26: Sebelum Badai

4 2 0
                                    

Semuanya berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan gadis itu. Tak terasa, dua minggu berlalu, sejak kepergian Julian. Intensitas hujan semakin tinggi, Eliana berhasil menyelesaikan revisinya, dan hubungan kelimanya semakin dekat. Mereka bahkan membuat ruang obrolan bersama.

Satu-persatu situasi yang memberatkan dirinya terselesaikan. Langkahnya kembali ringan, meski perasaannya masih ganjil. Entah karena apa, Ia masih berusaha mencari penyebabnya.

Malam itu, di villa keluarganya, saat Sergio menemani Maxim yang sedang merokok di teras, Skyla membersihkan ruang tengah, dan Vanes mencuci piring dibantu oleh Eliana.

Eliana bertanya sesuatu padanya, tentang alasan mengapa Vanes tidak menyukai asap rokok. Pertanyaan itu terjawab setelah jeda satu menit, katanya karena aroma yang terlalu menyengat.

Saat itu, Eliana menghela napas panjang. Ucapan Sergio benar, mungkin malam itu Ia salah lihat. Berkat itu, kepercayaannya pulih, terobati dengan kesepakatan dan kebenaran.

Ia memejamkan mata, menggerakkan kelopak mata yang pegal serta meluruskan tangan yang keram. Sudah dua jam Ia tenggelam dalam aplikasi belanja, pada kategori Pria, membuka pilihan menunya satu-persatu.

Seiring dengan waktu yang berlalu begitu cepat, ulang tahun Sergio pun semakin dekat. Tinggal dua hari lagi dan Eliana belum menemukan hadiah yang tepat.

Tangan yang keram dan mata yang perih tidak membuatnya lelah. Bayang-bayang wajah Sergio yang terkejut dan bahagia cukup membuatnya bertahan.

"Aarghh" Ia bangkit dari tidur, menggerakkan tangannya yang keram.

Jersey, tiket pertandingan, ponsel, sepatu, jam tangan, sepatu bola, pakaian, laptop, tablet, paket liburan, dasi, kacamata. Sudah segala macam barang Ia berikan pada Sergio.

Gadis itu mulai jenuh, Ia memutuskan untuk memakan makanan manis kesukaannya. Ia mengenakan cardigan, menuruni pagar balkon, lalu keluar lewat pintu belakang.

Alasannya seherhana, pertama, sejak Julian pergi, Ia sering kehabisan stok ice cream karena selalu lupa mengisinya. Kedua, lewat pintu belakang lebih cepat karena tidak perlu melewati halaman rumah yang luas untuk sampai di gerbang utama. Perjalanannya akan lebih jauh dan lebih melelahkan hingga sampai di jalan utama.

Selagi melangkah menuju swalayan yang bekerja selama 24 jam, Eliana tetap sibuk dengan ponselnya, saat pergi begitupula saat kembali.

Tangan kanan sibuk memegang ponsel, tangan lainnya sibuk menggenggam ice cream yang sedang dinikmati dan plastik berisi dua ice cream lain. Tangannya penuh, membuatnya kesulitan memanjat, alhasil Ia harus lewat pintu utama.

Gadis itu harus melangkah, melewati pintu dapur yang selalu terkunci, kaca besar yang berhadapan dengan ruang makan, pintu kaca yang berhadapan dengan ruang tengah, serta kaca besar lain yang berada di ruang tamu.

"Bagaimana perkembangannya?"

Di depan kaca ruang tamu, langkahnya terhenti akibat mendengar suara yang tidak asing. Dengan sigap, Ia mundur dua langkah dan bersembunyi di balik dinding.

Lampu ruang menyala, seorang Pria dan Wanita sedang duduk membelakangi kaca, dan satu perempuan duduk di sisi lain yang menghadap ke arah pintu utama. Perempuan itu adalah Ibunya.

Gadis itu melihat jam di ponsel yang menunjukkan pukul dua dini hari.

"Belum ada perkembangan sejak kepergian Julian" Pria itu menjawab.

Suara itu.. juga tidak asing.

Ibunya mengangguk, "Soal itu sudah Saya bicarakan dengan Nona Lozano. Julian akan kembali dua minggu lagi".

MEMBIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang