Charfork Academy | 00.11
“Dey..” sebut Darka merenung. “Siapa—Dey?”
“Haish, merepotkan.” Dengusnya.
“Persetan siapa Dey, kenapa pula itu jadi urusanku? Mana mungkin aku mengenalnya,” gerutu sang master, sesaat setelah menggunting perban yang sudah ia lilitkan membalut leher, lengan, dan lututnya begitu salep yang telah Eirene oleskan telah mengering selang satu jam kemudian. Ia lanjut menempeli luka-luka goresan ringan dengan plester baru di sekujur lengan, sedang tatapan gadis itu hanya tertuju pada seorang pemuda yang terbaring lelap tertidur di atas ranjang pembaringannya.
Loh, Eirene—masih di sana?
Ya, dia tidak jadi pulang ke habitat Fire Signs.
Dua jam yang lalu,
“Kenapa kau sampai repot-repot melakukan ini padaku di saat tujuan awalmu kemari hanya untuk memberikan salep herbal itu? Aku bisa mengurus diriku sendiri,”
“Sssttt.. Kau ini, masih saja mempertanyakan bentuk kepedulian orang lain. Dengar ya Ka, aku begini juga untuk bertanggungjawab. Bagaimana pun, aku yang melukaimu. Kadang kala pengukir luka juga bisa menjadi penawar rasa sakit kan?”
Tch, sok puitis. Dan apa tadi dia bilang? Ka? Pangeran itu memanggilnya Ka dari Darka?
“Akh,”
Kenapa lagi—dia? Mendadak memegangi kepala seolah kesakitan, persis seperti kejadian tadi sore. Tatapannya kosong dengan napas tak beraturan. “Eirene kau kenapa?”
Tidak ada respons jawaban, selang satu-dua menit dia bergeming seperti orang ling-lung. Sekalinya mengatakan sepatah kata, rasa-rasanya yang terucap terdengar semacam racauan.
“Aku benci kalau kau terluka, Dey..”
“Dey?” Darka mengernyit. Entah kerasukan setan apa dia? Demi apa pun gadis itu harus segera menyadarkan sang pangeran sebelum...
“Astaga, Eirene!” ringis Darka sewaktu darah mengalir dari lubang hidung pemuda itu. Diguncangkannya punggung Eirene agar delusinya berhenti. Bagaimana tidak panik, dia mimisan—lagi.
Eirene baru mengerjapkan matanya sesekali menyeka hidung yang berdarah. Dia mendadak kalut bercampur takut, binar netra gelapnya redup—sarat akan keputusasaan dan didominasi frustrasi. “Darka, siapa itu Dey?”
“Kau—amnesia?”
“A-aku—amnesia?!”
“Ya—bisa jadi kan?” ujar gadis itu hati-hati, tahu betul lawan bicaranya sedang—sensitif. “Kurasa itu jauh lebih logis dijadikan sebagai spekulasi daripada dugaanmu yang berpikir kau terkena sihir. Kau—sungguh tidak ingat siapa dia kan? Lalu kenapa hanya dia yang kau lupakan? Coba tanyakan pada orang-orang terdekatmu, barangkali kau memang pernah mengalami kecelakaan sewaktu kecil yang membuat kepalamu cedera.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Heir Of Fire
FantasySaat keterpaksaan dinobatkan sebagai putra mahkota karena menjadi satu-satunya keturunan terakhir yang masih hidup selepas perang---Eirene muak atas takdirnya, dia jadi tidak bisa hidup bebas, malah harus menggantikan kewajiban besar yang diemban me...