17

367 21 14
                                    

Part ini lebih ke arah 21++ ya guys
Mohon bijak dalam membaca..

***

Jalanan begitu lengang karena memang sudah tengah malam sehingga Al bisa mengemudi dengan cepat. Tak berselang lama akhirnya mereka sampai di apartemen. Tante Ari sudah ia hubungi dan mengijinkan karena kebetulan ayah dari Eci sedang keluar kota.

"Ci cepetan turun udah nyampe kita"

Eci masih bergumam tidak jelas sambil tertawa hingga akhirnya terpaksa memapah gadis itu sampai masuk ke dalam apartemennya. Sungguh Al harus menahan diri kali ini. Bau parfum yang Eci pakai memanjakan indra penciumannya ditambah punggung yang sedari tadi ia pegang. Ia harus buru-buru menidurkan Eci agar ia bisa sedikit bernafas lega dan bisa menghindar dari gadis itu.

Ia membuka pintu kamarnya sembari masih memapah Eci yang kemudian ia baringkan. Namun dasarnya Eci memang menyebalkan. Gadis itu enggan melepaskan rangkulannya di leher Al.

"Ci lepasin dong lah, udah nyampe kasur ini kamu. Buruan tidur"

"Hmmm.. Al.." gumamnya tidak jelas.

Al memjamkan matanya. Jaraknya begitu dekat dengan Eci ditambah tatapan sayu gadis itu yang membuatnya mengumpat dalam hati. "Lepasin Ci aku mau ganti baju"

"No no no, gamau lepasin kamu"

Shit!

"Ci lepasin aku bilang, sebelum hilang kesabaran"

Eci malah tertawa. Ia meraba wajahnya yang membuatnya menggeram. "Kamu ganteng, bibir kamu juga bagus" ucapnya sambil mengusap bibir Al.

"Bibir kamu manis ga Al? Aku pengen nyoba"

Double shit!

"Ci lepasin Ci" ujarnya tak tertahan, ia tidak yakin bisa menahan diri lebih lama jika Eci tetap seperti ini. Ia lelaki normal terlebih ia sudah menahan diri sejak berangkat tadi. Susah payah ia menjaga pandangan dan pikirannya tapi sekarang Eci malah seperti mengajaknya bermain.

"Al.. aku pengen jilat bibir kamu"

Salahkan setan yang ada di ruangan ini. Al sudah tidak tahan mendengarnya. Suara rintihan gadis itu sedari tadi mengganggu kesadarannya. Ia sudah tidak peduli apa-apa. Yang ia tau hanyalah bagimana menyecap bibir wanita di depannya ini dengan rakus dan menuntut.

Sialan bibir kamu secandu ini Ci.

Pikiran jernihnya makin menguap entah kemana. Eci membalasnya sama rakusnya. Ia benar-benar hilang kendali. Tidak peduli apa yang terjadi setelah ini ia hanya ingin Eci mendesah menyebut namanya.
Lidahnya bermain dan menggigit bibir Eci sehingga gadis itu mengerang tertahan. Tangannya mengusap leher jenjang gadis itu yang sedari tadi ingin ia kecup dengan basah. Ciumannya turun ke leher yang begitu harum baginya, tak kuasa Al hingga akhirnya menghisap leher itu dengan nafsunya yang membara.

"Al.. ahh"

Lagi-lagi desahan gadis itu meruntuhkan dirinya, ia mabuk dalam kenikmatan yang Eci sediakan dan ia tidak sanggup menahan diri untuk tidak menyecap lebih dari ini. Dress yang digunakan Eci sungguh biadab. Dengan sedikit tarikan ia berhasil menemukan bongkahan dada sekal milik gais yang mendesah tak karuan dibawahnya. Ia melepas tuxedonya dan melemparkan sembarangan sembari melepas kemejanya. Tangannya mengusap payudara milik Eci sembari memlintir putingnya yang tegang hingga akhirnya ia menyecap payudara itu dengan mulut dan lidahnya yang hangat.

"Ohh.. Al kamu nglakuin apa sama aku" desah Eci tak jelas.

Al tak menjawab. Ia memilih menggunakan mulutnya untuk merasakan payudara yang menututnya berkali-kali lebih nikmat dari yang ia bayangkan. Sembari meremas payudara gadis itu, Al meninggalkan beberapa tanda kemerahan di sana. Ia merasa begitu sesak. Eci meremas rambutnya. "Al jangan lakuin itu ahh"

"Ah shit! Aku gabisa berhenti Ci. Kamu milikku Ci, aku bakalan milikin kamu malam ini. Persetan dengan hubungan kita, aku mau kamu jadi milikku"
Setelahnya satu-satunya yang Al ingat adalah ia hanya perlu sebuah karet pelindung.

***

Eci mengernyit dalam tidurnya. Kepalanya terasa pusing dan badannya sakit semua, bahkan untuk sekedar membuka kelopak mata saja rasanya susah. Ia menguap bermaksud untuk bangun tanpa berpikir apa yang telah terjadi pada dirinya. Eci membuka matanya dengan berat dan memandang sekelilingnya. Ruangan yang terasa tidak asing baginya. Ia yakin jika ini adalah kamar Al, lalu bagaimana bisa ia disini dan dimana Al.

Eci mengernyit begitu mengetahui keadaan tubuhnya yang telanjang. Nafasnya mulai tercekat, ia yakin sesuatu telah terjadi semalam. Ia tidak ingat dengan jelas bagaimana rentetan kejadian itu hingga berakhir seperti ini. Ia memeriksa keadaannya kemudian duduk dengan memeluk selimut dan matanya tertuju pada bercak darah di sprei milik Al. Pikirannya makin kalut. Ia menampar pipinya sendiri.

"Oh shit! Aku gabisa berhenti Ci"

"Ahh Al"

Eci mengumpat kasar. Bagaimana bisa ia berakhir seperti ini dengan Al. Ia bingung bagaimana harus bersikap di keadaan seperti ini. Kepalanya terasa pening mengingat potongan-potongan kejadia semalam. Bagaimana ia mendesah dan mengerang di bawah kukungan pria itu, bagaimana geraman Al yang mengiang di pikirannya membuatnya bergidik. Ia kalut, bingung merasa emosinya meluap serta merasa malu atas kejadian yang tidak bisa ia hentikan itu.

Memilih turun dari tempat tidur dan memunguti pakiannya yang masih berserakan, Eci memakai asal-asalan dress nya untuk menutupi tubuh telanjangnya. Bersamaan dengan itu pintu kamar mandi terbuka dan Al keluar dari sana dengan kaos polos dan celana pendek serta rambut yang masih basah. Eci diam di tempat, begitupun Al. Mereka saling menatap dalam diam hingga Eci berbalik dan memilih memunguti barang-barangnya yang lain, ia berniat untuk segera pergi dari sini.

"Ci" panggil Al dengan lirih tapi diabaikan olehnya. Ia lebih memilih sibuk dengan barang-barangnya lalu segera membuka pintu kamar dan keluar.

Al bingung ketika Eci keluar begitu saja dan bergegas menyusul gadis itu sembari meneriaki namanya agar Eci berhenti. Ia terlihat mencari-cari sesuatu yang sepertinya ia sedang mencari kunci mobilnya.

"Ci jangan gini, please kita harus ngobrol dulu" ucap Al sambil mendekati Eci yang lagi-lagi tidak mendapat respon.

Eci memilih diam dan tetap fokus dengan dirinya sendiri hingga Al menahan tangannya. Ia berusaha menepis tapi nyatanya Al jauh lebih kuat darinya hingga ia diam saja dan memandang Al dengan tatapan datar. "Mau apalagi kamu?"

Al menghembuskan nafas kasar mendengar pertanyaan Eci yang tajam. "Ci sebelumnya maafin aku gara-gara aku gabisa nahan diri. Tapi serius Ci aku gaada niatan jelek ke kamu, ak-"

"Lepasin Al aku mau pulang" ujarnya dingin.

Merasa masih diabaikan Al mendeket, "Stop" sanggah Eci sebelum jarak antara mereka berdua makin menipis.

"Biarin aku nanggung resiko dari perbuatan kita semalem Ci, aku gamau hubungan kita rusak. Aku mau kita nyari solusi"

"Solusi katamu? Gaada solusinya Al. Aku akuin semalem aku mabuk dan aku ga sadar dengan apa yang aku ucapin atau bahkan yang aku lakuin, tapi nggak seharusnya kamu manfaatin kesempatan kayak gini" ujar Eci emosi.

Al yang mendengar hal itu ikut tersulut emosi, dia tidak memanfaatkan kesempatan seperti yang Eci tuduhkan itu. Ia benar-benar tidak bisa mengontrol dirinya. "Ga pernah aku manfaatin kesempatan kayak gitu Ci"

"Brengsek kamu Al! Satu lagi, jangan pernah temui aku setelah ini" Eci buru-buru melepaskan tangannya yang digenggam Al kemudian berbalik dan hendak keluar dari apartemen ini. Al yang melihatnya tidak kunjung diam, ia buru-buru mengejar gadis itu. Sebelum gadis itu mencapai pintu ia buru-buru menariknya dan memeluk Eci yang sedang meronta.

"Ci, dengerin aku, dengerin perasaanku selama ini,Ci" lirih Al ketika ia memeluk gadis itu.

"Aku sayang sama kamu Ci, sejak dulu. Aku gabisa liat kamu sama cowok lain aku kayak orang gila tiap inget gimana kamu bercumbu sama Bima di depan mataku. Aku mau egois milikin kamu setelah ini, aku nggak peduli apapun yang harus aku terjang buat dapetin kamu Ci. Persetan dengan hubungan persahabatan kita"

***

Ga nyangka bgt kalau masih ada yang nungguin cerita ini, makasi ya teman-teman online ku. Semoga cerita ini bisa cepat selesai.

SeeU,

Seribu PurnamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang