True Love | 11

46 12 0
                                    

“Lo udah daftar? Lo masuk eligible, kan?” tanya Harun pada Jevan.

“Udah, kok, semalem gue udah daftar.”

“Bagus, deh. Lo jadi ambil apa? Jadi di UI?”

“Harus di UI, sih. Pilihan pertama gue ambil Geofisika, pilihan kedua gue ambil Fisika murni.”

“Wee!!!” Harun menepuk-nepuk bahu Jevan. “Keren banget ambil fisika, lo! Bangga gue!”

Jevan tersenyum sombong. “Gini-gini gue dari SMP pinter fisika, ya, jangan salah lo!”

“Iya, tau dari dulu lo fisika dapet nilai tinggi, meskipun masih dibawah gue.”

“Ck, yang penting gue urutan kedua! Selalu masuk 3 besar nilai tertinggi di mapel fisika!”

“Oke-oke, bagus. Gue yakin lo pasti masuk di UI sesuai jurusan lo.”

Thanks. Lo sendiri jadi ambil apa?” Jevan balik bertanya kepada Harun.

“Pilihan pertama Teknik Biomedik, pilihan kedua Bioproses.”

“Wih, di UI?” Harun mengangguk mantap. Ia sudah benar-benar yakin dengan pilihannya, sudah tidak bisa diganggu gugat.

“Pasti lolos, sih, lo kalo kata gue. Secara lo pinternya udah next level. Segala mapel lo pasti dapet nomer 1, gue iri...”

“Nggak boleh iri, dong. Lo juga pinter, lo ambil fisika itu udah impresif banget, tau!”

“Eh iya. Itu yang lo dapet beasiswa di London gimana endingnya?” tanya Jevan penasaran. Pasalnya, dua hari lalu Harun dipanggil ke ruang kepala sekolah dan dinyatakan mendapat beasiswa di Imperial College London. Wow, banget nggak, tuh?

“Hm, kan gue udah bilang, kalo lo nggak ikut gue nggak bakal pergi.”

“Anjir, mana ada ceritanya gitu? Itu impian lo buat kuliah di luar negeri, kenapa nggak lo ambil aja? Gue nggak apa, kok, kalo lo pergi. Toh, kalo libur panjang lo bisa balik, atau gue yang kesana.”

Harun menggeleng. “Nggak, terserah gue, dong. Lagipula itu udah keputusan gue. Universitas disini juga nggak kalah bagus sama di luar negeri. Dimana pun gue belajar, selagi gue niat dan serius, pasti tercapai kok keinginan gue tadi.”

“Hm, terserah, deh. Awas nyesel. Kapan lagi lo bisa tinggal di luar negeri?”

“Oke-oke, gue nggak akan nyesel.”

*

Beberapa hari berlalu, dan sekarang hari terakhir ujian sekolah untuk mengisi rapor semester 6. Dan setelah ini, kelas 12 sudah tidak ada kegiatan sama sekali selain menunggu diterima di Universitas impian.

Kemarin adalah pengumuman hasil jalur undangan, Jevan mendapat biru yang artinya dia lulus di UI. Tapi anehnya, Harun tidak lulus.

Harun sendiri tidak bergitu peduli, kalau katanya, “Jalur undangan itu jalur gaib, yang bisa lulus orangnya random”. Jadi, Harun tidak terlalu dibawa pusing, lagipula masih ada jalur lain yang bisa ia perjuangkan, jalur tes dan mandiri, misal.

Harun dan Jevan sudah menyelesaikan ujian mereka, dan sekarang keduanya sedang berjalan menuju ruang kepala sekolah. Tadi Harun sempat dipanggil ke ruang kepala sekolah saat ujian masih berlangsung.

“Gue tunggu disini, ya,” ujar Jevan. Harun hanya mengangguk.

Harun mengetuk pintu ruang kepala sekolah terlebih dahulu sebelum masuk.

TRUE LOVE || HyunJeong ft. TXTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang