka, sambil berbicara sesekali bercanda.

"Oh iya Bim, si Al itu udah punya cewek belum sih? Dia tuh jarang cerita sama aku" tanya Eci tiba-tiba.

"Loh bukannya kamu sahabat nya? Aku pikir kamu malah makin paham soal itu"

Eci menghela nafas, "Iya sih, tapi kalau untuk dia seriusin sih kayaknya nggak pernah cerita deh. Dia tuh cuma ngomong kalau deket sama ini itu doang Bim"

"Kalau sama kami sih dia mana pernah cerita, kami pikir juga si Al malah pacaran sama kamu"

Mendengar hal itu membuatnya tertawa, sering kali ia di sangka seperti itu. "Nggak Bim, kan aku udah pernah bilang"

"Jadi, kalau aku deketin kamu, Al nggak akan marah kan?"

***

"Tau nggak Bim, kadang tuh aku masih ngga nyangka kalau kamu tuh seorang dosen loh" ucap Eci yang diiringi dengan kekehan.

Selesai menonton, keduanya memilih untuk makan malam. Yang dimana Bima mengajaknya ke salah satu restoran Jepang yang tidak jauh dari tempat mereka menonton.

Bima menaikkan sebelah alisnya, "Emangnya kenapa Ci?"

"Ya gimana ya aku juga bingung sih. Kayak ngga nyangka aja, apalagi pas lihat style kamu yang casual banget gini. Ya kayak aku lagi jalan sama cowok-cowok cool gitu loh, bukan sama kaya dosen"

Hari ini Bima memang bisa dibilang tampil cukup santai, hanya dengan kaos berwarna navy dan juga celana jens warna navy. Apalagi di padukan dengan sneaker putih yang membuat nya terlihat tampak lebih muda dan juga lebih tampan jika menurut Eci. "Kamu suka ya lihat tampilan aku yang kaya gini? Oke, boleh kok besok-besok kalau kita jalan lagi aku bakal pakai style yang kurang lebih seperti ini" ujarnya dengan senyum jahil yang mana membuat Eci sedikit salah tingkah.

"Ih kata siapa akau suka, ya cuma beda aja" elaknya.

Bima tertawa melihat tingkah wanita di depannya ini yang sedang kikuk yang menurutnya terlihat menggemaskan.

Mereka berdua melanjutkan makan malam yang masih diselingi perbincangan ringan dan juga candaan yang bisa membuat mereka tertawa lepas seakan tiada beban yang menghampiri. Padahal jika diingat-ingat lagi perkenalan mereka belumlah cukup lama, tetapi rasanya seperti sudah berteman cukup lama jika dilihat dari interaksi keduanya.

"Oh iya Ci, Mama aku seneng banget sama surprise yang aku kasih tempo hari. Beliau juga suka sama dekorasi dan juga kerja tim kalian, katanya pas banget sama seleranya"

Mata Eci berbinar mendengar pujian tersebut, terlebih EOnya juga mendapat nilai plus di mata klien. "Oh ya? Wah kabar baik dong ya. Aku nih Bim kalau denger testimoni dari klien yang suka sama EO ku seneng banget dan jadi tambah semangat kerja gitu, timku juga gitu. Makasih ya udah di percaya buat ngehandle acara Mama kamu"

Bima tersenyum sembari menatapnya lurus, lalu mengangguk. "Aku juga perlu bilang makasih juga ke kamu Ci. Kalau nggak pakai EO kamu belum tentu kan Mamaku sesuka dan seseneng itu. Btw Mamaku seneng juga bisa kenal sama kamu"

"Hah? Beneran? Aku juga suka kok ketemu sama Mama kamu. Beliau tuh baik banget ya, dan kelihatannya juga sabar dan penyayang" memang jika Eci ingat-ingat lagi, Mama Bima itu terlihat kalem dan cantik. Terlihat begitu elegan. Namun sifatnya yang ramah dan baik membuat nilai plus di mata Eci.

"Kata Mamaku sih gini, boleh dong Eci kapan-kapan diajak main ke rumah,kayaknya Mama bakalan cocok kalau ngobrol sama dia. Mama bilang gitu"

Ditempatnya, Eci tak kuasa menahan senyum. Rasanya menyenangkan mendengar ada seseorang yang menginginkan kehadirannya. "Minta tolong dong Bim, sampaiin salamku ke Mama kamu"

"Itusih gampang dan kayaknya Mamaku juga bakal seneng. Apalagi kalau salamnya kamu ucapin langsung saat bertemu beliau" goda Bima yang membuat Eci tertawa.

Sembari mengangguk-angguk, Eci meminum minumannya sementara Bima masih tersenyum memandangnya. "Boleh deh nanti kapan-kapan aku ketemu Mama kamu Bim, biar bisa ngobrol banyak"

"Tentu. Siapa tau kalian cocok kan. Dan ya, begitu kalian cocok satu sama lain, bakalan lebih mudah buat aku" ucap Bima sembari tersenyum misterius yang ditanggapi Eci dengan kerutan di dahinya.

"Gimana Bim mak-"

"Kayanya aku harus berterima kasih sama Al deh" gumamanya.

"Ya?"

"Berkat dia aku ketemu kamu. Kalau nggak karna Al, kita nggak akan kenal dan aku bakalan lebih sulit buat cari yang potensial"

****

SeeU,

Seribu PurnamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang