Chapter 1 : First Meeting

43.6K 1.1K 25
                                    

"Ada yang bisa kubantu, Tiff? Kau terlihat kerepotan."

"Ugh, banyak sekali Ed. Tolong antarkan ini ke meja delapan, dan yang ini ke meja dua belas. Aku harus melayani meja empat belas."

"Okay."

Aku memberikan nampan berisi makanan kepada Edward, kemudian berjalan menuju meja empat belas. Setelah mencatat semua pesanan, aku memberikan catatan tersebut kepada Greg, sahabat terbaikku yang bekerja sebagai koki disini. Dan aku terus melakukan hal yang sama hingga jam istirahat tiba. Aku segera duduk di sofa kemudian mengelap seluruh keringat di wajahku yang terus bercucuran.

Astaga, tempat ini benar benar seperti neraka.

"Greg, aku ingin segelas, bukan. Aku ingin 3 gelas es jeruk."

"Lalu?"

"Oh ayolah. Aku lelah, Greg. Aku haus. Apakah kau tidak melihat betapa banyaknya keringat yang mengalir deras di wajahku saat ini?"

"Ya, aku melihatnya. Dan kau juga perlu melihat bahwa aku lebih berkeringat darimu. Bahkan aku harus meminta Edward untuk mengelap keringat di wajahku supaya tidak jatuh ke dalam masakanku."

"Oh, aku tahu itu. Para pelanggan juga menertawakan kalian berdua."

"Tapi mereka mencintai rasa masakanku."

"Ya ya ya. Ayo, cepat buatkan aku 3 gelas es jeruk!" Perintahku dengan nada yang dibuat-buat.

"Baiklah, nyonya malas." Ucap Greg diselingi tawa kecil, kemudian berjalan masuk ke dalam dapur.

***

Namaku Tiffany Lawson. Umurku 18 tahun, dan aku lahir di London, England. Aku bekerja di sebuah restoran di Baker Street.

Well, aku tidak berkuliah karena keuangan ibuku yang semakin hari semakin menipis. Ayahku meninggal karena penyakit jantung koroner yang dalam hitungan hari langsung merenggut nyawanya. Maka dari itu, aku memutuskan untuk membantu ibuku selagi aku bisa.

"Tiff, jangan melamun. Ini sudah jam 3, saatnya kau kembali bekerja."

"Diluar sungguh sepi, Grace. Bahkan mungkin tidak ada pelanggan."

"Tetap saja. Ayo,"

"Arffh. Kau tahu, aku lelah. Ah, begini saja. Aku akan keluar dan kembali bekerja, asalkan kau mau melakukan sesuatu untukku."

"Apa?"

Aku tersenyum. "Yang pertama, kau harus menggendongku keluar."

Grace memutar kedua bola matanya. "Masih ada yang kedua?"

"Yang kedua, kau harus bilang pada Edward tentang perasaanmu yang sesungguhnya."

Kali ini, wajah Grace memerah. Ia membelalakkan matanya padaku, kemudian mencubit perutku pelan.

"Aku menolak permintaan kedua."

"Yasudah, kalau begitu aku sendiri yang akan bilang pada Edward bahwa kau menyukainya."

"Tiff! Bisakah kau berhenti?" Ucap Grace diselingi tawa kecil.

"Hahaha. Iya iya. Yasudah, ayo keluar. Kau cukup menggendongku. Ayo!"

Grace tertawa, kemudian menggendongku di pundaknya.

Ketika aku dan Grace keluar dari ruang istirahat, Grace langsung menurunkanku dari gendongannya.

"Kau berat sekali, Tiff."

"Ya, memang aku berat."

"Grace!" Edward memanggil Grace untuk membantunya mengangkat dus-dus bahan makanan. Aku mengedipkan mataku padanya seraya tersenyum, kemudian ia ikut tersenyum dan berlari ke arah Edward. Aku menunggu di depan pintu masuk, karena orang orang mulai berdatangan.

Well, sepertinya aku mengenal mereka. Maksudku, 5 orang pria yang baru saja masuk ke dalam restoran dan duduk di salah satu meja. Dan mereka berlima sama sama memakai kupluk serta kacamata hitam. Urgh, weird.

Aku berjalan pelan ke arah mereka. Serius, aku benar benar merasa familiar dengan mereka.

"Permisi. Ada yang bisa kubantu..?"

Sementara mereka berbicara dan aku mencatat pesanan mereka, aku sempat berpikir sejenak. Bahkan aku juga merasa familiar dengan suara mereka.

Setelah mereka selesai memesan, aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Err, maaf. Sepertinya aku mengenal kalian. Kalian siapa?"

"I'll tell you, as long as you're not going to scream."

Aku mengangguk.

Salah satu dari mereka membuka kupluk dan kacamatanya.

Oh God.

"One Direction?" Tanyaku memastikan. Mereka mengangguk.

"Oh. Pantas saja. Okay, aku permisi dulu."

Ketika aku membalikkan badanku, salah satu dari mereka menahan tanganku. Aku kembali berbalik dengan kedua alisku mengkerut.

"Ada apa?"

"Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin bilang bahwa kau cantik."

Aku memutar kedua bola mataku, kemudian berjalan ke arah dapur untuk memberikan daftar pesanan kepada Greg.

---------------------------------

The Unpredicted Life // h.s.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang