Eliana bergerak gelisah di antara pintu kamar 716 dan 717. Berkat memori singkat itu, Eliana terjaga semalaman. Tiap kali berusaha memejamkan mata, ingatan itu muncul. Meski tidak tahu maksud dari kilasan itu, Ia terlalu takut. Terlalu takut sampai-sampai ingin bertemu Julian. Sosok yang entah mengapa bisa membuatnya lupa tentang itu.
Jam di ponselnya menunjukkan pukul lima kurang dua menit. Penantian sepuluh menitnya akan usai, itupun kalau Julian bangun.
Ia tidak mengetuk kamar, takut salah mengetuk dan mengganggu Maxim. Juga tidak mengubungi lewat pesan singkat, takut mengganggu tidurnya.
Strateginya sederhana, kalau pukul lima tepat Julian tidak muncul, maka Eliana akan kembali ke kamar. Lalu, Ia akan menemui Julian saat sarapan.
"Dia masih tidur" suara berat tiba-tiba terdengar. Membuat Eliana terkejut dan menoleh ke sumber suara. Julian berdiri di depan pintu yang setengah terbuka dengan pakaian olah raga.
"Siapa?" tanya Eliana dengan kening berkerut, tapi tidak bisa menahan senyum dibibirnya.
"Maxim, kan?" Julian menutup pintu kamarnya rapat-rapat, tepatnya kamar nomor 716.
"Bukan" Eliana menggeleng selagi melangkah menghampiri Julian. "Mau ikut kamu lari pagi" ucapnya begitu sampai di hadapan Julian.
Julian tersenyum, Ia tidak siap dengan sikap Eliana yang ramah seperti ini. Tapi, sikap Eliana yang sekarang membuat jantungnya berdetak tidak karuan.
"Kenapa senyum-senyum?" tanya Eliana selagi menyesuaikan langkah Julian yang lebih besar darinya.
"Tumben bangun duluan" jawab Julian yang sudah tidak bisa menahan diri.
"Takut ditinggalin" jawab Eliana singkat.
Julian menatap curiga ke arah gadisnya, "Tidak bisa tidur?" tanyanya.
Eliana mengangguk, "Malas tidur lebih tepatnya. Jadi, nonton drama saja".
Terdengar helaan napas gusar, "Jangan dibiasakan".
"Hmm" jawabnya singkat. Eliana menghirup udara pagi dalam-dalam. Dingin dan segar seakan bersih belum dinodai polusi.
"Kok tahu Maxim masih tidur?" tanya Eliana ingin tahu. Langkahnya mulai stabil, tidak tergesa-gesa seperti sebelumnya. Eliana tidak sadar, kalau Julian menyesuaikan langkah pendeknya.
"Karena Aku suruh libur" jawab Julian singkat. "Terus dia bilang mau tidur seharian" lanjutnya.
Mereka melangkah di trotoar, di jalan besar yang masih sepi dan kosong.
"Kalian kenapa tidak di villa saja?" giliran Julian yang bertanya. Sesekali netranya bergerak, memastikan pijakkan gadisnya aman.
"Karena kita mau kulineran. Kalau bolak-balik villa kejauhan" jawab Eliana.
Hening, keduanya melangkah beriringan. Mengamati pemandangan sekitar hotel. Dari toroar besar yang setiap dua meter ditanami pohon. Sejuk dan nyaman untuk pejalan kaki. Sesekali melewati pedagang bubur kaki lima, nasi uduk, ada pula nasi kuning.
"Eh?" Eliana menoleh ke arah Julian.
Suaranya mengejutkan Julian hingga membuat Pria itu menoleh, membiarkan netra keduanya bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMBIRU
RomanceEliana berencana menyimpan perasaannya hingga akhir, tapi keadaan memaksanya untuk mengungkapkan bahkan memaksa untuk dilepaskan. Di tengah kekalutan hati, Julian hadir. Ia berusaha mengambil alih perhatian gadis itu. Membuat Eliana luluh dengan car...