[30] Things Got Better

33 2 0
                                    

"Ma, kapan aku bisa main sama Mike lagi?"

Pertanyaan itu lagi. Entah sudah yang keberapa kalinya Kaili menanyakan hal yang sama berulang kali. Dan kali ini Kaili menanyakan itu saat mereka sedang berada di mobil Devan.

Bocah kecil itu sejak di jalan pulang jadi sangat clingy pada Mamanya. Atau mungkin lebih tepatnya semenjak mereka pindah ke Indonesia, Kaili menjadi anak yang super clingy dan tak ingin jauh dari Yesline meskipun sebentar. Padahal, dulunya Kaili termasuk anak yang sangat mandiri.
Padahal, waktu main di Pantai tadi Kaili terlihat cukup happy karena diajak main ke Pantai.

Kaili sedang berada dalam pangkuan Yesline, anak itu tak ingin duduk sendiri di belakang, ia hanya ingin menempel pada Mamanya. "Ma..." Anak itu kembali merengek, seolah tak suka bila Mamanya tak meresponnya.

Yesline menghela napasnya, kemudian jari jemarinya menyisiri rambut puteranya yang berwarna coklat sama seperti miliknya, namun lurus sama seperti milik Devan. "Sabar, sayang. Kalau kamu kangen sama Mike, nanti pas sampe rumah Mama telepon Papa, mau nggak?"

Kaili menganggukkan kepalanya lalu kembali menyandarkan kepalanya di dada Yesline. Devan yang melihat itu pun bisa mengerti kondisi Kaili yang masih belum terbiasa di sini. Dan hal itu juga yang membuat Yesline jadi tak enak hati dengan Devan.

"Kai tadi senang nggak, Ayah ajak ke Pantai?"

Kaili menganggukkan kepalanya tanpa ingin menjawab dengan suaranya. Namun Yesline tak menyukai itu. "Kai, kalau orang lagi bicara sama kita harus dijawab. Apalagi yang ajak ngomong kan Ayah."

"Yes, Ayah. I'm happy."

"Devan, maaf—"

"Aku ngerti. Kamu jangan merasa nggak enak sama aku. Kamu percaya kan, suatu saat Kaili pasti bisa akrab sama aku."

"Aku percaya, semoga ya."

"Pasti, aku kan Ayahnya."

Senyuman terpancar indah di wajah Yesline. Senyuman yang selama ini hilang dan tak pernah terlihat lagi, kini telah kembali. Devan kembali bisa melihat senyuman itu sekarang, dan untuk selamanya.

.

.

.

Flashback

[Warning : The content slightly contains elements of mental conditions caused by violence and abuse.




Empat bulan sudah berlalu semenjak penangkapan Lukas, pria itu kini sudah mendapatkan hukuman yang setimpal secara hukum atas segala perbuatannya.

Namun bagi Devan, semua hukuman itu takkan pernah sepadan dengan penderitaan yang dialami Yesline dan juga Ibunya. Tapi Yesline pernah berkata, "Meskipun kamu bilang itu nggak akan pernah sepadan dengan penderitaan aku, tapi hidup itu adil, Devan. Aku kehilangan kamu waktu itu tapi Tuhan mengirimkan Kaili buat nemenin aku. Aku sempat kehilangan Mama, tapi Tuhan mengirimkan Tao dan Felice buat menjaga dan merawat aku sama Kaili, bahkan sekarang Mama udah kembali, kamu pun sekarang ada lagi buat aku. Hilangkan rasa dendam kamu sama Lukas, ya? Aku juga akan belajar memaafkan dia, tapi bukan berarti aku membenarkan apalagi memaklumi semua perbuatan dia. Dia udah dapat ganjarannya. Lagipula itu semua takdir dari Tuhan yang harus aku terima. Dan aku mau hidup tenang mulai sekarang, dimulai dari memaafkan, semuanya. Dengan begitu aku bisa terus ingat untuk selalu bersyukur, karena setelah apa yang udah aku lalui, ternyata Tuhan masih sangat baik memberi aku kesempatan buat kembali sama kamu, sama Kaili, sama Mama."

Devan akhirnya menuruti apa kata Yesline. Benar, memaafkan adalah cara terbaik untuk berdamai dengan masalalu. Yah, meskipun sulit pada awalnya. Tapi ia pun ingin hidup tenang seperti yang dikatakan Yesline. Lagipula semuanya sudah terjadi dan meninggalkan banyak hikmah yang bisa ia petik.

My Unexpected Life 2 (Laatste)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang