[19] Almost (2)

56 5 0
                                    

Seminggu setelah Jaedan dan Gilsha pulang dari California, keadaan mereka masih belum membaik. Gilsha hanya berbicara secukupnya dan Jaedan yang bingung harus membicarakan apa sama istrinya.

Padahal sama istri sendiri, tapi mau ngomong apa saja masih bingung.

"Jae, kamu mandi aja. Biar aku yang buat makan malam."

"Aku cuma mau masak makan malam sesekali emang kenapa?"

"Yaudah, aku ke kamar dulu."

Hanya sebatas itu pembicaraan mereka semenjak kembali ke rumah.

Malamnya sebelum tidur, Jaedan meminta Gilsha agar jangan dulu tidur karena ada yang ingin ia bicarakan.

"Mau bicara apa, Jae?"

"Han, aku mau minta pendapat kamu."

"Soal apa?"

"Menurut kamu, aku bisa kerja apa kalau nggak kerja lagi di kantor?"

"Kok kamu nanya gitu?"

"Aku udah mutusin buat segera meninggalkan perusahaan, Han."

"LOH? KENAPA?" Gilsha terkejut dengan ucapan Jaedan yang tiba-tiba ingin keluar dari perusahaan.

"Jangan bilang kamu mau keluar karena aku? Jae, kamu nggak perlu sampai segitunya."

"Han, aku lebih baik kehilangan segalanya daripada kehilangan kamu. Itu sebabnya aku mau kita diskusi soal ini, aku minta pendapat kamu soal kita kedepannya."

"Jae, cukup. Kamu nggak perlu sampai harus mengorbankan segalanya demi aku. Kamu tahu aku nggak bisa kasih kamu anak, terus apa yang harus dipertahanin lagi? Lagi pula, Kakek kamu lebih setuju kalau kamu menikah sama Davina dan dipastikan dia bisa kasih kamu anak. Jadi kalau kamu mau nikah lagi, silahkan."

"HANA! CUKUP! Aku mau bicara sama kamu buat dengerin pendapat kamu! Bukan buat bahas anak, Kakek ataupun Davina! Lagian kamu pikir aku nikahin kamu buat apa? Buat punya anak doang? Han, aku cinta sama kamu, tujuan aku nikahin kamu itu karena aku mau hidup sama kamu."

"Tapi kamu juga butuh penerus seperti yang dibilang Kakek!"

"Han, aku yang cucunya dia aja nggak peduli. Kalaupun kita punya anak, aku nggak akan membiarkan anak kita jadi pewaris hartanya dia. Persetan dengan harta, aku bahkan lebih baik kehilangan semuanya daripada harus kehilangan kamu. Nggak akan ada lagi yang namanya pewaris-pewaris! Ini bukan lagi jamannya cuma nikmatin harta orang tua, aku mau anak kita nanti bisa nikmatin hartanya sendiri tanpa bergantung harta dari orang tuanya meskipun aku akan memberikan segalanya."

"Jae, kita lihat aja beberapa waktu kedepan. Kalau sampai sebelum akhir tahun, tepatnya sampai sebelum hari ulang tahun aku dan aku belum juga hamil, aku mau kita akhiri semuanya."

"Hana! Kamu jangan sembarangan! Kamu tuh jangan terlalu termakan permintaan nggak jelasnya Kakek! Aku nggak mau mengakihiri apapun sama kamu! Nggak akan!"

Semenjak malam itu, mereka kembali ke rutinitas seperti biasanya. Tanpa Gilsha tahu, diam-diam Jaedan sudah meminta saran ke sahabat-sahabatnya perihal pekerjaan. Maksudnya, keputusan Jaedan untuk keluar sudah bulat. Dan sebelum ia meninggalkan perusahaan, dia harus sudah ada pekerjaan lain.

Tanpa sepengetahuan Hana, Jaedan berangkat pagi-pagi sekali demi menghindari macet karena ia harus mengajar di salah satu tempat kursus bahasa Inggris dan lokasinya lumayan jauh. Dari rumah ke tempat kursus bisa memakan waktu 1 jam setengah. Dari tempat kursus ke kantor memakan waktu sekitar 1 jam.

Tempat kursus itu adalah tempat yang direkomendasikan Sandri, karena dulu Sandri waktu sekolah belajar bahasa Inggris di sana. Tadinya Sandri menawarkan posisi di kantornya, tapi Jaedan menolak. Ia ingin mencari pekerjaan sendiri. Sampai akhirnya terlintas ide dalam otak Sandri kalau lebih baik Jaedan mengajar bahasa Inggris di tempat kursus. Ia yakin kualifikasi Jaedan yang dari lulusan sastra Inggris nggak akan mungkin ditolak di tempat kursus manapun.

My Unexpected Life 2 (Laatste)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang