Netranya bergerak, mengamati rak berisi makanan ringan. Ia melangkah menuju bagian lain begitu tidak ada satupun yang berhasil menarik perhatian.
Di depannya, berbagai jenis dan rasa mie instan berbaris rapih. Netranya lagi-lagi sibuk, lidahnya mengecap mencari rasa yang dirindukan, kepalanya berkelana membayangkan dirinya makan di villa keluarga dengan pemandangan hijau dan cuaca yang sejuk.
Dingin, satu kata itu membuat tubuhnya bergeser sedikit menuju bagian mie kuah. Tanpa berpikir lebih lama, tangannya bergerak meraih sepuluh bungkus mie instan rasa kari, membuat tangannya penuh hingga mau tidak mau Ia harus mendekapnya.
Setelah itu, Ia beralih menuju bagian minuman. Kali ini tubuhnya bergerak dengan sendirinya menuju salah satu lemari es di sudut ruang. Netranya menangkap satu cup ice cream rasa matcha dengan cepat seakan sudah terbiasa.
Gadis itu sedang berdiri di depan lemari es memikirkan bagaimana caranya mengambil ice cream itu. Lengannya bergerak berusaha membuat ruang disela-sela tumpukkan mie, detik itu pula Ia menyesal tidak membawa keranjang.
Satu minggu berlalu, sejak percakapan yang menggantung, sejak pertemuannya dengan Julian, sejak rahasianya terungkap. Saat ini Ia tiba di hari kesukaannya, hari yang dinantikan selama satu bulan penuh, hari sabtu terakhir.
Semuanya baik-baik saja, berjalan lancar sesuai dengan keinginan. Seakan tidak pernah terjadi apa-apa, hubungannya dengan Sergio tidak berubah. Ia bahagia dan menikmati hidupnya meski harus merelakan satu harinya untuk Vanes.
Baru akan melangkah untuk mengambil keranjang baru, mie instannya diambil satu-persatu oleh sosok yang tiba-tiba menghampiri. Mie itu dipindahkan dari tangannya ke dalam keranjang dorong.
Ia tersenyum ke arah Pria yang sedang sibuk menyusun mie instan. "Mau yang mana?" tanya Pria itu ke arah lemari es.
Tidak butuh waktu lama hingga satu cup ice cream matcha, cokelat, dan vanilla masuk ke dalam keranjang.
"Ada lagi?" tanyanya.
Gadis itu berpikir sejenak, "Kopi.. Kopi kesukaan Gio sudah?".
Sergio mengangguk, "Sudah, dibawa Vanes".
Kali ini giliran gadis itu yang mengangguk. Selagi berpikir, kaki dan netranya kembali sibuk. Bedanya kali ini Ia tidak lagi sendiri, ada Sergio yang mengikutinya dari belakang.
"Kurang apa?" tanya Skyla yang tiba-tiba muncul di hadapan Eliana.
Eliana mengendikkan bahu, kemudian menoleh ke arah keranjang dorong milik Skyla yang penuh dengan makanan ringan, biskuit, dan air mineral.
"Lo sudah semua?" Eliana balik bertanya.
Skyla mengangguk, "Sudah".
Tak lama setelah itu, Vanes bergabung dengan ketiganya. Keranjangnya penuh dengan bahan makanan karena mengajukan diri sebagai koki.
Dadanya menyerngit perih menatap keranjang itu. Sudah cantik, mandiri, dokter, lalu bisa memasak. Benar-benar tidak sebanding dengan dirinya. Sergio beruntung, Vanes juga beruntung.
Diskusi mereka berakhir begitu Ryan bergabung membawa dua botol soda ukuran besar dan minuman berenergi.
Ryan adalah teman Sergio, Pria yang sama yang dilihat oleh Eliana saat konser Point maupun saat menonton pertandingan di cafe.
Dua hari lalu, gadis itu mengatakan pada Sergio untuk mengundang salah satu teman Prianya supaya Sergio tidak canggung dikelilingi tiga perempuan selama satu malam penuh. Lalu, hari ini Ryan hadir sebagai teman Sergio.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMBIRU
RomanceEliana berencana menyimpan perasaannya hingga akhir, tapi keadaan memaksanya untuk mengungkapkan bahkan memaksa untuk dilepaskan. Di tengah kekalutan hati, Julian hadir. Ia berusaha mengambil alih perhatian gadis itu. Membuat Eliana luluh dengan car...