0.0

32.9K 1.5K 19
                                    


*

*

*

*

   Dhafian Adiasta, Seorang pemuda berumur 16 tahun yang hidup sebatang kara, tinggal di gudang yang ada di rooftop sebuah rumah susun.

Hanya bergantung pada gaji yang dia dapat ketika bekerja sebagai kurir makanan untuk bertahan hidup, dan beasiswa untuk bersekolah.

Orang tuanya meninggal 3 tahun yang lalu. Pamannya yang gila akan harta mengambil warisan orang tuanya. Tak perduli dengan dirinya, mau hidup atau mati.

Peninggalan orang tuanya yang masih dia miliki hingga sekarang adalah sebuah kalung perak, dengan ukiran namanya yang tertera di sana.

Dhafian Mendapatkan gudang ini pun, karena Penghuni di sini kasihan padanya. Jika tidak, maka dia akan tidur di jalanan sekarang.

Tak sedikit penghuni sini yang senang dengan Dhafian. Pemuda yang tampan berwajah manis nan menggemaskan, mandiri, baik hati, dan murah senyuman juga seorang pekerja keras.

Kagum dengan dirinya yang masih muda sudah bisa membiayai diri sendiri.

Sekarang pukul 10 malam, dan Dhafian baru saja selesai dari kerja paruh waktunya. Membersihkan diri dan bersiap untuk belajar.

Dia urungkan niatnya untuk belajar ketika mendengar suara ketukan pintu terdengar. Beranjak dari Kasur kecilnya dan membuka pintu.

Menampilkan sosok wanita paruh baya yang sudah dia anggap seperti ibu keduanya. Bu Marni namanya.

"Nak Dhafian sudah makan? Jika belum.. ini ibu ada sedikit makanan untuk Dhafian, di makan ya?" Ucap Bu Marni dengan lembutnya.

Dhafian hanya tersenyum mengangguk tak lupa mengucapkan terimakasih. Bu Marni segera berlalu dari sana, takut mengganggu aktivitas Dhafian.

Dhafian membuka bekal itu setelah menutup pintu. Sayur Bayam, Ikan Sambal dengan tahu dan tempenya.

Sangat menggugah selera. Dhafian yang memang belum makan dari siang ini segera menyantap pemberian dari Bu Marni itu.
Sesekali mengerjakan tugas sekolah nya.

Melihat Bu Marni tadi, dia jadi teringat sang bunda. Kembali teringat masa lalu. Tatapannya menjadi sendu. Sangat merindukan kehangatan yang di berikan kedua orang tuanya.

Ingin rasanya dia menangis. Tapi dia harus kuat. Tak boleh menjadi pria lemah di dunia yang keras ini.

Dia mengabaikan rasa sedihnya dan melanjutkan aktivitas nya.

Bekal yang di beri sudah habis tak tersisa, Tugas sekolah nya juga sudah dia kerjakan.
Dia segera mencuci tempat bekal itu, untuk di kembalikan besok.

Setelah selesai, dia segera bersiap untuk tidur. Mengarungi dunia alam bawah sadar yang sangat dia rindukan tiap malamnya.

****

Pagi sudah tiba, Dhafian juga sudah selesai dengan Seragam sekolah nya. Dia segera keluar dari gudang tak lupa dengan Bekal nya.

Gudang sangat jarang dia kunci, sebab tak ada barang berharga yang bisa di ambil dari gudang itu.

Barang berharga yang di miliki Dhafian adalah buku pelajaran, piagam nya, Serta kalung nya. Hanya itu saja tak ada lagi.

Bahkan, ponsel pun Dhafian tak punya. Jika ada hal mendesak, biasanya Dhafian akan meminjam ponsel genggam dari kak Wardanu, penjaga warnet dekat rumah susun.

DHAFIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang