Eliana tersenyum, menyapa pekerja di rumah selagi melangkah dengan ringan menuju taman belakang.
Waktu masih menunjukkan pukul delapan kurang sepuluh menit, mungkin kedua orang tuanya masih di dalam kamar. Tapi, Eliana memutuskan untuk menunggu di taman belakang yang letaknya dekat dengan ruang makan.
"Nona, semalam ada kiriman bunga" ucap salah satu pelayan yang tiba-tiba saja mendekat ke arahnya.
Eliana menoleh berusaha tetap tenang, "Dari siapa?".
Pelayan itu menyerahkan buket bunga bertema biru, "Julian Lozano".
"Ibu dan Ayah tahu?" tanyanya selagi mencari kartu ucapan.
Pelayan itu mengangguk, "Tuan dan Nyonya menolak menerima. Katanya langsung berikan saja pada Nona".
Jawaban itu membuat Eliana tersenyum dan merasa tenang, "Terima kasih" ucapnya mempersilahkan pelayan itu untuk pergi.
Sebuah kartu ucapan terselip diantara bunga. "Kamu bisa datang kapanpun (:" tulisnya.
Eliana menghembuskan napas gusar, tidak mengerti dengan maksud Julian. Mengapa Pria itu ingin sekali Ia pergi ke sana? Memangnya ada apa? Tapi, Eliana tidak ingin tahu.
Ia melangkah menuju kamarnya. Meletakkan surat itu di kotak penyimpanan rahasia dan meletakkan buketnya disamping buket sabtu lalu yang terlihat semakin layu.
Setelah selesai dengan urusan bunganya, Eliana turun dan bergabung untuk sarapan. Memilih baju dan merawat diri dengan Ibunya. Kemudian, menghadiri acara kolega sang Ayah.
Pukul tujuh malam, mereka sampai di sebuah mansion yang besar dan megah. Berbagai jenis kendaraan mewah mengantri di pintu masuk, pemiliknya turun bergantian dengan elegan dan penuh wibawa. Pemilik acara menyapa tamunya satu persatu, lalu membiarkan tamunya bersosialisasi atau sekedar menikmati hidangan.
Semua acara itu selalu sama, selalu membosankan, dan selalu membuat Eliana merasa kesepian.
Di saat-saat ini lah, Eliana berharap ada Sergio yang bisa menemani. Namun, Sergio hanya manusia yang butuh hari libur untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Keluarga Eliana menyapa sang pemilik acara, "Tuan Lozano" ucap Ayahnya menyapa.
Eliana menyapa dengan senyum manis di wajahnya.
"Keluarga Albert" mereka bersalaman, saling menyapa.
Ketiganya, termasuk Ibu mulai berbincang tentang bisnis dan saling menanyakan kabar. Seperti biasa, Eliana hanya mematung dengan wajah tersenyumnya.
"Ini.. Eliana?" tanya Tuan Lozano ke arah gadis itu.
Eliana mengangguk dan mengenalkan diri, "Eliana Albert" ucapnya.
Tuan Lozano tersenyum ke arahnya, "Cantik sekali" pujinya.
Kedua orang tua Eliana tersenyum mendengarnya.
"Julian masih menyapa tamu, Eliana makan saja dulu" ucapnya ramah.
Gadis itu hanya mengangguk sopan, sebelum Pria itu berpamitan untuk menyapa tamunya yang lain.
Usai berkeliling menyapa kolega Ayahnya, Eliana berpisah dengan kedua orang tuanya. Ia tidak paham apapun tentang bisnis, pemerintahan, atau apapun yang mereka bicarakan.
Eliana melangkah menuju sudut hidangan, melihat kaca display bertuliskan gelato di atasnya. Ia mendekat, memesan gelato rasa matcha, dan duduk di sudut ruang.
Di saat-saat ini pula Eliana iri dengan Skyla. Karena Skyla adalah anak bungsu, Ia tidak perlu menghadiri acara seperti ini berkat kakaknya.
"Gimana?" suaranya berat, terdengar tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMBIRU
RomanceEliana berencana menyimpan perasaannya hingga akhir, tapi keadaan memaksanya untuk mengungkapkan bahkan memaksa untuk dilepaskan. Di tengah kekalutan hati, Julian hadir. Ia berusaha mengambil alih perhatian gadis itu. Membuat Eliana luluh dengan car...