Jika weekend bagi sebagian besar orang identik dengan waktu bersantai atau bahkan bermalas-malasan di rumah, atau bahkan menghabiskan waktu seharian di mall, maka untuk Eci, ia tak bisa disamakan dengan sebagian besar orang tersebut. Karna nyatanya, hari Minggu ini dia harus terus mengontrol dan terjun tangan langsung di sebuah event ulang tahun salah satu perusahaan ternama di Bandung, yang sejak kemarin sudah menguras tenaga untuk mempersiapkannya.
Bahkan sebagian besar weekend ia tak pernah di rumah, karna kebanyakan orang memang meminta sebuah event yang diselenggarakan di weekend. Memang beginilah resikonya, ia sudah memikirkannya sejak sebelum memantapkan hati untuk mendirikan sebuah event organizer yang resmi dibuka tiga tahun lalu. Memang, di tahun pertama pendiriannya, Eci hampir putus asa karena yang diharapkan nyatanya tidak sesuai. Tak banyak event yang menggunakan jasa Swastika Event Organizer miliknya, padahal susah payah ia meyakinkan kedua orangtuanya untuk membantu mendirikan EO ini saat ia belum menyelesaikan skripsinya. Tapi ia nekat.
Lalu, Eci harus sujud syukur saat perlahan namun pasti EO miliknya mulai dikenal khalayak luas yang berubah pesat dengan hampir lima puluh pegawai yang sekarang bekerja padanya. Ia akui, faktor orangtuanya juga mempengaruhi ini. Siapa yang tidak kenal dengan pengacara Halim Kusdinar yang namanya melejit di kalangan hukum, dan tentunya tidak bisa di pandang sebelah mata. Tapi Eci tidak mempermasalahkannya, toh yang mengatur dan merancang EOnya adalah ia sendiri. Orangtuanya hanya memberi sedikit modal saja.
Eci duduk disalah satu kursi yang disediakan untuk tamu sambil mengawasi jalannya event yang nampak terkendali. Even ini sudah berlangsung sejak tiga jam lalu, dan ia cukup duduk tenang dan menelfon Prita, pegawai yang Eci pasrahi untuk event kali ini. Eci memang sengaja membagi karyawannya menjadi masing-masing delapan sampai sepuluh anggota dengan salah satu leader untuk memudahkan mengatur dan membagi tiap adanya event yang membutuhkan jasa Swastika Even Organizer miliknya.
"Ya?" Jawabnya begitu mengakat telepon dari Prita.
"Keseluruhan sudah oke Mbak Eci, tinggal acara puncak saja dan sejam lagi, sesuai jadwal acaranya sudah berakhir"
Ia menganggukkan kepalanya, "Oke. Aku bakal nunggu acaranya selesai aja Prit, kamu tetep koordinir yang lain ya"
"Siap,Mbak"
Sejam kemudian, seperti yang dijelaskan Prita, acara berakhir. Namun para tamu masih berlalu lalang sehingga gedung masih ramai. Rencananya, Eci akan menemui Pak Johan, sebagai pemilik perusahaan untuk mengucapkan selamat dan sekaligus terimakasih, walaupun setelah acara berakhir, EO nya tetap mengadakan meeting dengan pelanggannya untuk evaluasi sekaligus pembubaran event tersebut, tapi selagi disini ia ingin melakukan itu untuk menghargai.
Eci berjalan menuju Pak Johan yang nampak berbincang dengan istrinya di sofa yang diletakkan di atas panggung.
"Pak Johan, saya mengucapkan selamat ulang tahun untuk perusahaan Bapak, semoga kedepannya semakin sukses ya Pak"
Pak Johan dan istrinya tersenyum sambil menjabat tangan Eci, "Terimakasih ya Mbak Eci, kalau enggak pakai EO nya Mbak, pasti enggak semeriah ini. Lain kali saya pakai lagi deh"
Eci tertawa menanggapi sebelum kemudian pamit undur diri untuk segera pulang. Ia keluar dari gedung dan melirik jam tangannya yang ternyata sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tadi ia berangkat dengan ayahnya yang hendak pergi juga, dan sekarang ia sedikit bingung hendak pulang naik apa, ia cukup takut untuk naik kendaraan umum di tengah malam seperti ini. Jadi ia memilih untuk menghubungi seseorang yang bisa ia andalkan saja, seperti biasanya.
"Al, jemput aku ya. Acaranya baru selesai, jemput ya please"
***
Algavian Maheswara, yang kerap kali hanya dipanggil nama awalnya saja, Al, tak berbeda seperti hampir malam-malam biasanya, berkumpul dengan teman-teman club motornya. Oke, bagi sebagian masyarakat mungkin ini terdengar negatif. Tapi hey! Kalian harus bisa membedakan antara geng motor dan club motor jika begitu. Sejak sekolah di bangku SMA, Al memang sudah tertarik dengan dunia otomotif. Itu sebabnya juga ia memilih mendengar ceramah orangtuanya tujuh hari tujuh malam, karna ia menolak untuk kuliah dan bersikeras menekuni dunia otomotif. Meski niatnya di tentang keras, kini usahanya tersebut membuahkan hasil yang membuatnya bangga. Siapa sangka sekarang ia punya bengkel motor yang besar dengan tiga cabang di kota Bandung sekarang.
Setelah mendapatkan telepon dari teman hidupnya, maksudnya sahabatnya, Al segera menuju ke tempat dimana sahabatnya itu berada sekarang. Memilih pulang lebih dulu dari teman-teman club motornya, dan melaju dengan Kawasaki Ninja nya. Setelah beberapa lama berkendara membelah angin malam, ia sampai di tempat tujuan dan menemukan seorang gadis dengan dress maroon berdiri di depan gedung sendirian, yang langsung saja Al melajukan motor hingga berhenti di depan gadis itu.
"Ayo cepetan naik" suruhnya tanpa repot-repot membuka helm fullface nya.
Eci memandang sahabatnya yang baru datang dengan motor gedenya lalu mencebik. "Abis ngumpul sama geng motor kamu ya?"
Pasalnya jika Al berada di apartemen, ia pasti memilih menggunakan mobil dari pada menggunakan motor. Jadi ia menarik kesimpulan tersebut, mengapa sahabatnya itu memakai motor.
Al mematikan mesin motornya dan melepas helm, hingga terlihat rambutnya yang lurus tampak acak-acakan yang sialnya malah terlihat sexy bagi kaum hawa, tak terkecuali Eci, mungkin. "Udah aku bilang berapa kali kalau aku itu bukan geng motor,Ci"
"Sama aja kali. Kalian kan sama-sama komunitas motor gitu" sanggahnya, "Terus kamu nggak ngerti keadaanku banget sih Al, aku pakai dress lho, masak naik motor kamu sih"
Ya, Al baru sadar juga. Walaupun dress yang dipakai Eci tidak ketat dan panjangnya masih dibawah lutut, rasanya akan tetap tidak baik jika ia naik motor. "Iyasih. Terus gimana? Aku langsung kesini tadi, kurang baik apa sih,Ci"
"Iya-iya makasih. Sekarang tuh masalahnya, ini paha aku mau ditutup pakai apa Al" hampir sepuluh tahun berteman, mereka cenderung ceplas ceplos dalam segala hal. Entah itu perkataan atau sekedar masalah untuk berbagi cerita. Jadi tak heran, is berbicara seperti ini.
Al berdecak menanggapi sebelum akhirnya melepas jaket kulit yang ia pakai dan memberikannya pada Eci, "Tuh, buat tutup paha kamu yang mulus tuh. Udah cepet naik, keburu malem bisa-bisa Om nyekek aku nanti"
Sedangkan Eci lebih memilih menuruti sambil tersenyum dalam hati terhadap kelakuan sahabatnya itu. Yang tentu bisa ia andalkan dalam segala hal dan bahkan akan berkorban jika ia dalam kesulitan. Hubungan diantara mereka lebih kuat, jika dibandingkan seseorang yang sedang pdkt atau bahkan menjalin kasih. Namun, apakah mereka menyadari keterikatan khusus diantara mereka nantinya?
***
Hai hai
Floralia comeback nih, oke cerita kali ini temanya memang mainstream, tapi konfliknya nanti bakal seru deh.
Jg lupa vote dan komen kalian...SeeU,
KAMU SEDANG MEMBACA
Seribu Purnama
Romance"Brengsek kamu Al," "Satu lagi, jangan pernah nemuin aku setelah ini" -Swastika Eci "Ci, dengerin aku, dengerin perasaanku selama ini,Ci" -Algavian Maheswara _____ Benar kata orang, satu keburukan akan menghilangkan seribu kebaikan. Tak peduli seber...