Lapangan in door Jakarta International School sudah ramai di pagi hari jum'at yang cerah. Seluruh siswa berkumpul untuk melaksanakan senam pagi bersama. Jingga berbaris di barisan tengah tepat di sebelah Erina yang berjongkok untuk menghindari sinar matahari pagi yang bersinar terik.
"Er, olahraganya mulai masih lama?" tanya Jingga dengan mata yang menyipit karena silau. Erina beranjak berdiri lalu mengamati sekelilingnya. Belum ada trainer untuk senam pagi ini.
"Gak tahu, tergantung trainernya udah ada atau belum," jawab Erina lalu dia kembali berjongkok.
"Emang biasanya siapa?" tanya Jingga lagi.
"Suka-suka anak OSIS mau nunjuk siapa," jawab Erina. Jingga hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
Suasana lapangan mendadak hening saat Langit dan beberapa anak OSIS ikut bergabung. Jingga segera menyuruh Erina untuk berdiri. Tepat saat Erina berdiri suara mic terdengar di tepuk beberapa kali.
"Tes. Siapa yang mau jadi sukarelawan trainer senam hari ini?" Tanya salah satu siswa kelas 12 yang merupakan anggota OSIS Bidang Olahraga. Tentu saja tidak ada yang mengangkat tangan. Mic kemudian diambil alih oleh Langit.
"Erina Nasution!" panggil Langit membuat Erina melotot kaget, wajahnya berubah menjadi panik. Erina segera berjongkok dan menempelkan telunjuknya pada bibirnya, menyuruh orang-orang disekitarnya untuk diam.
Langit mengedarkan pandangannya dan matanya tak sengaja bertemu dengan Jingga yang hanya diam di tempatnya.
"Jingga Matahari!"
Jingga menoleh dengan kaget, pandangannya bertemu dengan Langit yang tampak tersenyum puas, para siswa mulai berbisik.
"Jingga, sini maju. Jadi trainer hari ini," ucap Langit yang masih menatap Jingga. Erina menghela napas lega lalu dia kembali berdiri.
"Ajak Erina juga sekalian tuh. Maju kau Erina, gak usah sembunyi lagi," ucap Langit lagi. Erina tidak jadi lega. Seruan para siswa terdengar, menyuruh Erina dan Jingga untuk maju menjadi trainer.
"Aku gak bisa kak, gak tahu," jawab Erina.
"Gak usah cari alasan, tiap minggu kayaknya kamu sering olahraga bareng ibu-ibu kompleks, jago tuh berarti. Sini maju biar bisa ajarin Jingga juga." Langit berujar tanpa rasa bersalah. Erina berdecak kesal, kenapa pula Ibunya setiap minggu mengajaknya senam bersama ditambah lagi Langit sering melihatnya karena lelaki itu yang mengantar Bunda Tari ke taman untuk senam.
"Kalau kalian maju boleh tunjuk siapapun yang jadi trainer tambahannya," ucap Langit lagi karena Erina dan Jingga tak kunjung bergerak.
"Kakak kelas gak apa-apa, kak?" tanya Jingga. Langit menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Jingga akhirnya bergerak maju bersama Erina.
"Lo mau nunjuk siapa, Ing?" bisik Erina pada Jingga. Jingga hanya memasang senyuman tanpa mengatakan apapun.
"Nunjuk berapa orang, kak?" tanya Jingga.
"Empat orang. Dua kamu yang nunjuk, dua Erina yang nunjuk, dan yang ditunjuk harus mau ya, kalau gak mau kelasnya dapat jatah kerja bakti paling banyak setelah olahraga selesai," jawab Langit lalu menyerahkan mic pada Jingga.
Jingga menerima mic itu lalu menyuruh Erina untuk duluan memilih.
"Kak Gavin sama kak Gara," ucap Erina dengan lancar sambil tersenyum puas. Gavin yang sedang menyantap bakso bakar di pinggir lapangan langsung melotot kaget, sedangkan Gara yang sedang mengobrol dengan Raihan menolehkan kepalanya dengan wajah bingung.
Tepuk tangan terdengar riuh, juga seruan dari anak kelas 12 terdengar paling kencang untuk menyuruh Gavin dan Gara maju ke depan.
"Emang mak lampir lu, Erina," ucap Gavin lalu dia bergegas maju ke depan setelah menarik tangan Gara yang hampir kabur.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT JINGGA
Teen FictionCover mentahan : Pinterest (@DFortescue) Langit sangat sulit diraih, sama seperti Langit Biru Wiraatmaja. Dia terlalu cuek dan ketus, kalau bicara seperlunya saja itupun hanya untuk marah. Tetapi, Langit tak selamanya biru. Perlahan, hati Langit mu...