Part 28

162 32 10
                                    

Mobil berwarna hitam milik Ricky terparkir di depan rumah sederhana milik keluarga Hafsah. Ada sebuah motor hitam yang terparkir di luar pagar. Hafsah terkejut menyadari motor siapa yang ada di sana.

"Mas?"

Ricky yang baru turun dari mobilnya menyadari keberadaan Ahkam.

"Oh, jadi, Mas Zayn yang udah khitbah Hafsah?" tanya Ahkam sembari tersenyum.

"Zayn? Ah ...." Hafsah ingat nama tengah Ricky yang selalu ia singkat.

Richard Lionel Zachary Zayn Hwang, nama bak kereta yang disematkan pada sosok calon suaminya membuat Hafsah paham kenapa Ahkam memanggil Ricky dengan sebutan Zayn.

"Jadi, selama ini itu aku dimanfaatkan buat nemenin Mas Zayn ngapel ya? Wah wah ... Rada-rada nyesel." Meski diucap dengan tawa, tetapi perih sedikit terasa di dada Ahkam.

Ia terlanjur nyaman dengan sosok Hafsah dalam hidupnya. Ia terlanjur mengagumi sosok santun nan cerdas di hadapannya.

"Dek, gini, biar adil. Mumpung ada kami berdua, siapa yang kamu pilih untuk jadi suamimu? Apapun jawabanmu, insyaa allah aku terima."

Hafsah menatap Ricky kaget. "Koh, kok gitu?"

"Biar adil, Dek. Biar fair."

Ahkam tertawa. "Boleh juga. Silakan pilih."

Hafsah benar-benar tak habis pikir, bisa-bisanya dia dihadapkan pada situasi seperti ini.

"Nggak seru ah, banyak nyamuk juga di sini. Oh iya, Mas tadi mau ngapain ke sini? Ketemu Bapak?" Hafsah mengalihkan pembicaraan.

Ahkam tertawa. "Aku mau nyusulin harta berhargamu tadi. Kotak yang selalu kamu bawa-bawa kata Ning Zunaira. Ketinggalan di lemari asrama. Kata Ning Zun, kalau tanpa itu kamu nggak bisa tidur."

"Oh ... Makasih, Mas."

"Kotak apa?" tanya Ricky.

Hafsah tak menggubrisnya dan membuat Ricky menghembus napas kasar.

"Ya udah aku pamitan dulu sama ibu bapak, kalian lanjutin aja ngobrolnya."

Pria itu melangkah masuk ke rumah. Terdengar suara Hania menyambutnya dengan sangat ramah.

"Udah sana masuk. Aku nggak mau calon suamimu salah paham. Pulang dulu, ya. Assalamualaikum."

Hafsah menatap Ahkam sekilas. "Mas ... Soal khitbah ini aku ... Aku nggak tau ... Aku ...."

"Kamu tau atau tidak, tidak ada salahnya. Tetap sah kok. Meski lebih baik jika ada kerelaanmu di sana. Semoga Allah memberikan kebahagiaan, keberkahan, dan kelancaran ya, pamit dulu," ucap Ahkam sembari tersenyum dan melangkah pergi.

Hafsah memejamkan mata ketika sosok itu melewatinya. "Wa alaikumussalaam warahmatullah wabarakatuh."

Ia kembali membuka mata saat suara deru motor terdengar dan perlahan menjauh.

"Kamu beneran suka sama dia?" Pertanyaan itu membuat Hafsah mendongak.

"Aku bawa ini. Aku ambil lagi. Ini kotak yang dianterin sama Gus Ahkam, kan?"

"Eh jangan! Ini punyaku!"

Ricky tak menyerahkan benda itu. Hafsah merebutnya. Tubuhnya tentu tak mampu melawan kekuatan calon suaminya itu. Membuatnya oleng. Ricky melepaskan benda itu dan menangkap tubuh Hafsah. Membuat tubuh mereka berhimpitan dengan hidung saling menyentuh.

Seketika kenangan masa lalu menyeruak.

"Hayo loh baca apa?!"

"Aaaah! Pak Ricky ih, balikin mana? Pak! Jangan dibuka itu tuh kiriman temenku."

99 Nama-Mu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang