Hidup itu adalah misteri.
Mudah dan sulit itu tergantung dari mana sudut pandang seseorang melihatnya.
Suci dan haram. Dosa dan tidak.
Siapa yang tau?
Selama manusia tetap menjadi manusia maka janganlah bertindak seolah kamu penguasa alam semesta.
Tuhan melihat semuanya.
Umatnya.
Pendosanya.
Biarkan manusia melakukan keinginannya selama hidupnya.
Jangan mengasihaninya, menilainya atau bahkan menghakiminya.
Karena ada Tuhan yang akan melakukannya.
Bertingkalah seperti manusia. Dan biarkan Tuhan yang menentukan nasib bagi umat dan pendosanya.
.
.
.
7 tahun kemudian.
Kim Junkyu, yang sekarang ngga bisa lagi disebut sebagai seorang cowok. Karena usianya yang udah menginjak 27 tahun.
I'm a sexy man.
Itu kata Junkyu.
"Ara, saya kan udah bilang. Masakan kamu tuh jangan kepedesan. Kamu mau ngasih makanan buat pelanggan apa buat perut kamu?" kata Junkyu yang lagi ngecek bulanan karyawannya.
Ara, salah satu koki muda restaurantnya.
Restaurant? Iya.
Diusianya yang baru 27 tahun Junkyu udah bisa buka beberapa cabang restaurant diberbagai kota.
Jujur, hal positif dari sakit hati dan masa terpuruknya adalah dia bisa fokus di study nya dan boom!
Junkyu jadi anak tunggal yang kaya raya.
"Engga pedes pak. Itu wajar. Lagian kenapa sih mau dibikin ngga pedes? Bapak jangan pelit cabai dong" balas Ara.
Sifat Junkyu yang humble kebawa sampai sekarang.
Makanya ngga heran semua karyawannya bisa santai sama dia.
"Kamu ya ka-"
"Permisi pak. Ada yang nyariin bapak" kata salah satu karyawannya.
Junkyu ngernyitin dahi. Nyari dia?
Junkyu ngangguk dan jalan keluar tapi balik lagi, "Yang nyariin saya dimana, btw?"
"Duduk dikursi meja nomer 17 pak"
Junkyu ngangguk lagi dan pergi.
.
.
.
Junkyu ngeliat punggung seseorang yang katanya mau nemuin dia.
Dari rambutnya sih keliatan cakep banget.
Ngga tau mukanya.
"Permisi, ada yang bisa saya ban-" suara Junkyu tiba-tiba tercekat di tenggorokan.