21. History of Caldmer's Village

21 6 0
                                    

Twenty Four Years Ago

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Twenty Four Years Ago..
Desa Caldmer | 20.02

Abu kayu bakar menjelma arang berwarna kelabu dihiasi jingga nyala sisa-sisa bara api yang kian redup usai terguyur air tatkala tungku dipadamkan, menyisakan kepulan asap membumbung seiring padam kobar api yang menyurut. Seorang pemuda mengambil air panas dari dalam kendi yang tadinya direbus, kemudian menuangkannya ke dalam teko yang berisikan dedaunan teh kering untuk diseduh tanpa gula. Lalu disajikan di atas meja bambu, tepat di hadapan seorang pria paruh baya yang tengah sibuk menghitung sisa jumlah koin-koinnya setelah ia pinjamkan sebagian pada seorang warga yang berhutang untuk membeli pupuk ladang.

“Mohon izin, ayah. Lusa aku akan mengunjungi Desa Cryllius. Aku sudah berjanji pada Hart akan memancing bersamanya di sungai.” Interupsi suara pemuda itu, membuka topik obrolan.

“Pergilah, jangan pulang terlalu larut. Besok jangan lupa membawa sekalian singkong hasil ladang kita untuk diberikan pada paman dan bibimu. Sampaikan salamku pada mereka, kau harus akur dengan sepupumu kalau bertamu.” Tuturnya. “Ajak Hart ganti berkunjung kemari di lain waktu, akhir bulan ini kan desa kita akan menyelenggarakan Festival Lentera. Menurut hasil laporan rapat siang tadi, segala persiapan jelang festival nyaris rampung. Kau berpartisipasilah membantu mereka sebisamu,”

“Tentu ayah, setiap empat tahun sekali akulah yang mengambil peran sebagai pemandu tur wisatawan desa lain. Kali ini pasti akan sangat meriah karena kita telah menyiapkan tema baru yang menarik.”

“Pastikan tidak ada yang kurang, keluarga kerajaan juga akan datang berkunjung sebagai tamu kehormatan untuk mengisi upacara awal peresmian festival. Kudengar, Pangeran Elaine akan mengajak adik kecilnya ikut serta. Kita harus mengistimewakan mereka,”

“Wah, benarkah ayah? Ini pertama kalinya Pangeran Eirene mengunjungi desa setelah dia lahir. Sebuah kehormatan bagi kita untuk memberikan kesan terbaik baginya.”

Sang ayah tidak lagi menanggapi, usai melenggang ke kamar untuk menyimpan uangnya di lemari. Sehingga jadilah hening habis obrolan keduanya tanpa sosok ibu dan istri yang biasanya hadir sebagai pencair suasana serius di dalam kediaman mereka. Sebulan telah berlalu semenjak dirinya meninggal karena didiagnosis sakit keras.

Hanya terdengar suara jangkrik yang beradu dengan decak cecak di dinding yang mengisi nyawa ruang tamu yang terasa kosong itu. Hingga mendadak secara tiba-tiba,

Blaammm...

Terdengar ledakan diikuti teriak tangis histeris dari arah gapura desa. Tak lama setelahnya, beberapa orang berdatangan mengetuk pintu untuk mencari sang kepala desa.

Tok.. Tok.. Tok..

Cklaakkk.. Krieeettt...

Pemuda itu yang membukakan pintu berdecit menyambut kedatangan mereka bersamaan ketika dirinya memang hendak keluar untuk mencari tahu apa yang telah terjadi.

Heir Of FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang