True Love | 5

43 14 0
                                    

Tidak terasa 5 bulan berlalu, dan Minggu depan sudah memasuki pekan ujian akhir semester.

Hidup Harun begitu-begitu saja, tetap memendam rasa dan menahan rasa sakit. Jevan sendiri dari hari ke hari semakin dekat dengan Satria, tanpa sadar ada yang merasa semakin sakit setiap harinya.

Waktu Jevan untuk Harun semakin berkurang, ia semakin sering keluar berdua dengan Satria. Bahkan 1 bulan terakhir, Jevan meminta diantar jemput oleh Satria. Satria sendiri juga dengan senang hati menuruti permintaan Jevan, meskipun keduanya bukan siapa-siapa.

Seperti saat ini, Jevan ada janji untuk menemani Hesa mencari kacamata. Bukan Jevan, melainkan yang hadir malah Harun. Alasannya simpel, Jevan pergi bersama Satria dan meminta Harun menggantikan Jevan.

“Jevan pasti lagi jalan sama Satria, ya?” tanya Hesa begitu melihat Harun sudah berada di depan rumah untuk menjemputnya.

“Kayak biasanya.”

“Yaudah, nggak usah dibahas dulu. Lo tau optik yang gue maksud tadi, kan?”

“Tau, kok.”

Seungmin mengangguk, lantas memakai helm yang ia bawa sendiri dan segera naik ke motor Harun.

Bukan sekali dua kali Jevan mengingkari janjinya, tapi sudah berkali-kali. Mungkin teman-temannya sudah hafal kemana Jevan pergi jika ia sudah mengingkari janji. Sikap Jevan mungkin terkesan buruk, tapi memang begitulah adanya. Sikap dan kebiasaan mengingkari janji sudah mulai muncul ketika ia sudah sangat dekat dengan crush-nya. Entah Satria yang membawa pengaruh buruk, atau Jevan sendiri yang terlalu jatuh pada Satria hingga melupakan orang-orang disekitarnya.

Begitu sampai di optik, Hesa mulai mencari-cari model kacamata yang sekiranya pas dan cocok dengannya. Setelah memilih yang pas, ia tinggal menunggu kacamatanya jadi. Minggu lalu Hesa sempat memeriksakan matanya, dan ternyata ia minus, jadilah ia harus memakai kacamata mulai sekarang.

“Habis ini mau mampir dulu? Nggak tega gue liat lo letoy dari tadi.”

Harun menoleh ke arah Hesa dan tersenyum. “Boleh, deh.”

“Servan Mahesa?” Mendengar namanya dipanggil, Hesa segera menuju kasir dan membayar semua total harga kacamatanya.

“Udah, yuk!” Harun dan Hesa pun keluar dari optik.

“Karena lo udah temenin gue beli kacamata, sekarang gue bakal temenin lo kemana aja. Sekarang lo mau kemana?”

“Terserah, tapi sekarang gue laper,” ujar Harun sembari tangannya memegang perut.

“Oke, gue tau cafe deket sini yang enak. Kita kesana aja.”

Harun pun mengendarai motor sesuai yang diinstruksikan Hesa. Jaraknya memang tak begitu jauh dari optik tempat Hesa membeli kacamata, hanya berjarak 3 menit saja.

“Lo boleh pesen apa aja, gue yang traktir, lumayan buat ongkos lo nganterin gue.”

“Serius, nih?” Hesa mengangguk yakin.

Harun tersenyum senang, ia segera memesan beberapa makanan yang ia inginkan. Begitupun dengan Hesa, baru keduanya segera duduk sembari menunggu pesanan mereka sampai. Untungnya harga makanan disini tidak begitu mahal, setidaknya dompet Hesa tidak terlalu terkuras.

“Oke, maaf ya sebelumnya, gue harus ngebuka luka lo. Tapi sekarang, lo boleh ceritain semua keluh kesah lo, bahkan sesuatu yang pengen lo ungkapin tapi lo nggak bisa ungkapin ke siapa-siapa. Gue bakal dengerin semuanya, setidaknya sampai hati lo tenang. Gue juga nggak tega ngeliat lo mendem semuanya sendiri.”

Harun ragu, tapi siapa lagi yang akan mendengarkannya jika bukan Hesa? Sejauh ini yang mengetahui segala perasaan Harun pada Jevan hanyalah Hesa seorang. Itupun karena Hesa tidak sengaja mendengar gumaman Harun ketika ia dan Jevan sempat tidak saling berbicara di hari kedua masuk SMA.

TRUE LOVE || HyunJeong ft. TXTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang