16: Jatuh dan Tenggelam

8 1 0
                                    

Aku pernah bertanya-tanya kala membaca novel romansa fiksi. Bagaimana bisa perasaan manusia bertahan selama itu. Mencintai selama belasan bahkan puluhan tahun. Hilang minat tiap kali berjumpa dengan orang lain, seakan orang yang dicintainya adalah satu-satunya hingga hati dan matanya ditutup rapat. Ia tidak punya kehidupan lain atau apa? Apa hidup seperti itu tidak membosankan?

Rasanya mencintai dua orang sekaligus lebih masuk akal karena manusia punya sifat dasar tidak pernah puas, mereka punya ego yang harus diberi makan. Contohnya, perselingkuhan dan perceraian.

Namun, di sinilah Aku. Duduk di samping seorang Pria. Pria yang selama belasan tahun memenuhi hati dan pikiran. Di bawah status pertemanan, Aku berkhianat karena mencintainya diam-diam.

Ternyata tidak serumit yang ku pikir. Aku hanya harus bertahan, menatapnya tiap kali lelah, tertawa bersamanya tiap kali duka, mengeluh padanya tiap kali muak, serta menahan diri tiap kali marah dengannya. Semua itu cukup membuatku bertahan. Rasa nyaman, kebiasaan, dan waktu yang dihabiskan bersama cukup untuk membuatku bertahan.

Sakit, amarah, ego, nafsu, dan lelah Aku hanya harus menahannya. Demi bertahan, bertahan sedikit lebih lama, kalau bisa selamanya, karena Aku tidak mau kehilangan. Sampai kapanpun, tidak akan menyerah.
- Eliana

"Gio kalau libur kemana?" tanya Gadis yang sedang duduk di kursi penumpang.

"Di rumah, sesekali pergi sama teman atau main sepak bola" jawabnya dengan pandangan yang fokus pada jalan dan tangan sibuk mengarahkan kemudi.

"Teman kita saat SD? SMP? Atau SMA?" tanyanya.

"Kuliah" jawabnya.

Gadis itu mengerucutkan bibirnya, menyesal tidak satu jurusan dengan Sergio.

"Kalau main bola.. El, boleh nonton ngga?" tanyanya.

"Tidak bisa, Nona kan sudah punya acara lain" jawabnya.

Gadis itu mengalihkan pandangan, menatap tetesan air hujan yang jatuh di atas kaca, menghalangi pemandangannya ke arah luar. Lampu yang biasanya terlihat jelas, kini terlihat buram. Semakin buram dengan lapisan embun akibat perbedaan suhu.

Selang beberapa menit berlalu, keduanya sampai di salah satu pusat perbelanjaan. Gadis itu tersenyum, melangkah penuh gairah dan percaya diri menuju toko perhiasan.

Mereka disambut oleh salah seorang pelayan yang akan bertugas membantu. Gadis itu mengatakan satu jenis perhiasan pada pelayan selagi netranya sibuk mengamati perhiasan satu-persatu.

Pelayan membawa mereka ke salah satu sudut. Gadis itu mengamati berbagai macam kalung yang disusun rapih di dalam kaca display.

Semuanya cantik, tapi tidak ada satupun yang mampu menarik perhatiannya secara khusus.

"Mana yang menurutmu bagus?" tanya Eliana pada Sergio.

Pria itu berkeliling, menatap liontin satu-persatu. Selang beberapa menit, Ia menunjuk sebuah kalung emas, dengan desain sederhana. Liontin kecil berbentuk mahkota.

Pelayan mengeluarkan kalung tersebut, menyerahkannya pada Eliana supaya bisa dilihay dengan jelas. Desain yang sederhana sesuai dengan selera gadis itu.

"Kenapa pilih ini?" tanyanya.

Hening sejenak sebelum Pria itu menjawab, "Karena.. pertama kali melihatnya, mengingatkan Saya pada Nona".

MEMBIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang