Chapter 12

3 0 0
                                    

Valerie sudah berada di bandara. Udara panas langsung menerpanya, ia mencari taksi sembari menelepon tangannya sibuk menarik koper besar, mulutnya tak berhenti bersumpah serapah.

"Aillard tolol, kemana sih?"

Ia sedari tadi menelepon bawahannya itu tapi tak ada jawaban sama sekali. Ketika sudah mendapatkan taksi ia memberitauhakan tujuannya.

"Pak ke Hotel Silver" ucapnya kepada supir taksi yang sedang memasukan koper ke bagasi. Valerie kembali menelepon Aillard.

merasa kesal diabaikan ia memasukan ponsel ke tas dengan gerakan kasar. sumpah serapah masih mengkuti pergerakannya 

Ia pergi ke hotel lebih dulu lalu beres beres dan mandi, penerbangan yang jauh membuatnya lelah.

Valerie menginap di hotel bintang lima untungnya ia sudah mereservasi satu kamar.

Ia berdandan dengan cantik, baju crop top bewarna abu dipadukan dengan high waist jeans bewarna biru tua.

Valerie memakai wig bewarna coklat keemasan sebahu dan berponi, matanya menggunakan teknik smokey eyeshadow yang membuat matanya kecil, bibirnya di poles dengan lipstick bewarna merah bata. Tak lupa sepatu sneaker bewarna putih.

Penampilannya ini sangat dewasa tak mencerminkan usia nya.

Valerie keluar memesan taksi kembali. Ia akan pergi ke sekolah kembarannya. Senyumnya tak bisa ia tahan akhirnya setelah beberapa bulan ia bisa bertemu dengan kembarannya kembali.

Di perjalanan Valerie melihati pemandangan. Taksi sudah berhenti setelah membayar ia keluar melihat gedung sekolah Bina Batara yang besar. Ia memasuki sekolah itu tapi ditahan oleh satpam. Menghabiskan 5 menit meminta izin untuk masuk akhirnya ia bisa masuk.

Matanya menjelajah bangunan demi bangunan. Sekolah yang mewah pikir Valerie. Ia kembali menelepon Aillard dan matanya menatap sesuatu yang jatuh dari lantai 5 gedung di depan matanya.

"Lah ada yang jatuh" ujarnya santai.

Ia menatapi itu dan teriakan menggema, orang orang mulai berkerumun di sekitar itu.

Valerie terpaku 'seseorang jatuh' ia berjalan perlahan menuju kerumunan, tanganya melemas ia menjatuhkan ponselnya, berlari dan menarik orang orang yang menghalangi jalannya. Ia berdoa semoga bukan orang yang dikenalnya.

Valerie sampai di pusat kerumunan. Wajahnya pucat pasi,matanya memanas, kakinya sudah tak bisa menompang tubuhnya ia terduduk di lapangan yang keras. Mata yang berkaca kaca itu menatap tubuh seorang gadis.

Wajah cantik yang terpejam itu sama seperti saat dia bercermin. Genangan darah mulai membentuk. Ia mendekat menuju korban itu. Berharap bukan orang yang ia pikirkan.

Doanya tak terkabul.

Tubuh itu Fay Vanesha, tubuh yang terjatuh itu kembarannya. Tangan yang bergetar menuju leher Fay mencari nadi. Ia merasakan detakan itu meski lemah.

Valerie menangis kencang mengusap wajah kembaranya itu. Ia memangku kepala Fay yang berlumuran darah. Seumur hidupnya baru kali ini Valerie membenci darah.

"AMBULAN TELEPON AMBULAN" ia berteriak sambil memeluk kepala Fay tangisannya mengencang tak ada yang bergerak Mereka masih syok. Ada beberapa yang sadar langsung menelepon ambulan.

Valerie sudah mulai berlumuran darah Fay. Ia semakin menangis menatap darah yang tak berhenti mengalir. Dengan segera ia mencari sumber darah itu tangannya menekan luka yang terus mengalir darah. Valerie benci melihat mata indah itu tertutup sempurna.

Valerie masih menangis ia tak suka ini. Di sekelilingnya banyak mata yang menatapnya. gadis itu menangis sesegukan suara seraknya membuat merinding mereka, seakan Valerie mengajak mereka semua bersedih.

Return GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang