. . .
"Setelah ku pikir pikir kau cukup keterlaluan ze, apa kau ingat waktu itu saat kami ke rumahmu dan saat kami menanyakan siapa itu NamJoon (?) kau mengatakan NamJoon itu anak pembantumu? "
Zea terdiam ia kembali mengingat memori itu, saat titik dimana hati NamJoon benar benar sakit.
Flashback
Sial Zea merutuki dirinya saat tidak dapat menghentikan teman temannya untuk datang ke apartemen barunya.
"Mampus aku! Apa yang harus aku lakukan pada si idiot itu? Apa yang akan mereka pikirkan nantinya?! " Zea mondar mandir di depan pintu.
Tingtong
Zea terperanjat, ia menatap horor ke arah pintu. Zea menarik nafasnya dan mencoba menormalkan rasa cemas nya, oke ini saatnya bersikap biasa saja.
Cklek
"Hai Zea/Hai bro" Ucap Vina dan veno berbarengan, Zea mengangguk dengan tatapan datarnya. Ia menuntun temannya untuk duduk di sofa dan mengambilkan minuman untuk mereka.
"Wah besar juga apartemen mu Zea" Zea hanya mengangguk singkat.
Mereka tengah asik mengobrol sampai tiba tiba suara NamJoon membuat mereka mengalihkan pandang nya. NamJoon turun dari kamar dengan tingkah konyolnya, Zea mencoba menahan emosinya untuk tidak memaki NamJoon sekarang juga.
NamJoon terhenti saat ia melihat dua orang yang tidak ia kenal, NamJoon kembali menatap Zea.
"Siapa si aneh ini ze? " Vina menatap penampilan NamJoon dari atas sampai bawah.
Veno meringis jijik melihat NamJoon berpakaian seperti bayi dengan air liur nya yang sedikit menetes.
"Dia idiot? " Tanya veno sedangkan Zea hanya bergumam.
"Dia anak pembantu ku, ibunya sedang pergi ke pasar. " Veno dan Vina mengangguk lalu terkekeh sarkastik.
"Heh idiot" NamJoon menoleh dengan bibir yang melengkung.
"Namu tidak idiot! "
"Ck! kau tidak pernah bercermin ya? Kkkk lihat itu liur mu menjijikan"Veno menatap rendah NamJoon sedangkan Zea hanya diam dengan menyeruput minuman nya acuh.
Ia terlihat sangat tidak peduli pada NamJoon, NamJoon mencoba mencari pembelaan dari Zea namun yang ia dapat hanya wajah dingin yang menatapnya tak beda jauh dari kedua orang itu.
"Dasar idiot tidak sadar diri" Mata NamJoon memerah air matanya sudah berlomba-lomba ingin keluar, ia tak idiot dia itu istimewa!.
"Namu bukan idiot namu itu istimewa! " NamJoon meneriaki mereka.
Veno memberi kesan ingin muntah "istimewa? Hahaha yang ada kau itu kelainan bodoh! Kau berbeda karna kau itu idiot" Veno tertawa kencang sampai membuat kuping NamJoon berdengung.
NamJoon menutup telinganya sambil menangis. "Tidak namun tidak idiot, ibu..." Ucapnya lihir.
"Yah... Dia menangis cengeng sekali bayi besar ini" Veno Vina dan juga Zea tertawa puas.
Zea bangkit dan berdiri di depan NamJoon, NamJoon tersenyum di sela tangis nya ia kira Zea akan memeluknya tapi ia salah Zea malah menoyor kepalanya berulang kali.
"Cengeng" Satu
"idiot" Dua
"payah" Tiga
"bayi besar" Empat
" dan bodoh" Lima
Lengkap sudah penderitaan NamJoon setelah mengolok-olok nya Zea mendorong kuat NamJoon hingga tersungkur, Zea berjongkok di hadapan NamJoon mendekatkan bibirnya pada telinga NamJoon.
"Awas saja kau sampai membongkar semuanya dan mengaku bahwa kau suami ku, mati kau! Dan asal kau tau aku sungguh jijik berada di dekatmu aku malu dengan tingkahmu itu kau paham! " Zea menjauhkan dirinya, ia mengajak teman temannya pergi keluar dan meninggalkan NamJoon sendirian menangis tersedu sedu.
Tak...
"Dah idiot" Veno melempar kaleng soda tepat mengenai kepala NamJoon.
. . .
Zea mendudukan dirinya di salah satu bangku yang berada di tepi sungai, ia memandang lurus ke arah sungai dengan memegang jaket rajut yang ia dapat dari NamJoon saat ia mendapat nilai bagus di sekolah.
Flashback
NamJoon pamit sebentar pada hwangsa pergi ke kamar untuk mengambil bonekanya yang tertinggal, NamJoon sudah berada di kamar ia mengambil bonekanya yang Zea letakan di kursi dekat meja belajar.
NamJoon sudah memeluk bonekanya namun ia belum juga mau keluar matanya menatap kertas yang ia juga tidak tau apa isinya, ia hanya melihat angka seratus. Ibunya pernah bilang angka seratus adalah angka keberuntungan dan juga kebahagiaan.
Entah itu kau dapatkan di kantor ataupun di sekolah, NamJoon tersenyum lebar ia berjalan menuruni tangga dengan semangat.
"Hwangsa... " Hwangsa menoleh
"Belikan aku benang wol warna putih dan hitam ya" Hwangsa mengerutkan dahinya.
"Untuk? "
"Zea. Ia mendapat nilai bagus di kertasnya, nilai seratus. Ini adalah hari yang membahagiakan untuk Zea jadi aku ingin membuatkannya jaket " Hwangsa tampak terkejut.
"Kau bisa merajut? " NamJoon terkekeh
"Bisa dong, ibu sering mengajariku merajut sejak aku kecil " Hwangsa mengangguk.
. . .
Setiap harinya saat ia sedang besama hwangsa ataupun Zea tak ada di rumah ia akan selalu merajut dengan senyum tulusnya membayangkan bagimana ekspresi Zea saat menerima jeri payahnya.
Cklek
"Zea.... " Zea menatap heran NamJoon yang terlihat begitu gembira.
"Apa? " Ketus Zea.
"Ini" NamJoon mengulurkan sebuah buntalan wol, Zea menerimanya lalu sedikit melihat gumpalan itu dan ternyata itu adalah jaket rajut.
Zea menatap jaket itu tak minat, ia mendongak menatap NamJoon lalu tersenyum miring. Ia berjalan menuju dapur di ikuti oleh NamJoon. Sesampainya di dapur Zea membuka tong sampah lebar lebar lalu ia membuang jaket itu di depan mata kepala NamJoon setelahnya Zea menuangkan sisa susu NamJoon tepat di atas jaket rajut itu.
"Payah! Rajutan mu buruk. Jika tak mampu membuatnya sempurna jangan pernah mencoba untuk membuatku terkesan! " Zea melengang pergi, NamJoon meneteskan airmatanya ia meremat ujung baju kaosnya lalu berjalan pelan mengambil jaket itu.
NamJoon pergi ke kamar mandi untuk membasuh jaket rajut nya, ia sesekali meneteskan airmata saat mencoba menghilangkan noda coklat susu.
"NamJoon sudah berusaha tapi kenapa Zea tidak mau menghargai usaha namu" Malam itu NamJoon tidur dengan memeluk jaket rajutnya.
. . .
Zea kembali menangis memeluk jaket itu dan mencium aroma NamJoon yang masih tertinggal di sana.
"Aku merindukanmu NamJoon"
. . .
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
IDIOT HUSBAND √
Fantasy"dasar idiot" "maaf" ! Just fantasi ! Hate plagiat ! Vote!!!!