Chapter 18

7.6K 501 6
                                    

Chapter 18

---------------------------

Tiffany POV

Restoran semakin sepi karena sudah memasuki musim dingin. Bukan, ini memang sudah memasuki musim dingin. Entah kenapa, salju turun lebih lebat dari pada musim dingin tahun lalu.

Ah, ya. Masalah Harry.

Followersku semakin bertambah setiap hari, akibat Harry yang selalu mencantumkan username twitterku di beberapa tweet miliknya. Contohnya :

Good morning @Tiffanyboo_211 :)

I miss @Tiffanyboo_211 very very very much.

Hello boo.. :D what are you doing right now?? @Tiffanyboo_211

Here's a picture of the ugly version of @Tiffanyboo_211 ! Hehe, found this on my iPhone!

Um..ya. Kira-kira seputar itu.

Banyak orang bertanya-tanya padaku tentang hal tersebut. Dan akibat hal tersebut, aku melihat sebuah berita di TV barusan tentang hal tersebut. Astaga. Bahkan tweet milik Harry untukku ditampilkan di layar TV.

Ini gila.

Aku menggeleng pelan, kemudian berangkat menuju restoran. Di musim dingin ini, restoran akan dibuka 2 jam lebih lambat. Jadi, aku tidak perlu bangun terlalu pagi.

Kalau musim dingin seperti ini, aku jadi malas pergi ke restoran. Sungguh, deh. Rasanya aku hanya ingin bermalas-malasan di rumah.

Aku memarkir sepedaku di depan restoran kemudian mengaitkannya dengan tiang lampu, dan aku pun masuk ke dalam.

"Good morning, guys." Ucapku sambil berjalan menuju ruang istirahat untuk menaruh tasku, kemudian keluar.

"Good morning, Tiff."

Semuanya hening. Tidak ada yang bersuara, bahkan sang pasangan baru pun tidak mengeluarkan suara sedikit pun.

"Okay, kenapa kalian semua hening?" Ucapku akibat tidak tahan akan keheningan yang menyelimuti keadaan restoran.

"Entahlah, tidak ada topik yang penting untuk dibicarakan." Jawab Grace seperlunya. Aku mengerutkan alisku, kemudian masuk ke dalam ruang istirahat dan menyalakan speaker untuk lagu. Aku memilih lagu di komputer tersebut, kemudian memutarnya dan keluar.

Setidaknya, ini lebih baik dibandingkan dengan keheningan.

Jam dinding pun berdentang, tanda saatnya untuk membuka restoran. Aku membuka kuncinya, kemudian membalikkan papan 'close' menjadi 'open'.

Tak berapa lama, seorang pelanggan datang.

Ya, hanya seorang. Biar kuberitahu, saljunya turun sangat lebat.

Dan ini merupakan suatu keajaiban, bahwa seorang pelanggan mau datang ke sini dalam cuaca seburuk ini.

Urff, tunggu. Aku mengenali pelanggan pria tersebut. Uh, biar kutebak. Itu pasti Zayn.

Aku berjalan mendekat ke arahnya yang sudah terduduk di sebuah meja kecil, kemudian berdeham.

Ia mendongak ke atas, kemudian tersenyum dan melepas kacamatanya sebentar, kemudian memakainya lagi.

The Unpredicted Life // h.s.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang