20. Lean Your Head on My Shoulder

21 5 4
                                    

Terik bagaskara memancar tepat di atas kepala, gerah hawa kian memanas; apalagi rumah bernuansa coklat dan jingga yang sedang Darka dan Eirene singgahi—sangatlah tertutup, entah pintu, hingga jendela serta korden

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terik bagaskara memancar tepat di atas kepala, gerah hawa kian memanas; apalagi rumah bernuansa coklat dan jingga yang sedang Darka dan Eirene singgahi—sangatlah tertutup, entah pintu, hingga jendela serta korden. Sudah lima belas menit berlalu, namun si empunya rumah masihlah belum kembali dari garasi yang terdengar tengah dia acak-acak. Mengabaikan sang pangeran dan masternya yang dibiarkan menunggu di ruang tamu tempat perabotan rotan tertata—agak berantakan.

Darka tidak terganggu dengan ruangan gelap, karena kamarnya bisa lebih gulita dari itu ketika malam, jadi baginya sudah terbiasa dalam suasana kelam. Sedangkan Eirene mengeluh tertahan lantaran kepanasan hingga permukaan kulitnya yang putih cerah—kian memerah, rasanya seperti terpenjara dalam oven tanpa sirkulasi udara, pengap nan sesak.

Berbeda dari sang pangeran yang sesekali mengibaskan tangan kegerahan, Darka justru bergeming tanpa suara tatkala netra elangnya mengedar ke langit-langit bangunan, merasa tidak nyaman dan sedikit—mual. Terusik dengan bau anyir nan amis yang menyengat dan tercium dari sejak menginjakkan kaki di pekarangan latar depan. Anehnya hanya dirinya yang mencium bau-bauan tak sedap, sebab Eirene tidak bereaksi demikian. Meski sempat memberitahunya sekilas melihat seekor—kelelawar hitam bertengger di genteng ketika mereka belum dipersilahkan masuk, tadi.

Bukankah janggal seekor kelelawar yang notabenenya hewan nokturnal itu tidak tidur di siang bolong?

Klotaakkk..

Alih-alih Tuan Hogan menampakkan batang hidungnya, justru muncul seekor anjing hitam jenis doberman yang tidak sengaja menyenggol nakas, menumpahkan vas bunga yang isinya telah mengering.

Namun bila ditelisik, anjing itu bertingkah laku—aneh. Dia tidak hiperaktif, cenderung pasif, malah hanya duduk di sudut ruangan seakan mengawasi kedua tamu sangat pemilik. Padahal karakteristik normalnya yang waspada, energik, nan sedikit agresif—tak jarang membuat jenis anjing itu dilatih sebagai anjing penjaga maupun pelacak prajurit kerajaan untuk membantu investigasi atau pencarian orang maupun barang.

“Dia menatap kita sejak tadi, Ka? Apakah tidak apa-apa? Setahuku anjing penjaga itu sensitif dengan orang asing, ataukah memang sudah jinak saja ya?” bisik Eirene terheran.

“Aku juga berpikir demikian, tapi yang lebih mengganggu keingintahuanku adalah—Tuan Hogan Howard memiliki nama belakang yang sama—dengan catatan seorang korban yang sudah meninggal sebelumnya. Lantas apa hubungan Tuan Hogan Howard dengan Tuan Hobart Howard?

“Korban kasus yang mana? Coba lihat,” pinta Eirene meminta buku catatan yang sejak tadi Darka baca ulang di sela-sela waktu menunggu.

Hanya saja sebelum buku itu sampai ke tangan Eirene, Tuan Hogan mendadak datang dengan peti kayu berukuran sedang yang kemudian dia letakkan di meja di hadapan mereka.

“Apa semua ini, Tuan Hogan?” heran Eirene, menuntut penjelasan.

“I-ini..”

“Ssssttt..” desis Darka diikuti telunjuk yang diletakkan di bibirnya, sengaja menyela penjelasan Tuan Hogan yang terbata dan mengisyaratkan agar mereka diam sejenak.

Heir Of FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang