*
*
*
*
*
*
Dhafian Kini berada di perpustakaan, untuk belajar tentunya. Mengingat Dia akan mengikuti olimpiade. Menghabiskan sisa waktu istirahatnya yang tak banyak.
Tepat setelah bel istirahat berbunyi, teman-temannya langsung menariknya dan mengintrogasi nya yang kemarin hilang seharian.
Untungnya tak butuh waktu lama untuk membuat mereka percaya. Tapi tentu saja mereka tak membiarkan Dhafi pergi begitu saja.
Mereka memaksa Dhafi untuk makan terlebih dahulu. Kemudian, memaksa Dhafi untuk menerima ponsel yang mereka berikan. Agar mereka mudah menghubungi Dhafi Ketika anak itu tak terlihat tentunya.
Dhafi sangat menolak pemberian teman-temannya itu. Tapi melihat teman-temannya menatapnya dengan tajam, membuat dhafi mau tak mau menerima ponsel itu.
Dia masih sayang nyawa. Teman-temannya memang terlihat agak konyol.
Tapi jangan salah. Ketika mereka marah, sudah lah. Semua yang ada di depan mereka pasti akan hancur. Tak pandang bulu, tak memperdulikan tempat dan waktu sekitar.
Pernah sekali dhafi tak sengaja melihat mereka memukuli anak yang membully dhafi ketika SMP.
Gigi anak itu copot entah berapa, mata yang membengkak, hidung yang sepertinya patah, penuh dengan darah. Pipinya sudah berubah warna dan bentuk.
Hingga anak yang di pukuli itu harus di larikan ke rumah sakit. Sedangkan Kafka dan yang lainnya di panggil orang tua dan di beri hukuman skorsing.
Dhafi kembali bergidik ngeri mengingat kejadian itu. Dan mulai dari situ lah, dhafi Mengetahui bahwa teman-temannya tulus berteman dengannya, walau mereka tau dhafi anak seperti apa.
Hanya mereka, Dan Mamanya, Jane yang hingga kini Masih setia di samping nya.
Ah, mengingat mama Jane. Dia sudah lama tidak menghubungi adik dari bundanya itu. Dia harus menghubungi nya nanti.
Dhafi sudah selesai mencatat Semua Yang dia perlukan untuk Olimpiade. Mungkin dia akan pergi ke Perpustakaan umum hari Sabtu nanti.
Dia segera membereskan Buku-bukunya dan membawanya kembali ke kelas.
****
Pukul 4 sore, Dhafi baru saja keluar dari Gerbang. Dapat dia lihat, Kafka dan teman-temannya menunggu di parkiran.
"Sorry gue telat" Ucapnya.
"Yo, nggak apa santai santai, kita gak lagi di kejer anjing" Ucap Zio Yang bersender di mobilnya dengan kacamata hitam bertengger apik di pangkal hidung nya.
"Lo jadi ke makam orang tua Lo?" Tanya Nadia yang di angguki oleh Dhafi.
"Lo Segitunya sayang ya sama orang tua Lo. Padahal udah 3 tahun berlalu. Rutin banget ke Makam mereka" ucap Arsa.
"Hahaha, iya Kak Sa. Mereka kan ortu gue. Gue bahkan lebih sayang mereka di banding nyawa sendiri" Ucap Dhafi.
Memang cara bicara dhafi terlihat biasa saja. Tapi mereka yang ada di parkiran itu dapat melihat sorot mata dhafi yang menyendu. Dhafi sangat sensitif jika berkaitan dengan almarhum orang tuanya.
Mereka semua Menoleh ke arah Arsa dengan tatapan marah nya. Sedangkan yang di tatap hanya mengernyit aneh.
"Apa?" Tanya nya dengan Santai. Berakhir dia di beri geplakan oleh semuanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
DHAFIAN
Fiksi RemajaOrang tuanya yang telah meninggal ternyata menyimpan rahasia besar tentang dirinya. Dhafian Adiasta Seorang pemuda pendek yang tampan berwajah manis nan menggemaskan Berumur 16 tahun yang harus merasakan pahit dan keras nya dunia di umurnya yang mas...