Part 13

149 32 4
                                    

Mall ternama di kota Solo itu menjadi tujuan dari keluarga Rio. Masih sepi tentunya karena mereka datang pas di jam buka. Meski begitu banyak outlet yang sudah buka, utamanya di hypermart.

Hafsah mendorong kursi Maryam. Meski sudah bisa berjalan, wanita itu masih belum kuat berjalan dalam jangka waktu lama.

"Biar aku yang dorong mama," ucap Ray.

"Biar saya saja, Pak."

Ricky dan Audrey tengah asik membahas sesuatu tentang persiapan pernikahan mereka sembari melihat ke ponsel.

"Dari pada kalian ribut, biar papa aja sini yang dorong mama. Hafsah, bisa belikan air mineral?" tanya Rio.

"Baik, Pak."

"Mas haus? Aku bawa minum kok, ini. Aca, kamu aja yang dorong mama," sela Maryam sembari merogoh tasnya.

"Sekalian tolong carikan obat batuk ya," titah Rio sembari mengeluarkan beberapa lembar uang.

Ray paham maksud sang ayah, ia segera menginstruksikan agar Hafsah segera pergi.

"Buruan yuk, aku juga mau beli vitamin. Papa sama mama tunggu di sana sama Cici, Koko, aja ya?" kata Ray.

"Iya. Udah sana buruan. Nanti telpon aja dimana."

Maryam ingin menahan Hafsah, tetapi dia tak bisa seenaknya memerintah pada gadis itu.

"Kita ke sana yuk?" ajak Rio. Maryam menggeleng.

"Aku di sini aja, Mas kalau mau jalan-jalan atau mau ikut Ricky sama Audrey silakan. Aku nunggu Aca di sini saja."

Rio pura-pura tak mendengar. Ia tetap mendorong kursi roda wanita itu ke arah arena bermain yang masih sangat sepi.

"Mas mau ngapain ke sini?"

Rio tak menjawab, ia meninggalkan Maryam di dekat mesin permainan capit boneka. Pria itu melakukan top up pada kartu miliknya sebelum mengajak Maryam masuk ke bagian tempat bermain yang lebih dalam.

Sebuah komedi putar terlihat berputar di sana.

"Mas mau ngapain?" tanya Maryam.

Rio tak menjawab. Ia memberikan kartunya pada si penjaga permainan dan kemudian mendekati Maryam kembali.

"Ayo main."

Rio tanpa aba-aba memposisikan dirinya, membopong Maryam.

"Astagfirullah, Mas! Turunin!"

Pria itu tak menggubrisnya. Komidi putar itu berhenti, kemudian Rio menurunkan Maryam di samping sebuah replika kereta kencana di atas komedi putar. Memberikan kode pada Maryam untuk duduk di sana.

"Mas, tapi ...."

"Duduk."

Maryam tentu merasa tak pantas berada di sana. Ia sudah terlalu tua untuk menikmati permainan seperti itu.

"Happy Birthday, Ibu anak-anakku."

Maryam menatap pria yang tiga tahun lebih tua darinya itu.

"Mas selalu berlebihan soal perayaan hari tidak penting."

"Bagaimana bisa ulang tahunmu tidak penting? Kamu ibu dari anak-anakku. Darimu aku punya pewaris setampan dan secerdas, Ricky dan Ray. Secantik Rachel."

Maryam mendongak, seolah menatap langit-langit komidi putar yang mulai bergerak searah jarum jam itu. Wanita itu berusaha agar air matanya tak tumpah. Rio duduk di samping Maryam.

"Tahun depan, mungkin kita tidak akan bisa merayakannya bersama lagi," lirih Rio sembari mengulas senyum aneh.

Maryam tergoda untuk menoleh. Ia cukup hapal ekspresi pria yang amat ia cintai itu.

99 Nama-Mu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang