Chapter 26
---------
Tiffany POV
Tepat pukul lima pagi, aku terbangun. Setelah aku benar-benar sadar, aku baru ingat akan Harry. Harry sedang tidur, di atas, tepat di dalam kamarku. Astaga.
Aku menaiki tangga menuju kamarku dengan hati-hati. Aku membuka kenop pintu kamarku, kemudian mengambil seragam kerjaku.
Setelah mengambil seragam kerjaku, aku memutuskan untuk menghampiri Harry yang masih terlelap dalam tidurnya. Aku memegang jidatnya, masih agak panas namun tidak sepanas semalam. Dan tiba-tiba saja, ia menarik ujung bajuku ketika aku hendak pergi.
"Jangan pergi." Gumamnya. Aku sempat berpikir bahwa ia sudah bangun, tetapi ternyata ia hanya mengigau.
"Please, don't leave me alone." Igaunya lagi. Aku terdiam sebentar, kemudian duduk di kursi di sebelahnya. "Iya, aku tidak akan pergi." Jawabku pelan.
Aku tersenyum, kemudian mengelus kepalanya sekali. Ia melepaskan pegangannya pada ujung bajuku, kemudian aku berdiri dan menaruh seragamku kembali ke dalam lemari. Aku mengeluarkan ponselku, kemudian mengirimkan sebuah pesan kepada Grace.
To : Grace
Hey Grace, sepertinya aku tidak masuk hari ini. Tolong izinkan aku pada Ms. Kate, okay? Bilang saja aku ada urusan, thank you!! xx
From : Grace
Okay. Memangnya kau ada urusan apa?
To : Grace
Um, Harry. Harry ada di rumahku sekarang ini, dan dia sakit. Ku pikir aku harus merawatnya. Dan semua teman-temannya pasti sedang mencarinya, jadi..yeah. Kau tahu sendiri. Jangan bertanya lagi kenapa ia bisa ada di rumahku, karena aku akan menjelaskan semuanya besok. Okay? Thank you, love you bestie xx
From : Grace
Whoaaa, okayy. Um, good luck.? :p
Aku terkekeh pelan, kemudian memutuskan untuk tidak membalas pesan dari Grace. Aku mengambil pakaianku, kemudian turun ke bawah dan mandi. Setelah mandi, aku mengeringkan rambutku dan membuatkan semangkuk bubur untuk Harry.
Setelah bubur buatanku jadi, aku mengambil segelas air hangat dan obat untuknya. Kemudian, aku membawanya ke kamarku.
Ketika aku masuk, ia sudah terbangun dan sedang bersandar.
Ia tersenyum ketika melihatku. "Hey. Good morning, Tiff."
Aku tersenyum canggung, kemudian menaruh nampan tersebut di meja dekat ranjang. "Um, hi. How do you feel..?"
"Not so good." Jawabnya, tersenyum lagi. Padahal wajahnya pucat dan lemas, kenapa ia masih bisa tersenyum seperti itu, seakan-akan ia masih sehat?
Aku memberikan mangkuk berisi bubur yang masih hangat kepada Harry. "Ini, makanlah. Kau harus cepat sembuh, aku yakin, semua temanmu pasti mengkhawatirkanmu. Lebih baik kau kabarkan mereka sekarang,"
"Iya, aku sudah mengabarkannya tadi, mungkin 5 menit sebelum kau datang." Jawabnya lembut. Ia tidak pernah berhenti tersenyum sedari tadi, dan pandangannya hanya tertuju padaku. Mangkuk berisi bubur yang tadi kuberikan padanya pun sudah setengah dihabisi olehnya.
"Kenapa kau melihatku seperti itu? Memangnya ada yang salah denganku?" Tanyaku canggung. Aku masih belum terlalu terbiasa berbicara dengannya lagi.
"Tidak. Tidak ada yang salah denganmu. Aku hanya sedang bahagia." Jawabnya lagi, menunjukkan deretan giginya yang putih dan rapi.
"Bahagia? Kau sedang sakit, dan kau malah bahagia?" Aku menatapnya bingung, kemudian duduk di kursi dekat ranjang.
"Ya, aku sedang bahagia. Aku bahagia aku bisa bertemu denganmu lagi. Aku bisa berbicara denganmu lagi. Aku bisa melihat senyummu lagi. Aku bisa terbebas dari Chloe untuk sementara. Dan aku akhirnya bisa menjelaskan semuanya padamu,"
Aku hanya diam membisu. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan kepada laki-laki berambut keriting ini.
Ia menghabisi bubur miliknya, kemudian menaruh mangkuk tersebut di meja.
"Bubur buatanmu enak." Pujinya sambil meneguk obatnya. Aku hanya tersenyum tipis, kemudian mengangkut nampan tersebut dan turun ke bawah. Ketika aku membuka kenop pintu, ia memanggilku.
"Tiffany?"
"Yeah?"
"I missed you. A lot." Ucapnya. Aku tersenyum tipis, kemudian keluar dari kamar dan turun ke bawah.
"Aku akan ada di bawah sepanjang hari. Kalau kau butuh aku, panggil saja." Kataku kemudian menutup pintu.
Harry POV
Setelah Tiffany keluar, aku memutuskan untuk turun dari kasur dan melihat-lihat isi kamarnya. Di sebuah meja kecil, terdapat sebuah foto yang di bingkai. Aku yakin itu pasti dia, ibunya dan ayahnya. Tiff masih berumur sekitar 3 tahun, kurasa. Wajahnya bulat, dengan rambut pirangnya yang dikuncir. Aku terkekeh, kemudian mengeluarkan ponselku dan memotretnya.
Aku berjalan menuju meja riasnya. Beberapa sticker fotonya dan teman-temannya tertempel di pinggiran kaca. Aku tersenyum lagi, kemudian beralih ke lemarinya. Aku membukanya, kemudian mengambil sebuah buku tulis berwarna kuning yang terselip di bawah tumpukan bajunya.
Aku tahu aku tidak boleh melakukannya, tapi aku penasaran.
Aku pun membukanya.
-------
End of Chapter 26!! Thank you for reading xx
PS : Maaf kalo pendek, jelek, nggak menarik, banyak typo(s), bad grammar, dll. Saran dan kritik diterima ;)
See you in the next chap!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unpredicted Life // h.s.
FanfictionCerita tentang kehidupan seorang gadis bernama Tiffany Lawson yang tiba-tiba saja bertemu dengan idolanya di sebuah restoran tempatnya bekerja. Gadis ini mengalami berbagai hal yang tak pernah ia kira akan terjadi padanya. Semuanya begitu tiba-tiba...