4. Dey

11 6 6
                                    

“E-Eirene t-tolong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“E-Eirene t-tolong...” rintih seorang gadis kecil, terduduk meringkuk memeluk kedua lututnya yang memar sesaat setelah jatuh tersungkur tersandung akar pepohonan yang mencuat, ia lelah akan pelariannya dari kejaran siluman ular. Telapak kakinya dipenuhi goresan darah karena berlarian tanpa alas kaki, nafas gadis kecil itu terengah-engah, dia membekap mulutnya sendiri—meredam isak tangis begitu mendengar derap langkah kaki siluman itu mulai mendekat dari tempatnya bersembunyi.

“J-jangan sakiti dia!” teriak Eirene memekik, spontan terbangun dari tidur lelapnya yang tak nyenyak, terusik oleh skenario mimpi mengerikan yang membuatnya takut setengah mati saking terasa begitu nyata, seolah memberinya pertanda. Keringat mengucur deras membasahi pelipis hingga leher, raut wajah sang pangeran pucat pasi, tangannya gemetar.

“Ren, ada apa?” tanya Elaine di ambang pintu, sang kakak segera menghampiri kamar tempat adiknya tidur begitu mendengar teriakan. Ia mendapati bocah laki-laki itu dalam keadaan syok, namun begitu didekati, Eirene menepis tangan Elaine yang hendak membelai puncak kepalanya. Sontak menyibakkan selimut, turun dari pembaringan, lalu berlarian panik ke arah balkon. Melihat keramaian yang terdengar bising dari lantai atas, terlihat di bawah Jorge Harrington sang adipati dengan menunggangi seekor kuda—mengarahkan para serdadu untuk segera bergegas ke suatu tempat.

Sementara jauh dalam naungan pepohonan hutan, mata elang bocah itu melihat kepulan asap yang membumbung ke udara di hiasi percikan api dan cahaya yang menyala terang di antara kegelapan.

“D-Dey!” racaunya. Elaine tidak mengerti kenapa adiknya sangat ketakutan ketika baru saja bangun tidur, ia mengejar langkah bocah yang berlarian di koridor, kalut kalang kabut. Langkah Eirene baru berhenti begitu melihat sang raja dan ratu saling bercengkerama cemas membicarakan hal buruk tentang seseorang yang menjadi pusat pikirannya sekarang.

“Entah masalah apa di antara Zeelan dan Anshe sampai mereka terlibat dengan siluman sekelas Medusa. Kediaman mereka yang diserang membabi buta dengan kawanan ular di tengah malam begini sungguh kejam.” Gumam Elrond Chrysler, menggertakkan giginya geram.

Eliza berjalan mondar-mandir, “semoga saja pasukan yang dikomandoi Jorge sampai tepat waktu, kita hanya bisa berharap tidak ada korban jiwa. Aku sungguh tidak mengerti mengapa siluman itu mengincar putri mereka. Apa semacam tumbal untuk keabadian atau dendam? Kasihan Dey, Eirene sangat menyayanginya. Kalau tahu dia dalam bahaya, anak itu pasti bersikukuh terlibat tak peduli risiko apa pun.” risaunya.

Pyaarrrr...

Salah satu vas bunga jatuh pecah sesaat setelah tersenggol tangan Eirene yang hampir kehilangan keseimbangan untuk berdiri tegak begitu mendengar langsung percakapan ayah dan ibunya. Ia turut ambruk dalam posisi berlutut, menangis histeris di antara pecahan kaca yang berserakan.

Elaine terpaksa menggendong Eirene, memindahkan adiknya agar tidak tergores retakan beling. Pemuda itu memangku sang adik, memeluknya, menyalurkan ketenangan. Tapi seperti yang barusan Eliza perkirakan, putranya benar-benar nekat untuk ditemani ke lokasi kejadian langsung. Kondisinya kacau begitu sampai tepat di halaman pelataran paviliun yang hangus terbakar dan masih berusaha dipadamkan prajurit kerajaannya.

Heir Of FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang