Part 14

136 33 5
                                    

Hafsah mengekori keluarga yang kini tengah berjalan menyusuri lantai demi lantai Mall, berjalan sembari menenteng tas di kanan dan kiri. Audrey terlihat mengerahkan tenaga untuk bisa mencuri perhatian Maryam, Rio dan Ray membantu gadis itu agar suasananya meriah dan tidak canggung. Sementara Ricky sibuk dengan ponselnya.

Ia sempat berhenti untuk menerima telpon dari pabrik, sebelum tiba-tiba menyambar tangan Hafsah.

"Biar aku bawain."

Ada sengatan listrik di tangan Hafsah membuatnya terhenyak dan menatap lekat pada pria di depannya. Ricky membalas tatap gadis yang sebulan ini menjadi bawahannya.

"Ca?" panggil Ricky. Tangan keduanya masih tertaut.

"Eh i-ini enteng kok, Pak. Nggak usah. Saya bisa kok."

Ricky tersenyum, senyum yang membuat Hafsah seketika merasakan hal aneh. Pipinya memanas, memerah.

"Laporan terakhirmu ditunggu bagian PPIC. Pastikan nanti kamu selesaikan, ya?"

Tak setegas biasanya, semakin lama tutur kata Ricky semakin melembut kepadanya.

"Ray anak baik, kok. Misal kamu tertarik sama dia, boleh kamu kenal lebih dekat."

Ucapan Ricky yang tiba-tiba membuat  Hafsah segera menggeleng setelah mengetahui maksudnya.

"Eh nggak Pak, saya sama sekali tidak tertarik pada Pak Raymond. Sama sekali tidak. Not my type."

Ricky terkekeh. "Padahal, mama seneng banget sama kamu. Bahkan Audrey aja nggak mendapat perlakuan semanis mama ke kamu."

Hafsah menggigit bibir, ia terus berjalan sembari menunduk. Ricky merebut satu tas dari tangan Hafsah dan menjinjingnya. Satu tangan lain ia masukkan ke saku celana. Ada rasa lain yang membuat Ricky nyaman di samping Hafsah.

"Kamu yakin mau resign?"

"Katanya Pak Ricky mau kasih saya tawaran kerja di tempat mam-nyonya."

Ricky mencuri pandang. "Kamu serius mau? Aku cuma bercanda, Ca. Masak iya, lulusan universitas nomer satu di Indo, jadi ART?"

Hafsah mendongak. "Pak, asal halal, saya mau. Lagi pula, saya senang tenaga saya bisa bermanfaat bagi keluarga bapak. Selama bekerja di pabrik, Pak Rio dan Pak Ricky selalu memperlakukan saya dengan baik. Bahkan ketika banyak orang menyerang saya, Pak Ricky berani membela saya. Dan saya sangat berhutang budi."

Ada desir aneh dalam benak Ricky. Audrey yang menyadari tunangannya tak ada di sampingnya menoleh ke belakang.

"Darl!" panggil Audrey.

Ricky menatap ke arah tunangannya. Audrey setengah berlari mendekat dan menggelendot manja pada Ricky.

"Aku pengen makan duren."

"Duren? Bukannya kamu nggak suka duren?"

"Pengen!" rajuk Audrey.

Ray terkekeh mendengar rengekan calon iparnya.

"Waduh, DP-nya jadi nih. Ngidam duren dong," seloroh Ray.

Hafsah menelan ludah, ia seketika risih mendengar celotehan Ray.

"Ih, kalau ngomong jangan gitu dong! Sembarangan, jadi fitnah nanti," ucap Hafsah.

Ray menyugar rambut. "Aca, jangan samakan kami dengan kamu. Hal kayak gitu biasa buat kami. Biar kami lebih mengenal luar dalam dan yakin dengan pasangan kami sebelum menikah. Dari pada repot-repot nikah terus nggak cocok, mending buka-bukaan di awal."

Hafsah seketika terdiam. Ia berpikir, mencoba membuka mulutnya dan mengonfrontasi Ray tetapi ia putuskan untuk tetap diam. Pada akhirnya dia hanya mengangguk.

99 Nama-Mu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang